BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Di era serba cepat seperti saat ini
tidak sulit bagi setiap orang untuk memenuhi keinginannya dalam waktu yang
relative singkat. Begitu juga dalam hal memilih makanan, hampir sebagian
masyarakat lebih memilih mengkonsumsi makanan cepat saji yang mereka sendiri
tidak tahu bahan apa saja yang digunakan untuk mengolah makanan tersebut
dibandingkan mengolah bahan makanan sendiri dirumah. Dengan alasan lebih mudah
dan efisien. Namun dibalik rasa nikmat yang dirasakan, mereka tidak tahu bahaya
apa yang akan terjadi jika mereka mengkonsumsi makanan tersebut dalam jangka
panjang. Berbagai penyakit bisa saja mereka derita akibat mengkonsumsi makanan
cepat saji yang menjadi pilihan mereka. Salah satu penyakit yang mungkin timbul
akibat mengkonsumsi berbagai makanan cepat saji dalam jangka panjang adalah
kanker. Sebagian manusia terkadang mengabaikan suatu gejala penyakit yang
timbul dalam dirinya, sehingga penyakit tersebut baru diketahui ketika telah
mencapai stadium lanjut. Salah satu contoh kanker akibat kebiasaan buruk ini
adalah kanker lambung dimana kanker lambung ini merupakan suatu bentuk
neoplasma maligna gastrointestinal.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas timbul permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar penyakit Ca Lambung?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan untuk penyakit Ca lambung?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit Ca lambung.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan untuk penyakit Ca lambung.
Berdasarkan latar belakang di atas timbul permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar penyakit Ca Lambung?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan untuk penyakit Ca lambung?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit Ca lambung.
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan untuk penyakit Ca lambung.
BAB
II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Kanker
lambung adalah suatu keganasan yang terjadi di lambung, sebagian besar
adalalah dari jenis adenokarsinoma. Jenis kanker lambung lainnya adalah
lelomiosarkoma ( kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering
terjadi pada usia lanjut. Kurang dari 25% kanker tertentu terjadi pada orang di
bawah usia 50 tahun ( Osteen, 2003). Kanker lambungpada pria merupakan
keganasan terbanyak ketiga setelah kanker paru dan kanker kolorektal, sedangkan
pada wanita merupakan peringkat keempat setelah kanker payudara, kanker
serviks, dan kenker kolorektal ( Christin, 1999).
Secara umum kanker lambung lebih sering terjadi pada laki-laki dengan
perbandingan 2:1 pada kanker kardia lambung, insidensi pada laki-laki tujuh
kali lebih banyak dari wanita. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia
50-70 tahun sekitar 5% oasien kanker lambung berusia kurang dari 30 tahun dan
1% kurang dari 30 tahun (Neugut, 1996).
B. Prognosis
dan Stadium
Prognosis
kanker lambung disesuaikan dengan stadiumnya. Penilaian untuk menentukan
stadium kanker lambung dilakukan dengan menggunakan sistem TNM yang telah
disepakati (Hassan,2009). Tabel 6.2 menggambarkan stadium patologis dari kanker
lambung dengan menggunakan penilaian sistem TNM.
Tumor Primer
(T)
|
Kelenjar Getah Bening (KGB)
Regional (N)
|
Metastasis Jauh
(M)
|
|||
Tis
|
Carcinoma in situ tumor
intraepitel
|
N0
|
Kelenjar getah bening regional
tidak terlibat.
|
M0
|
Tidak ada metastasis jauh.
|
T1
|
Ekstensi tumor ke submukosa
|
N1
|
Metastasis pada 1-6 nodus limfe
regional.
|
M1
|
Ada metastasis jauh.
|
T2
|
Ekstensi tumor ke propia muscular
dan serosa.
|
N2
|
Metastasis pada lobus 7-15 nodus
limfe regional.
|
|
|
T3
|
Penetrasi ke serosa
|
N3
|
Metastasis pada >15 nodus
limfe regional.
|
||
T4
|
Invasi ke struktur sekitar.
|
|
Pengelompokan stadium dan prediksi
bertahan hidup.
Stadium
|
TNM
|
Bertahan hidup setelah 5 tahun
|
||
Stadium 1
|
T1
|
N0
|
M0
|
85%
|
Stadium II
|
T1
|
N2
|
M0
|
65%
|
T2
|
N1
|
M0
|
||
T3
|
N0
|
M0
|
||
Stadium IIIa
|
T2
|
N2
|
M0
|
35%
|
T3
|
N1
|
M0
|
||
T4
|
N0
|
M0
|
||
Stadium IIIb
|
T3
|
N2
|
M0
|
35%
|
Stadium IV
|
T4
|
N 1-3
|
M0
|
5%
|
Setiap T
|
N3
|
M0
|
||
Setiap T
|
Setiap N
|
M1
|
C. Etiologi
dan Patogenesis
Penyebab pasti
dari kanker lambung belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor
predisposisi yang bisa meningkatkan perkembangan kanker lambung, meliputi
hal-hal sebagai berikut.
1. Konsumsi makanan yang
diasinkan, diasap, atau yang diawetkan. Beberapa studi menjelaskan intake diet
dari makanan yang diasinkan menjadi faktor utama peningkatan kanker lambung.
Kandungan garam yang masuk ke dalam lambung akn memperlambat pengosongan
lambung sehingga memfasilitasi konversi golongan nitrat menjadi carcinogenic
nitrosamines di dalam lambung. Gabungan kondisi terlambatnya pengosongan asam
lambung dan peningkatan komposisi nitrosamines di dalam lambung memberikan
konstribusi terbentuknya kanker lambung (Yarbro,2005).
2. Infeksi H.pylori adalah bakteri
penyebab lebih dari 90% ulkus doudenum dan 80% tukak lambung (Fuccio,2007).
Bakteri ini menempel di permukaan dalam tukak lambung melalui interaksi antara
membran bakteri lektin dan oligosakarida spesifik dari glikoprotein membran
sel-sel epitel lambung (Fuccio, 2009). Mekanisme utama bakteri ini dalam
menginisiasi pembentukan luka adalah melalui produksi racun VacA. Racun VacA
bekerja dalam menghancurkan keutuhan sel-sel tepi lambung melalui berbagai
cara; di antaranya melalui pengubahan fungsi endolisosom, peningkatan
permeabilitas sel, pembentukan pori dalam membran plasma, atau apoptosis
(pengaktifan bunuh diri sel). Pada beberapa individu, H. pyLori juga
menginfeksi bagian badan lambug. Bila kondisi ini sering terjadi, maka akan
menghasilkan peradangan yang lebih luas yang tidak hanya mempengaruhi ulkus di daerah
badan lambung, tetapi juga meningkatkan risiko kanker lambung. Peradangan di
lendir lambung juga merupakan faktor risiko tipe khusus tumor limfa (lymphatic
neoplasm) di lambung, atau disebut dengan limfoma MALT (Mucosa Associated
Lymphoid Tissue). Infeksi H. pylori berperan penting dalam menjaga kelangsungan
tumor dengan menyebabkan dinding atrofi dan perubahan metaplastik pada dinding
lambung (Santacroce,2008).
3. Sosioekonomi.
Kondisi
sosioekonomi yang rendah dilaporkan meningkatkan risiko kanker lambung, namun
tidak spesifik. Menurut hadil penelitian di Amerika Serikat, kondisi
sosioekonomi yang rendah dihubungkan dengan faktor-faktor asupan diet, kondisi
lingkungan miskin dengan sanitasi buruk. Berbagai kondisi tersebut
memfasilitasi transmisi infeksi H. pylori yang menjadi predisposisi penting
peningkatan terjadinya kanker lambug (Yarbro, 2005).
4. Menginsumsi rokok dan alkohol.
Pasien dengan
konsumsi rokok lebih dari 30 batang sehari dan dikimbinasi dengan konsumsi
alkohol kronik akan meningkat risiko kanker lambung (Gonzalez, 2003).
5. NSAIDs.
Inflamasi polip lambung bisa terjadi pada
pasien yang mengonsumsi NSAIDs dalam jangka waktu yang lama dan hal ini ( polip
lambung) dapat menjadi prekursor kanker lambung. Kondisi polip lambung berulang
akan meningkatkan risiko kanker lambung ( Houghton, 2006).
6. Faktor genetik.
Sekitar 10% pasien yang mengalami kanker
lambung memiliki hubunga genetik. Walaupun masih belum sepenuhnya dipahami,
tetepi adanya mutasi dari gen E-cadherin terdeteksi pada 50% tipe kanker
lambung. Adaya riwayat keluarga amenia pernisosa dan polip adenomatus juga
dihunbungkan dengan kondisi genetik pada kanker lambung ( Bresciani, 2003).
7. Anemia Pernisiosa.
Kondisi ini
nerupakan penyakit kronis dengan kegagalan absorpsi kobalamin ( vitamin B12),
disebabkan oleh kurangnya faktor instrinsik sekresi lambung. Kombinasi anemia
pernisiosa dengan infeksi H.pylori memberikan konstribusi penting terbentuknya
tumorigenesis pada dinding lambung (Santacroce, 2008).
D. Patofisiologi
Sekitar 95% kanker lambung adalah jenis adenokarsinoma, dan 5%- nya bisa berupa
limfoma, leimiosarkoma, karsinoid, atau sarkoma. Menurut Fuccio. 2009,
adenokarsinoma lambung terdiri atas dua tipe, yaitu tipe intestinal ( tipe
struktur glandular) dan tipe difus ( tipe infiltratif pada dinding lambung).
Dengan adanya kanker lambung, lesi tersebut akan menginvasi muskulatis propia
dan akan melakukan metastasis pada kelenjar getah bening regiaonal. Lesi pada
kanker lambung memberikan berbagai macam keluhan yang timbul, gangguan dapat
diradakan pada pasien biasanya jika sudah pada fase orogesif, dimana berbagai
kondisi akan muncul seperti dispepsia, anoreksis, penurunnan BB , nyeri
abdomen, konstipasi, anemia, mual serta muntah. Kondisi ini akan memberikan
berbagai masalah keperawatan.
E. Klasifikasi Kanker Lambung
Early gastric
cancer (tumor ganas lambung dini). Berdasarkan hasil pemeriksaan radiolog dapat
dibagi atas:
1. Tipe I
(pritrured type)
Tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas
pada mukosa dan sub mukosa yang berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler
permukaan tidak rata, perdarahan dengan atau tanpa ulserasi.
2. Tipe II
(superficial type)
Dapat dibagi atas 3 sub tipe.
a. Tipe
II.a. (Elevated type)
Tampaknya sedikit elevasi mukosa
lambung.Hampir seperti tipe I, terdapat sedikit elevasi dan lebih meluas dan
melebar.
b. Tipe
II.b. (Flat type)
Tidak terlihat elevasi atau depresi
pada mukosa dan hanya terlihat perubahan pada warna mukosa.
c. Tipe
II.c. (Depressed type)
Didapatkan permukaan yang iregular
dan pinggir tidak rata (iregular) hiperemik / perdarahan.
3. Tipe III.
(Excavated type)
Menyerupai Bormann II (tumor ganas
lanjut) dan sering disertai kombinasi seperti tipe II c dan tipe III atau tipe
III dan tipe II c, dan tipe II a dan tipe II c.
Advanced gastric cancer (tumor
ganas lanjut). Menurut klasifikasi Bormann dapat dibagi atas :
1. Bormann
I.
Bentuknya berupa polipoid karsinoma
yang sering juga disebut sebagai fungating dan mukosa di sekitar tumor atropik
dan iregular.
2. Bormann
II
Merupakan Non Infiltrating
Carsinomatous Ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa sekitarnya menonjol dan
disertai nodular.Dasar ulkus terlihat nekrotik dengan warna kecoklatan, keabuan
dan merah kehitaman.Mukosa sekitar ulkus tampak sangat hiperemik.
3. Bormann
III.
Berupa infiltrating Carsinomatous
type, tidak terlihat bats tegas pada dinding dan infiltrasi difus pada seluruh
mukosa.
4. Bormann
IV
Berupa bentuk diffuse Infiltrating
type, tidak terlihat batas tegas pada dinding dan infiltrasi difus pada seluruh
mukosa.
F. Manifestasi klinis Kanker
Lambung
Gejala awal dari kanker lambung
sering tidak pasti karena kebanyakan tumor ini dikurvatura kecil, yang hanya
sedikit menyebabkan ganguan fungsi lambung.Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa gejala awal seperti nyeri yang hilang dengan antasida dapat
menyerupai gejala pada pasien ulkus benigna.Gejala penyakit progresif dapat
meliputi tidak dapat makan, anoreksia, dyspepsia, penurunan BB, nyeri abdomen,
konstipasi, anemia dan mual serta muntah (Harnawati, 200, KMB).
Gejala klinis yang ditemui antara
lain(Davey, 2005):
a. Anemia,
perdarahan samar saluran pencernaan dan mengakibakan defisiensi Fe mungkin
merupakan keluhan utama karsinoma gaster yang paling umum.
b. Penurunan
berat badan, sering dijumpai dan menggambarkan penyakit metastasis lanjut.
c. Muntah,
merupakan indikasi akan terjadinya (impending) obstruksi aliran keluar
lambung.
d. Disfagia
e. Nausea
f. Kelemahan
g. Hematemesis
h. Regurgitasi
i. Mudah
kenyang
j. Asites
perut membesar
k. Kram
abdomen
l. Darah
yang nyata atau samar dalam tinja
m. Pasien mengeluh rasa
tidak enak pada perut terutama sehabis makan
G. Gambaran
Klinis Kanker Lambung
Gejalanya samar
dan telah ada selama beberapa bulan.
Meliputi :
1. Tidak
dapat mencerna
2. Ketidaknyamanan
epigastrik
3. Ras
penuh setelah makan
4. Nyeri
punggung
5. Muntah
setelah makan
6. Cepat
kenyang
7. Malaise
8. Kehilangan
nafsu makan
9. Disfagia
10. Hematemesis
H. Pemeriksaan Diagnostik
Dengan bubur barium, akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian besar
kasus, dimana akan terlihat tumor dengan permukaan yang erosive dan kasar pada
bagian lambung.
CT Scan. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai evaluasi praoperatif dan untuk
melihat stadium dengan system TNM dan penyebaran ekstra lambung, yang penting
untuk penentuan intervensi bedah radikal dan pemberian informasi prabedah pada pada
pasien.
Endoskopi dan Biopsi
Pemeriksaan Endoskopi dan Biopsi
sangat penting untuk mendiagnosa karsinoma lambung terutama untuk membedakan
antara karsinoma epidermal dan karsinoma lambung.
Pemeriksaan
sitologi
Pemeriksaan sitologi pada gaster
dilakukan melalui sitologi brushing. Pada keadaan normal, tampak kelompok
sel-sel epitel superfisial yang reguler
memben tuk gambaran seperti honey
comb. Sel-sel ini mempunyai inti yang bulat dengan kromatin inti yang tersebar
merata(Lumongga, 2008).
Pada keadaan gastritis, sel tampak
lebih kuboidal dengan sitoplasma yang sedikit dan inti sedikit membesar.Pada
karsinoma, sel-sel menjadi tersebar ataupun sedikit berkelompok yang irreguler,
inti sel membesarn hiperkromatin dan mempunyai anak inti yang multipel atau
pun giant nukleus (Lumongga, 2008).
Pemeriksaan
sitologi brushing ini jika dilakukan dengan benar, mempunyai nilai
keakuratan sampai 85% tetapi bila pemeriksaan ini dilanjutkan dengan biopsi
lambung maka nilai keakuratannya dapat mencapai 96% (Lumongga, 2008).
Pemeriksaan
makroskopis
Secara makroskopis ukuran karsinoma
dini pada lambung ini terbagi atas dua golongan, yaitu tumor dengan ukuran <
5 mm, disebut denganminute dan tumor dengan ukuran 6 – 10 mm disebut
dengan small(Lumongga, 2008).
Lokasi tumor pada karsinoma lambung
ini adalah pylorus dan antrum (50-60%), curvatura minor (40%), cardia (25%),
curvatura mayor (12%).Paling banyak terjadi karsinoma lambung pada daerah
daerah curvatura minor bagian antropyloric (Lumongga, 2008).
Pemeriksaan
laboratorium (Hamsafir, 2010)
Anemia (30%) dan tes darah positif
pada feses dapat ditemukan akibat perlukaan pada dinding lambung.LED
meningkat.Fractional test meal à ada aklorhidria pada 2/3 kasus kanker
lambung.Elektrolit darah dan tes fungsi hati àkemungkinan metastase ke hati.
I. Komplikasi Kanker Lambung
a. Perforasi
Dapat terjadi perforasi akuta dan
perforasi kronika
1. Perforasi
akut
AIRD 1935 menjumpai 35 penderita
demean perforasi akut yang terbuka dari karsinoma ventrikuli. Yang sering
terjadi perfirasi yaitu: tipe ulserasi dari kanker yang letaknya di kurvatura
minor, diantrium dekat pylorus. Biasanya mempunyai gejala-gejala yang mirip
demean perforasi dari ulkus peptikum. Perforasi ini sering dijumpai pada pria
(Hadi, 2002).
2. Perforasi
kronika
Perforasi yang terjadi sering
tertutup oleh jaringan didekatnya, misalnya oleh omentum atau bersifat
penetrasi.Biasanya lebih jarang dijumpai jika dibandingkan dengan komplikasi
dari ulkus benigna.Penetrasi mungkin dijumpai antara lapisan omentun
gastrohepatik atau dilapisan bawah dari hati.Yang sering terjadi yaitu
perforasi dan tertutup oleh pancreas. Dengan terjadinya penetrasi maka akan
terbentuk suatu fistul, misalnya gastrohepatik, gastroenterik dan gastrokolik
fistula (Hadi, 2002).
b. Hematemesis
Hematemesis yang masif dan melena
terjadi ± 5 % dari karsinoma ventrikuli yang gejala-gejalanya mirip seperti
pada perdarahan massif maka banyak darah yang hilang sehingga timbullah anemia
hipokromik(Hadi, 2002).
c. Obstruksi
Dapat terjadi pada bagian bawah
lambung dekat daerah pilorus yang disertai keluhan muntah-muntah (Hadi, 2002).
d. Adhesi
Jika tumor mengenai dinding lambung
dapat terjadi perlengketan dan infiltrasi dengan organ sekitarnya dan
menimbulkan keluhan nyeri perut (Hadi, 2002)
J.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis disesuaikan dengan penentuan stadium (staging) dan
pengelompokan stadium tumor. Intervensi yang lazim dilakukan adalah tindakan
endoskopi, kemoterapi, radioterapi, dan intervensi bedah.
Pada polip lambung jinak, diangkat dengan menggunakan endoskopi. Bila karsinoma
ditemukan di lambung, pembedahan biasanya dilakukan untuk mencoba
menyembuhkannya. Sebagian besar atau semua lambung di angkat (gastrektomi) dan
kelenjar getah bening di dekatnya juga ikut diangkat. Bila karsinoma telah
menyebar diluar lambung, tujuan pengobatan yang dilakukan adalah untuk
mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien. Kemoterapi dan terapi
penyinaran bisa meringankan gejala. Didapatkan hasil kemoterapi dan terapi
penyinaran pada limfoma lebih baik pada karsinoma. Beberapa pasien dengan
tingkat toleransi yang lebih baik akan bertahan hidup lebih lama bahkan bisa
sembuh total.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian akan didapatkan sesuai stadium kanker lambung. Keluhan anoreksia
terjadi pada hampir semua pasien yang mengalami kanker lambung. Keluhan
gastrilointestinal yang lazim biasanya adalah nyeri epigastrium, berat badan
menurun dengan cepat, melena,dan anemia; pada kondisi ini biasanya sudah ada
metastasis dalam kelenjar getah bening, regional, paru, otak, tulang,dan
ovarium.
Pada pengkajian riwayat penyakit, penting diketahui adanya penyakit yang pernah
diderita seperti ulkus peeptikum atau gastritis kronis yang disebabkan oleh
infeksi. H.pylori. pengkajian pengkajian perilaku/ kebiasaan yang mendukung
peningkatan risiko penyakit ini, seperti konsumsi alkohol dan tembakau kronis,
konsumsi makanan yang diasinkan ( seperti daging bakar atau ikan asin). Perawat
juga mengkaji terdapatnya penurunan berat badan selama ada riwayat penyakit
tersebut.
Pengkajian psikososial biasanya didapatkan adanya kecemasan berat setelah pasen
mendapat informasi mengenai kondisi kanker lambung. Perawat juga mengkaji
pengetahuan pasien tentang program pengobatan kanker; meliputi radiasi,
kemoterapi,dan pembedahan gastrektomi. Pengkajian tersebut memberikan inofomasi
untuk merencanakan tindakan yang sesuai dengan kondisi pasien.
Walaupun pemeriksaan fisik tidak banyak membantu untuk menegakkan diagnosis,
tetapi pada pemeriksaan gastointestinal akan didapatka adanya anoreksia,
penurunan berat badan,pasien terlihat kurus.
Pengkajian diagnostik yang diperlukan untuk kanker lambung adalah pemeriksaan
radiografi, endoskopi biopsi, sitologi, dan laboratorium klinik.
B. Diagnosa
Keperawatan
1. Aktual/
risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kemampuan batuk
menurun, nyeri pasca bedah.
Aktual/risiko ketidakefektifan
bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menuru, nyeri pasca bedah.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam
pembedahan gastrektomi, kebersihan jalan napas pasien tetap optimal.
Kriteria evaluasi :
1. Jalan
napas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan napas.
2. Suara
napas normal, tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor.
3. Tidak
ada penggunaan otot bantu pernapasan.
4. RR
dalam batas optimal 12-20 x/menit.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji dan monitor jalan napas.
|
Deteksi awal untuk interpretasi
intervensi selanjutnya. Salah satu cara untuk mengetahui apakan pasien
bernapas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak tangan di atas hidung
dan mulut pasien, untuk marasan hembusan napas. Gerak toraks dan diafragma
tidak selalu menandakan pasien bernapas.
|
Beri oksigen 3 liter/ menit.
|
Pemberian oksigen dilakukan pada
fase awal pascabedah. Pemenuhan oksigen dapat membantu meningkatksn
PaO2 di cairan otak, yang akan memengaruhi pengaturan pernapasa.
|
Instruksikan pasien untuk napas
dan melakukan batuk efektif.
|
Pada pasien pascabedah dengan
tingkat toleransi yang baik, pernapasan diafrgma dapat meningkatkan ekspansi
paru. Berbagai tindakan dilskuksn untuk memperbesar ekspansi dada dan
pertukaran gas.
Sebagai contoh, minta pasien untuk
menguap atau melakukan inspirasi maksimal.
Batuk juga didorong untuk
melonggarkan sumbatan mucus. Bantu pasien mengatasi ketakutannya bahwa
ekskresi dari batuk dapat menyebabkan insisi bedah akan terbuka.
|
Bersihkan secret pada jalan napas
dan lakukan suctioning apabilan kemampuan mengevakuasi tidak
efektif.
|
Kesulitan bernapas dapat terjadi
akibat secret lender yang berlebihan. Mengganti posisi pasien dari satu sisi
ke sisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul untuk keluar adri sisi
mulut. Jika gigi pasien menutup, mulut dapat dibuka hati-hati secara manual
dengan spatel lidah yang di bungkus kassa.
Mucus yang menyumbat atau trakea
dihisap dengan ujung pengisap faringeal atau kateter nasal yang dimasukkan ke
dalam nasofaring atau orofaring.
|
Evaluasi dan monitor kebersihan
intervensi pembersihan jalan napas.
|
Apabila tingkat toleransi pasien
tidak optimal, lakukan kolaborasi dengan tim medic untuk segera dilakukan
terapi endoskopi atau pemasangan tamponade balon.
|
2. Aktual/
risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat.
risiko tinggi ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake makanan tidak adekuat
tujuan : setelah 3x24 jam pada
pasien non bedah dan setelah 7x24 jam pascabedah asupan nutrisi dapat optimal
dilakukan.
Kriteria evaluasi :
1. Pasien
dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
2. Terjadi
penurunan gejala refluks esophagus, meliputi odinofagia berkurang, RR dalam
batas normal 12-20 x/menit.
3. Berat
badan pada hari ketujuh pascabedah meningkat 0,5 kg.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Intervensi non bedah :
1. Anjurkan
pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan seksama.
2. Evaluasi
adanya makanan dan kontraindikasi terhadap makanan.
3. Sajikan
makanan dengan cara yang menarik.
4. Fasilitasi
pasien memperoleh diet biasa yang disukai pasien ( sesuai indikasi).
5. Pantau
intake atau output , anjurkan untuk timbang berat badan secara periodic (
sekali seminggu).
6. Lakukan
dan anjurkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan
sesudah intervensi/ pemeriksaan peroral.
|
1. Agar
makanan dapat lewat dengan mudah ke lambung.
2. Beberapa
pasien mungkin mengatasi alergi terhadap beberapa komponen makanan tertentu
dann beberapa penyakit lain, seperti diabetes mellitus, hipertensi, Gout, dan
lainnya memberikan manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang akan
diberikan.
3. Membantu
merangsang nafsu makan.
4. Mempertimbangkan
keinginan individu dapat memperbaiki asupan nutrisi.
5. Berguna
mengatur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
6. Menurunkan
rasa tidak enak karena adanya sisa makanan atau bau obat yang dapat
merangsang pusat muntah.
|
Intervensi pascabedah :
1. Kaji
kondisi dan toleransi gastrointestinal pascagastrektomi.
2. Lakukan
perawatan mulit.
3. Masukkan
10-20 ml cairan sodium klorida setiap sif melalui selang nasogastrik.
4. Berikan
nurtisi cair melalui selang nasogastrik atau atas instruksi medis.
5. Kolaborasi
dengan ahli gizi mengenai jenis nutrisi yang akan digunakan pasien.
6. Hindari
makan 3 jam sebelum tidur.
|
1. Parameter
penting adalah dengan melakukan auskultasi bising usus. Apabila didapatkan
bising usus artinya fungsi gastrointestinal sudah pulih setelah anestesi
umum.
2. Intervensi
ini untuk menurunkan risiko infeksi oral.
3. Pembersihan
ini selain untuk enjaga kepatenan selang nasogastrik juga untuk meningkatkan
penyembuhan pada area pascagastrektomi.
4. Pemberian
nutrisi cair dilakukan untuk memenuhi asupan nutrisi melelui
gastrointestinal. Pemberian nutrisi melalui nasogastrik harus dikolaborasikan
dengan tim medis yang merawat pasien.
5. Ahli
gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan
diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.
6. Intervensi
untuk mencegah terjadinya refluks.
|
3. Nyeri
berhubungan dengan iritasi mukosa esophagus, respons pembedahan.
Nyeri b.d. iritasi mukosa
lambung, respons pembedahan.
Tujuan : dalam waktu 7 x 24 jam
pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi :
1. Secara
subjektif mengatakan nyeri berkurang atau teradaptasi.
2. Skala
nyeri 0-2 ( dari skala 0-4).
3. TTV
dalam batas normal, wajah terlihat rileks.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Jelaskan dan bantu pasien dengan
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasive.
|
Pendekatan dengan mengunakan
relaksasi dan terapi nonfarmakologi telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
|
Lakukan manajemen nyeri.
1. Kaji
nyeri dengan pendekatan PQRST.
2. Istirahatkan
pasien pada saat nyeri muncul.
3. Anjurkan
teknik relaksasi napas dalam pada saat nyeri muncul.
4. Anjurkan
teknik distraksi pada saat nyeri.
5. Rawat
pasien diruang intensif.
6. Lakukan
manajemen sentuhan.
|
1. Pendekatan
PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri pasien. Apabila pasien
mengalami skala nyeri 3 ( dari skala 0-4) ini merupakan peringatan yang perlu
di waspadai karena merupakan manifestasi klinik dari komplikasi pascabedah
esofagektomi.
2. Istirahat,
secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
kebutuhan metabolisme basal.
3. Meningkatkan
asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
intestinal.
4. Distraksi
( pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulasi internal.
5. Untuk
mengontrol nyeri pasien harus dirawat di ruang intensif. Lingkungan tenang
akan menurunkan stimulus nyeri eksternal. Pembatasan pengunjung membantu
meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak
pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan
oksigen jaringan perifer.
6. Manajemen
sentuhan pada saat nyeri – berupa sentuhan dukungan psikologis –dapat
membantu menurunkan nyeri.
|
Tingkatkan pengetahuan pasien
mengenai sebab-sebab nyeri dan mengembangkan berapa lama nyeri akan
berlangsung
|
Pengetahuan akan membantu
mengurangi nyeri dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
rencana terapi.
|
Tindakan kolaborasi
Analgetik intravena
|
Analgetik diberikan untuk
membantu menghambat stimulus nyeri ke pusat persepsi nyeri di korteks serebri
sehingga nyeri dapat berkurang.
|
C. Evaluasi
Kriteria evaluasi yang di harapkan
pada pasien kanker lambung setelah mendapat intervensi keperawatan adalah
sebagai berikut
1. Terpenuhinya
informasi mengenai pemeriksaan diagnostik, intervensi kemoterapi, radiasi, dan
keadaan pembedahan.
2. Tidak
mengalami injuri dan komplikasi pascabedah.
3. Pasien
tidak mengalami penurunan berat badan.
4. Terjadi
penurunan respons nyeri.
5. Tidak
terjadi infeksi pascabedah.
6. Kecemasan
pasien berkurang.
BAB
IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
Kanker lambung
adalah suatu keganasan yang terjadi di lambung, sebagian besar adalalah dari
jenis adenokarsinoma. Jenis kanker lambung lainnya adalah lelomiosarkoma (
kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia
lanjut. Kurang dari 25% kanker tertentu terjadi pada orang di bawah usia 50
tahun ( Osteen, 2003).
Prognosis dan Stadium :
Prognosis
kanker lambung disesuaikan dengan stadiumnya. Penilaian untuk menentukan
stadium kanker lambung dilakukan dengan menggunakan sistem TNM yang telah
disepakati (Hassan,2009).
Etiologi dan faktor resiko:
Konsumsi tinggi makanan yang di
asinkan dan diasap atau makanan terkontaminasi dengan aflatoksin telah
dikaitkan dengan peningkatan insiden kanker lambung. Factor resiko pekerjaan
juga dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi pada kanker lambung. Pekerja
pada tambang batu bara, pabrik, perkebunan, pemprosesan karet, kayu, dan asbes
semua telah menunjukkan insiden lebih tinngi dari normal.
b. Saran
Makalah
yang telah disusun ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu diharapkan saran
dan kritik yang membangun dari para pembaca demi sempurnanya makalah ini.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar