Sabtu, 02 Mei 2015

Asuhan Keperawatan Kanker Lambung



BAB I
PENDAHULUAN


A.        Latar belakang
Di era serba cepat seperti saat ini tidak sulit bagi setiap orang untuk memenuhi keinginannya dalam waktu yang relative singkat. Begitu juga dalam hal memilih makanan, hampir sebagian masyarakat lebih memilih mengkonsumsi makanan cepat saji yang mereka sendiri tidak tahu bahan apa saja yang digunakan untuk mengolah makanan tersebut dibandingkan mengolah bahan makanan sendiri dirumah. Dengan alasan lebih mudah dan efisien. Namun dibalik rasa nikmat yang dirasakan, mereka tidak tahu bahaya apa yang akan terjadi jika mereka mengkonsumsi makanan tersebut dalam jangka panjang. Berbagai penyakit bisa saja mereka derita akibat mengkonsumsi makanan cepat saji yang menjadi pilihan mereka. Salah satu penyakit yang mungkin timbul akibat mengkonsumsi berbagai makanan cepat saji dalam jangka panjang adalah kanker. Sebagian manusia terkadang mengabaikan suatu gejala penyakit yang timbul dalam dirinya, sehingga penyakit tersebut baru diketahui ketika telah mencapai stadium lanjut. Salah satu contoh kanker akibat kebiasaan buruk ini adalah kanker lambung dimana kanker lambung ini merupakan suatu bentuk neoplasma maligna gastrointestinal. 

B.        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas timbul permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar penyakit Ca Lambung?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan untuk penyakit Ca lambung? 

C.        Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit Ca lambung.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan untuk penyakit Ca lambung.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Pengertian
            Kanker lambung adalah suatu keganasan yang terjadi di lambung, sebagian besar adalalah dari jenis adenokarsinoma. Jenis kanker lambung lainnya adalah lelomiosarkoma ( kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut. Kurang dari 25% kanker tertentu terjadi pada orang di bawah usia 50 tahun ( Osteen, 2003). Kanker lambungpada pria merupakan keganasan terbanyak ketiga setelah kanker paru dan kanker kolorektal, sedangkan pada wanita merupakan peringkat keempat setelah kanker payudara, kanker serviks, dan kenker kolorektal ( Christin, 1999).
            Secara umum kanker lambung lebih sering terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 2:1 pada kanker kardia lambung, insidensi pada laki-laki tujuh kali lebih banyak dari wanita. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia 50-70 tahun sekitar 5% oasien kanker lambung berusia kurang dari 30 tahun dan 1% kurang dari 30 tahun (Neugut, 1996).

B.     Prognosis dan Stadium
            Prognosis kanker lambung disesuaikan dengan stadiumnya. Penilaian untuk menentukan stadium kanker lambung dilakukan dengan menggunakan sistem TNM yang telah disepakati (Hassan,2009). Tabel 6.2 menggambarkan stadium patologis dari kanker lambung dengan menggunakan penilaian sistem TNM.

Stadium kanker lambung dengan mengunakan sistem TNM.
Tumor Primer
(T)
Kelenjar Getah Bening (KGB)
Regional (N)
Metastasis Jauh
(M)
Tis
Carcinoma in situ tumor intraepitel
N0
Kelenjar getah bening regional tidak terlibat.  
M0
Tidak ada metastasis jauh.
T1
Ekstensi tumor ke submukosa
N1
Metastasis pada 1-6 nodus limfe regional.
M1
Ada metastasis jauh.
T2
Ekstensi tumor ke propia muscular dan serosa.
N2
Metastasis pada lobus 7-15 nodus limfe regional.

T3
Penetrasi ke serosa
N3
Metastasis pada >15 nodus limfe regional.
T4
Invasi ke struktur sekitar.


Pengelompokan stadium dan prediksi bertahan hidup.
Stadium
TNM
Bertahan hidup setelah 5 tahun
Stadium 1
T1
N0
M0
85%
Stadium II
T1
N2
M0
65%
T2
N1
M0
T3
N0
M0
Stadium IIIa
T2
N2
M0
35%
T3
N1
M0
T4
N0
M0
Stadium IIIb
T3
N2
M0
35%
Stadium IV
T4
N 1-3
M0
5%
Setiap T
N3
M0
Setiap T
Setiap N
M1

C.    Etiologi dan Patogenesis
            Penyebab pasti dari kanker lambung belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor predisposisi yang bisa meningkatkan perkembangan kanker lambung, meliputi hal-hal sebagai berikut.
1.  Konsumsi makanan yang diasinkan, diasap, atau yang diawetkan. Beberapa studi menjelaskan intake diet dari makanan yang diasinkan menjadi faktor utama peningkatan kanker lambung. Kandungan garam yang masuk ke dalam lambung akn memperlambat pengosongan lambung sehingga memfasilitasi konversi golongan nitrat menjadi carcinogenic nitrosamines di dalam lambung. Gabungan kondisi terlambatnya pengosongan asam lambung dan peningkatan komposisi nitrosamines di dalam lambung memberikan konstribusi terbentuknya kanker lambung (Yarbro,2005).
2. Infeksi H.pylori adalah bakteri penyebab lebih dari 90% ulkus doudenum dan 80% tukak lambung (Fuccio,2007). Bakteri ini menempel di permukaan dalam tukak lambung melalui interaksi antara membran bakteri lektin dan oligosakarida spesifik dari glikoprotein membran sel-sel epitel lambung (Fuccio, 2009). Mekanisme utama bakteri ini dalam menginisiasi pembentukan luka adalah melalui produksi racun VacA. Racun VacA bekerja dalam menghancurkan keutuhan sel-sel tepi lambung melalui berbagai cara; di antaranya melalui pengubahan fungsi endolisosom, peningkatan permeabilitas sel, pembentukan pori dalam membran plasma, atau apoptosis (pengaktifan bunuh diri sel). Pada beberapa individu, H. pyLori juga menginfeksi bagian badan lambug. Bila kondisi ini sering terjadi, maka akan menghasilkan peradangan yang lebih luas yang tidak hanya mempengaruhi ulkus di daerah badan lambung, tetapi juga meningkatkan risiko kanker lambung. Peradangan di lendir lambung juga merupakan faktor risiko tipe khusus tumor limfa (lymphatic neoplasm) di lambung, atau disebut dengan limfoma MALT (Mucosa Associated Lymphoid Tissue). Infeksi H. pylori berperan penting dalam menjaga kelangsungan tumor dengan menyebabkan dinding atrofi dan perubahan metaplastik pada dinding lambung (Santacroce,2008).
3. Sosioekonomi.
Kondisi sosioekonomi yang rendah dilaporkan meningkatkan risiko kanker lambung, namun tidak spesifik. Menurut hadil penelitian di Amerika Serikat, kondisi sosioekonomi yang rendah dihubungkan dengan faktor-faktor asupan diet, kondisi lingkungan miskin dengan sanitasi buruk. Berbagai kondisi tersebut memfasilitasi transmisi infeksi H. pylori yang menjadi predisposisi penting peningkatan terjadinya kanker lambug (Yarbro, 2005).
4. Menginsumsi rokok dan alkohol.
Pasien dengan konsumsi rokok lebih dari 30 batang sehari dan dikimbinasi dengan konsumsi alkohol kronik akan meningkat risiko kanker lambung (Gonzalez, 2003).
5. NSAIDs.
 Inflamasi polip lambung bisa terjadi pada pasien yang mengonsumsi NSAIDs dalam jangka waktu yang lama dan hal ini ( polip lambung) dapat menjadi prekursor kanker lambung. Kondisi polip lambung berulang akan meningkatkan risiko kanker lambung ( Houghton, 2006).
6. Faktor genetik.
 Sekitar 10% pasien yang mengalami kanker lambung memiliki hubunga genetik. Walaupun masih belum sepenuhnya dipahami, tetepi adanya mutasi dari gen E-cadherin terdeteksi pada 50% tipe kanker lambung. Adaya riwayat keluarga amenia pernisosa dan polip adenomatus juga dihunbungkan dengan kondisi genetik pada kanker lambung ( Bresciani, 2003).
7. Anemia Pernisiosa.
Kondisi ini nerupakan penyakit kronis dengan kegagalan absorpsi kobalamin ( vitamin B12), disebabkan oleh kurangnya faktor instrinsik sekresi lambung. Kombinasi anemia pernisiosa dengan infeksi H.pylori memberikan konstribusi penting terbentuknya tumorigenesis pada dinding lambung (Santacroce, 2008).
 
D.    Patofisiologi
            Sekitar 95% kanker lambung adalah jenis adenokarsinoma, dan 5%- nya bisa berupa limfoma, leimiosarkoma, karsinoid, atau sarkoma. Menurut Fuccio. 2009, adenokarsinoma lambung terdiri atas dua tipe, yaitu tipe intestinal ( tipe struktur glandular) dan tipe difus ( tipe infiltratif pada dinding lambung).
            Dengan adanya kanker lambung, lesi tersebut akan menginvasi muskulatis propia dan akan melakukan metastasis pada kelenjar getah bening regiaonal. Lesi pada kanker lambung memberikan berbagai macam keluhan yang timbul, gangguan dapat diradakan pada pasien biasanya jika sudah pada fase orogesif, dimana berbagai kondisi akan muncul seperti dispepsia, anoreksis, penurunnan BB , nyeri abdomen, konstipasi, anemia, mual serta muntah. Kondisi ini akan memberikan berbagai masalah keperawatan.

E.        Klasifikasi Kanker Lambung
Early gastric cancer (tumor ganas lambung dini). Berdasarkan hasil pemeriksaan radiolog dapat dibagi atas:
1.    Tipe I (pritrured type)
Tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada mukosa dan sub mukosa yang berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler permukaan tidak rata, perdarahan dengan atau tanpa ulserasi.
2.    Tipe II (superficial type)
Dapat dibagi atas 3 sub tipe.
a.       Tipe II.a. (Elevated type)
Tampaknya sedikit elevasi mukosa lambung.Hampir seperti tipe I, terdapat sedikit elevasi dan lebih meluas dan melebar.
b.      Tipe II.b. (Flat type)
Tidak terlihat elevasi atau depresi pada mukosa dan hanya terlihat perubahan pada warna mukosa.
c.       Tipe II.c. (Depressed type)
Didapatkan permukaan yang iregular dan pinggir tidak rata (iregular) hiperemik / perdarahan.
3.    Tipe III. (Excavated type)
Menyerupai Bormann II (tumor ganas lanjut) dan sering disertai kombinasi seperti tipe II c dan tipe III atau tipe III dan tipe II c, dan tipe II a dan tipe II c.

Advanced gastric cancer (tumor ganas lanjut). Menurut klasifikasi Bormann dapat dibagi atas :
1.      Bormann I.
Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut sebagai fungating dan mukosa di sekitar tumor atropik dan iregular.
2.      Bormann II
Merupakan Non Infiltrating Carsinomatous Ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa sekitarnya menonjol dan disertai nodular.Dasar ulkus terlihat nekrotik dengan warna kecoklatan, keabuan dan merah kehitaman.Mukosa sekitar ulkus tampak sangat hiperemik.


3.      Bormann III.
Berupa infiltrating Carsinomatous type, tidak terlihat bats tegas pada dinding dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.
4.      Bormann IV
Berupa bentuk diffuse Infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada dinding dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.

F.         Manifestasi klinis Kanker Lambung
Gejala awal dari kanker lambung sering tidak pasti karena kebanyakan tumor ini dikurvatura kecil, yang hanya sedikit menyebabkan ganguan fungsi lambung.Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gejala awal seperti nyeri yang hilang dengan antasida dapat menyerupai gejala pada pasien ulkus benigna.Gejala penyakit progresif dapat meliputi tidak dapat makan, anoreksia, dyspepsia, penurunan BB, nyeri abdomen, konstipasi, anemia dan mual serta muntah (Harnawati, 200, KMB).
Gejala klinis yang ditemui antara lain(Davey, 2005):
a.    Anemia, perdarahan samar saluran pencernaan dan mengakibakan defisiensi Fe mungkin merupakan keluhan utama karsinoma gaster yang paling umum.
b.    Penurunan berat badan, sering dijumpai dan menggambarkan penyakit metastasis lanjut.
c.    Muntah, merupakan indikasi akan terjadinya (impending) obstruksi aliran keluar lambung.
d.   Disfagia
e.    Nausea
f.     Kelemahan
g.    Hematemesis
h.    Regurgitasi
i.      Mudah kenyang
j.      Asites perut membesar
k.    Kram abdomen
l.      Darah yang nyata atau samar dalam tinja
m.  Pasien mengeluh rasa tidak enak pada perut terutama sehabis makan

G.     Gambaran Klinis Kanker Lambung
Gejalanya samar dan telah ada selama beberapa bulan.
Meliputi :
1.      Tidak dapat mencerna
2.      Ketidaknyamanan epigastrik
3.      Ras penuh setelah makan
4.      Nyeri punggung
5.      Muntah setelah makan
6.      Cepat kenyang
7.      Malaise
8.      Kehilangan nafsu makan
9.      Disfagia
10.  Hematemesis

H.     Pemeriksaan Diagnostik
            Dengan bubur barium, akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian besar kasus, dimana akan terlihat tumor dengan permukaan yang erosive dan kasar pada bagian lambung.
            CT Scan. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai evaluasi praoperatif dan untuk melihat stadium dengan system TNM dan penyebaran ekstra lambung, yang penting untuk penentuan intervensi bedah radikal dan pemberian informasi prabedah pada pada pasien.
            Endoskopi dan Biopsi
Pemeriksaan Endoskopi dan Biopsi sangat penting untuk mendiagnosa karsinoma lambung terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan karsinoma lambung.
Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologi pada gaster dilakukan melalui sitologi brushing. Pada keadaan normal, tampak kelompok sel-sel epitel superfisial yang reguler memben       tuk gambaran seperti honey comb. Sel-sel ini mempunyai inti yang bulat dengan kromatin inti yang tersebar merata(Lumongga, 2008).
Pada keadaan gastritis, sel tampak lebih kuboidal dengan sitoplasma yang sedikit dan inti sedikit membesar.Pada karsinoma, sel-sel menjadi tersebar ataupun sedikit berkelompok yang irreguler, inti sel membesarn hiperkromatin dan mempunyai anak inti yang multipel atau pun giant nukleus (Lumongga, 2008).
Pemeriksaan sitologi brushing ini jika dilakukan dengan benar, mempunyai nilai keakuratan sampai 85% tetapi bila pemeriksaan ini dilanjutkan dengan biopsi lambung maka nilai keakuratannya dapat mencapai 96% (Lumongga, 2008).
Pemeriksaan makroskopis
Secara makroskopis ukuran karsinoma dini pada lambung ini terbagi atas dua golongan, yaitu tumor dengan ukuran < 5 mm, disebut denganminute dan tumor dengan ukuran 6 – 10 mm disebut dengan small(Lumongga, 2008).
Lokasi tumor pada karsinoma lambung ini adalah pylorus dan antrum (50-60%), curvatura minor (40%), cardia (25%), curvatura mayor (12%).Paling banyak terjadi karsinoma lambung pada daerah daerah curvatura minor bagian antropyloric (Lumongga, 2008).
Pemeriksaan laboratorium (Hamsafir, 2010)
Anemia (30%) dan tes darah positif pada feses dapat ditemukan akibat perlukaan pada dinding lambung.LED meningkat.Fractional test meal à ada aklorhidria pada 2/3 kasus kanker lambung.Elektrolit darah dan tes fungsi hati àkemungkinan metastase ke hati.

I.           Komplikasi Kanker Lambung
a.    Perforasi
Dapat terjadi perforasi akuta dan perforasi kronika
1.      Perforasi akut
AIRD 1935 menjumpai 35 penderita demean perforasi akut yang terbuka dari karsinoma ventrikuli. Yang sering terjadi perfirasi yaitu: tipe ulserasi dari kanker yang letaknya di kurvatura minor, diantrium dekat pylorus. Biasanya mempunyai gejala-gejala yang mirip demean perforasi dari ulkus peptikum. Perforasi ini sering dijumpai pada pria (Hadi, 2002).
2.      Perforasi kronika
Perforasi yang terjadi sering tertutup oleh jaringan didekatnya, misalnya oleh omentum atau bersifat penetrasi.Biasanya lebih jarang dijumpai jika dibandingkan dengan komplikasi dari ulkus benigna.Penetrasi mungkin dijumpai antara lapisan omentun gastrohepatik atau dilapisan bawah dari hati.Yang sering terjadi yaitu perforasi dan tertutup oleh pancreas. Dengan terjadinya penetrasi maka akan terbentuk suatu fistul, misalnya gastrohepatik, gastroenterik dan gastrokolik fistula (Hadi, 2002).

b.    Hematemesis
Hematemesis yang masif dan melena terjadi ± 5 % dari karsinoma ventrikuli yang gejala-gejalanya mirip seperti pada perdarahan massif maka banyak darah yang hilang sehingga timbullah anemia hipokromik(Hadi, 2002).

c.    Obstruksi
Dapat terjadi pada bagian bawah lambung dekat daerah pilorus yang disertai keluhan muntah-muntah (Hadi, 2002).

d.   Adhesi
Jika tumor mengenai dinding lambung dapat terjadi perlengketan dan infiltrasi dengan organ sekitarnya dan menimbulkan keluhan nyeri perut (Hadi, 2002)

J.         Penatalaksanaan Medis
            Penatalaksanaan medis disesuaikan dengan penentuan stadium (staging) dan pengelompokan stadium tumor. Intervensi yang lazim dilakukan adalah tindakan endoskopi, kemoterapi, radioterapi, dan intervensi bedah.
            Pada polip lambung jinak, diangkat dengan menggunakan endoskopi. Bila karsinoma ditemukan di lambung, pembedahan biasanya dilakukan untuk mencoba menyembuhkannya. Sebagian besar atau semua lambung di angkat (gastrektomi) dan kelenjar getah bening di dekatnya juga ikut diangkat. Bila karsinoma telah menyebar diluar lambung, tujuan pengobatan yang dilakukan adalah untuk mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien. Kemoterapi dan terapi penyinaran bisa meringankan gejala. Didapatkan hasil kemoterapi dan terapi penyinaran pada limfoma lebih baik pada karsinoma. Beberapa pasien dengan tingkat toleransi yang lebih baik akan bertahan hidup lebih lama bahkan bisa sembuh total.

  
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


A.    Pengkajian
            Pengkajian akan didapatkan sesuai stadium kanker lambung. Keluhan anoreksia terjadi pada hampir semua pasien yang mengalami kanker lambung. Keluhan gastrilointestinal yang lazim biasanya adalah nyeri epigastrium, berat badan menurun dengan cepat, melena,dan anemia; pada kondisi ini biasanya sudah ada metastasis dalam kelenjar getah bening, regional, paru, otak, tulang,dan ovarium.
            Pada pengkajian riwayat penyakit, penting diketahui adanya penyakit yang pernah diderita seperti ulkus peeptikum atau gastritis kronis yang disebabkan oleh infeksi. H.pylori. pengkajian pengkajian perilaku/ kebiasaan yang mendukung peningkatan risiko penyakit ini, seperti konsumsi alkohol dan tembakau kronis, konsumsi makanan yang diasinkan ( seperti daging bakar atau ikan asin). Perawat juga mengkaji terdapatnya penurunan berat badan selama ada riwayat penyakit tersebut.
            Pengkajian psikososial biasanya didapatkan adanya kecemasan berat setelah pasen mendapat informasi mengenai kondisi kanker lambung. Perawat juga mengkaji pengetahuan pasien tentang program pengobatan kanker; meliputi radiasi, kemoterapi,dan pembedahan gastrektomi. Pengkajian tersebut memberikan inofomasi untuk merencanakan tindakan yang sesuai dengan kondisi pasien.
            Walaupun pemeriksaan fisik tidak banyak membantu untuk menegakkan diagnosis, tetapi pada pemeriksaan gastointestinal akan didapatka adanya anoreksia, penurunan berat badan,pasien terlihat kurus.
            Pengkajian diagnostik yang diperlukan untuk kanker lambung adalah pemeriksaan radiografi, endoskopi biopsi, sitologi, dan laboratorium klinik.
  
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Aktual/ risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kemampuan batuk menurun, nyeri pasca bedah.
Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menuru, nyeri pasca bedah.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam pembedahan gastrektomi, kebersihan jalan napas pasien tetap optimal.
Kriteria evaluasi :
1.      Jalan napas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan napas.
2.      Suara napas normal, tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor.
3.      Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan.
4.      RR dalam batas optimal 12-20 x/menit.
Intervensi
Rasional
Kaji dan monitor jalan napas.
Deteksi awal untuk interpretasi intervensi selanjutnya. Salah satu cara untuk mengetahui apakan pasien bernapas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien, untuk marasan hembusan napas. Gerak toraks dan diafragma tidak selalu menandakan pasien bernapas. 
Beri oksigen 3 liter/ menit.
Pemberian oksigen dilakukan pada fase awal pascabedah. Pemenuhan oksigen dapat  membantu meningkatksn PaO2 di cairan otak, yang akan memengaruhi pengaturan pernapasa.
Instruksikan pasien untuk napas dan melakukan batuk efektif.
Pada pasien pascabedah dengan tingkat toleransi yang baik, pernapasan diafrgma dapat meningkatkan ekspansi paru. Berbagai tindakan dilskuksn untuk memperbesar ekspansi dada dan pertukaran gas.
Sebagai contoh, minta pasien untuk menguap atau melakukan inspirasi maksimal.
Batuk juga didorong untuk melonggarkan sumbatan mucus. Bantu pasien mengatasi ketakutannya bahwa ekskresi  dari batuk dapat menyebabkan insisi bedah akan terbuka.
Bersihkan secret pada jalan napas dan lakukan suctioning apabilan kemampuan mengevakuasi tidak efektif.
Kesulitan bernapas dapat terjadi akibat secret lender yang berlebihan. Mengganti posisi pasien dari satu sisi ke sisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul untuk keluar adri sisi mulut. Jika gigi pasien menutup, mulut dapat dibuka hati-hati secara manual dengan spatel lidah yang di bungkus kassa.
Mucus yang menyumbat atau trakea dihisap dengan ujung pengisap faringeal atau kateter nasal yang dimasukkan ke dalam nasofaring atau orofaring.
Evaluasi dan monitor kebersihan intervensi pembersihan jalan napas.
Apabila tingkat toleransi pasien tidak optimal, lakukan kolaborasi dengan tim medic untuk segera dilakukan terapi endoskopi atau pemasangan tamponade balon. 


2.      Aktual/ risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat.
risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake makanan tidak adekuat
tujuan : setelah 3x24 jam pada pasien non bedah dan setelah 7x24 jam pascabedah asupan nutrisi dapat optimal dilakukan.
Kriteria evaluasi :
1.      Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
2.      Terjadi penurunan gejala refluks esophagus, meliputi odinofagia berkurang, RR dalam batas normal 12-20 x/menit.
3.      Berat badan pada hari ketujuh pascabedah meningkat 0,5 kg.
Intervensi
Rasional
Intervensi non bedah :
1.      Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan seksama.
2.      Evaluasi adanya makanan dan kontraindikasi terhadap makanan.




3.      Sajikan makanan dengan cara yang menarik.
4.      Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa yang disukai pasien ( sesuai indikasi).
5.      Pantau intake atau output , anjurkan untuk timbang berat badan secara periodic ( sekali seminggu).
6.      Lakukan dan anjurkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan sesudah intervensi/ pemeriksaan peroral.

1.      Agar makanan dapat lewat dengan mudah ke lambung.
2.      Beberapa pasien mungkin mengatasi alergi terhadap beberapa komponen makanan tertentu dann beberapa penyakit lain, seperti diabetes mellitus, hipertensi, Gout, dan lainnya memberikan manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang akan diberikan.
3.      Membantu merangsang nafsu makan.

4.      Mempertimbangkan keinginan individu dapat memperbaiki asupan nutrisi.
5.      Berguna mengatur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

6.      Menurunkan rasa tidak enak karena adanya sisa makanan atau bau obat yang dapat merangsang pusat muntah.
Intervensi pascabedah :
1.      Kaji kondisi dan toleransi gastrointestinal pascagastrektomi.



2.      Lakukan perawatan mulit.

3.      Masukkan 10-20 ml cairan sodium klorida setiap sif melalui selang nasogastrik.


4.      Berikan nurtisi cair melalui selang nasogastrik atau atas instruksi medis.



5.      Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis nutrisi yang akan digunakan pasien.


6.      Hindari makan 3 jam sebelum tidur.

1.      Parameter penting adalah dengan melakukan auskultasi bising usus. Apabila didapatkan bising usus artinya fungsi gastrointestinal sudah pulih setelah anestesi umum.
2.      Intervensi ini untuk menurunkan risiko infeksi oral.
3.      Pembersihan ini selain untuk enjaga kepatenan selang nasogastrik juga untuk meningkatkan penyembuhan pada area pascagastrektomi.
4.      Pemberian nutrisi cair dilakukan untuk memenuhi asupan nutrisi melelui gastrointestinal. Pemberian nutrisi melalui nasogastrik harus dikolaborasikan dengan tim medis yang merawat pasien.
5.      Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.
6.      Intervensi untuk mencegah terjadinya refluks.

3.      Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa esophagus, respons pembedahan.
Nyeri b.d. iritasi mukosa lambung, respons pembedahan.
Tujuan : dalam waktu 7 x 24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi :
1.      Secara subjektif mengatakan nyeri berkurang atau teradaptasi.
2.      Skala nyeri 0-2 ( dari skala 0-4).
3.      TTV dalam batas normal, wajah terlihat rileks.  
Intervensi
Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasive.
Pendekatan dengan mengunakan relaksasi dan terapi nonfarmakologi telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. 
Lakukan manajemen nyeri.
1.      Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST.







2.      Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.


3.      Anjurkan teknik relaksasi napas dalam pada saat nyeri muncul.

4.      Anjurkan teknik distraksi pada saat nyeri.

5.      Rawat pasien diruang intensif.









6.      Lakukan manajemen sentuhan.


1.      Pendekatan PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri pasien. Apabila pasien mengalami skala nyeri 3 ( dari skala 0-4) ini merupakan peringatan yang perlu di waspadai karena merupakan manifestasi klinik dari komplikasi pascabedah esofagektomi.
2.      Istirahat, secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk kebutuhan metabolisme basal.
3.      Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia intestinal. 
4.      Distraksi ( pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulasi internal.
5.      Untuk mengontrol nyeri pasien harus dirawat di ruang intensif. Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal. Pembatasan pengunjung membantu meningkatkan kondisi oksigen  ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer.
6.      Manajemen sentuhan pada saat nyeri – berupa sentuhan dukungan psikologis –dapat membantu menurunkan nyeri.
Tingkatkan pengetahuan pasien mengenai sebab-sebab nyeri dan mengembangkan berapa lama nyeri akan berlangsung
Pengetahuan akan membantu mengurangi nyeri dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapi.
Tindakan kolaborasi
Analgetik intravena

Analgetik diberikan untuk membantu menghambat stimulus nyeri ke pusat persepsi nyeri di korteks serebri sehingga nyeri dapat berkurang.

C.    Evaluasi
Kriteria evaluasi yang di harapkan pada pasien kanker lambung setelah mendapat intervensi keperawatan adalah sebagai berikut
1.    Terpenuhinya informasi mengenai pemeriksaan diagnostik, intervensi kemoterapi, radiasi, dan keadaan pembedahan.
2.    Tidak mengalami injuri dan komplikasi pascabedah.
3.    Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.
4.    Terjadi penurunan respons nyeri.
5.    Tidak terjadi infeksi pascabedah.
6.    Kecemasan pasien berkurang. 

BAB IV
PENUTUP
a.         Kesimpulan
Kanker lambung adalah suatu keganasan yang terjadi di lambung, sebagian besar adalalah dari jenis adenokarsinoma. Jenis kanker lambung lainnya adalah lelomiosarkoma ( kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut. Kurang dari 25% kanker tertentu terjadi pada orang di bawah usia 50 tahun ( Osteen, 2003).
Prognosis dan Stadium :
                 Prognosis kanker lambung disesuaikan dengan stadiumnya. Penilaian untuk menentukan stadium kanker lambung dilakukan dengan menggunakan sistem TNM yang telah disepakati (Hassan,2009).
Etiologi dan faktor resiko:
Konsumsi tinggi makanan yang di asinkan dan diasap atau makanan terkontaminasi dengan aflatoksin telah dikaitkan dengan peningkatan insiden kanker lambung. Factor resiko pekerjaan juga dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi pada kanker lambung. Pekerja pada tambang batu bara, pabrik, perkebunan, pemprosesan karet, kayu, dan asbes semua telah menunjukkan insiden lebih tinngi dari normal.

b.       Saran
Makalah yang telah disusun ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu diharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi sempurnanya makalah ini. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar