Kamis, 07 Mei 2015

Asuhan Keperawatan Pasien Efusi Pleura



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya.
Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit akan tetapi merupakan suatu tanda adanya penyakit. Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5 – 20 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya gesekan antara kedua pleura saat bernafas. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah tubercolusis, infeksi paru nontubercolusis, sirosis hati, gagal jantung kongesif.
Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus Efusi Pleura per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita Efusi Pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri. Sementara di Negara berkembang seperti Indonesia, diakibatkan oleh infeksi tubercolusis.
Menurut  catatan medik rumah sakit dokter kariadi Semarang jumlah pravalensi penderita efusi pleura bertambah setiap tahunnya yaitu terdapat 133 penderita pada tahun 2001(medical record rsdk dr.kariadi 2002).Sedangkan menurut Berdasarkan data Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawatiselama 3 bulan terakhir (Mei – Juli 2011) di Lantai IV Selatan Ruang  IRNA B Gedung Teratai Rumah Sakit Umum Pusat  Fatmawati Jakarta didapatkan pasien yang dirawat dengan Efusi Pleura sebanyak 20 kasus ( 3,61 % ) dari  544 kasus penyakit yang ditemukan. Dan berdasarkan Depkes RI ( 2006 ), kasus Efusi Pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya
Tingginya angka kejadian Efusi Pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka kematian akibat Efusi Pleura masih sering ditemukan faktor resiko terjadinya Efusi Pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya masyarakat tentang pengetahuan kesehatan.

B.     Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui defenisi efusi pleura
Untuk mengetahui etiologi efusi pleura
Untuk mengetahui manifestasi klinis efusi pleura
Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi efusi pleura
Untuk mengetahui klasifikasi efusi pleura
Untuk mengetahui patofisiologi efusi pleura
Untuk mengetahui woc efusi pleura
Untuk mengetahui penatalaksanaan efusi pleura
Untuk mengetahui komplikasi efusi pleura
Agar mahasiswa mengetahui Askep efusi pleura 

BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.       DEFINISI
  Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat mengancam jiwa penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003)
  Efusi pleura adalah jumlah cairan non purulen yang berlebihan dalam rongga pleural, antara lapisan visceral dan parietal (Mansjoer Arif, 2001).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal. Merupakan proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Brunner and Suddarth,2001)
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura. Selain itu,dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah. Efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang mengancam jiwa penderita.

B.       ETIOLOGI
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. DiIndonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan pada rongga pleura sedikitnya disebabkan oleh satu dari 4 mekanisme dasar:
-          Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
-          Penurunan tekanan osmotik koloid darah
-          Peningkatan tekanan negatif intrapleural
-          Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
  1. Virus dan mikoplasma
Insidennya agak jarang,bila terjadi jumlahnya tidak banyak.
Contoh : echo virus,riketsa,mikoplasma,clamydia
  1. Bakteri piogenik
Bakteri berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen.
Contoh : aerob: streptokokus pneumonia,S. Mileri, S. Aureus,hemopillus,klebsiella. Anaerob: bakteroides seperti peptostreptococcus,fusobacterium
  1. TB
Terjadi karena komplikasi TB paru melalui fokus sub pleura yang robek atau melalui aliran atau ksrens robeknya perkijuan ke arah saluran limfe yang menuju fleura
d.   Fungi
Sangat jarang  terjadi. Biasanya karena perjalanan infeksi fungi dari jaringan paru.
Contoh:aktinomikosis,koksidomikosis,aspergilus,kriptokokus,histoplasmosis,
e.    Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke pleura hanya amoeba.amoeba masuk dalam bentuk tropozoid setelah melewati parenkim hati menembus diafragma terus ke rongga pleura.efusi terjadi karena amoeba menimbulkan peradangan
f.    Kelainan intra abdominal
Contoh:pankreatitis,pseudokista pankreas atau eksaserbasi akut,pankreastitis kronik,abses ginjal dll
g.   Penyakit kolagen
Contoh lupuseritematosus sistemik(SLE),akritis rematoid( RA)skleroderma
h.      Gangguan sirkulasi
Contoh gangguan cv(payah jantung)emboli pulmonal,hipoalbuminemia .
i.    Neoplasma
Gejala paling khas adalah jumlah cairan efusi sangat banyak dan selalu berakumulasi kembali dengan cepat
  1. Sebab sebab lain
Seperti trauma(truma tumpul,laserasi,luka tusuk)uremia,miksedema,limfedema,reaksi hipersensitif terhadap obat ,efusi pleura idiopatik.

C.        MANIFESTASI KLINIS
Tergantung pada penyakit dasarnya :
∞ Sesak napas
∞ Rasa berat pada dada
∞ Bising jantung
∞ Lemas yang progresif
∞ BB menurun
∞ Batuk yang kadang-kadang berdarah pada perokok
∞ Demam subfebril
∞ Demam menggigil
∞ Asites
∞ Asites dengan tumor dipelvis

Manifestasi klinis yang menurut ( Tierney, 2002 dan Tucker 1998 ) adalah
1.      Sesak nafas
2.      Nyeri dada
3.      Kesulitan bernafas
4.      Peningkatan suhu tubuh jika terjadi infeksi
5.      Keletihan
6.      Batuk

Manifestasi klinis menurut Suzanne & Brenda, 2002  yang dapat ditemukan pada Efusi Pleura adalah
a.       Demam
b.       Menggigil
c.       Nyeri dada pleuritis
d.       Dispnea
e.       Batuk  Suara nafas ronchi

Manifestasi klinis menurut Irman Somantri, 2008
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimpomatik, timbul gejala sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik. Ketika efusi sudah membesae dan menyebar kemungkinan timbul dispenea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan nafas sesak. Tanda fisik meliputi deviasi trakea menjauhi sisi yang terkena, dullness pada perkusi dan penurunan bunyi pernafasan pada sisi yang terkena.

D.                      ANATOMI FISIOLOGI
  1. Anatomi
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru(pulmo). Dimana antara pleura yang membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum. Pleura dari interna ke ekstra terbagi atas 2 bagian:
Ø  Pleura Viscelaris/Pulmonalis yaitu pleura yang langsung melekat pada permukaan pulmo
Ø  Pleura Parietalis: Bagian pleura yang berbatasan dengan dinding thorax.
Kedua lapisan pleura ini saling berhubungan pada hilius pulmonis sabagi lig.pulmonalis (pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cavum pleura. Dimana didalam cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi agar tidak terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernapasan.

Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas:
Ø  Cupula Pleura (Pleura Cervicalis) : Merupakan pleura parietalis yang terletak atas costa I namun tidak melebihi dari collum costae nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial os. Clavicula
Ø  Pleura Parietalis pars Costalis : Pleura yang menghadap ke permukaan dalam costalis cartilage costae,SIC/ICS,pinggir corpus vertebrae,dan permukaan belakang sternum.
Ø  Pleura Parietalis pars Diaphragmatica : Pleura yang menghadap ke diaphragma permukaan thoracal yang dipisahkan oleh fascia endothoracica
Ø  Pleura Parietalis pars Mediastinalis (Medialis) : Pleura yang menghadap mediastinum/terletak di bagian medial dan membentuk bagian lateral mediastinum.
Refleksi Pleura
Ø  Refleksi vertebrae : Pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis di depan columna vertebralis membentuk refleksi vertebrae yang membentang dari SIC XII
Ø  Refleksi costae : Pleura costalis melanjut sebagai pleura diaphragmatica membentuk refleksi costae.
Ø  Refleksi sterna : Pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis di belakang dari os. Sternum membentuk refleksi sterna.
Ø  Pleura mediastinalis melanjut sebagai pleura diaphragma
Garis Refleksi Pleura : Garis refleksi pleura antara pleura dextra dan sinistra terdapat perbedaan yakni :
  • Garis Refleksi Pleura Dextra
Garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicularis dextra lalu bertemu kontralateral nya di planum medianum padaangulus ludovichi/angulus louis setinggi cartilage costae II. Lalu berjalan ke caudal sampai di posterior dr proc Xiphoideus pada linea mediana anterior /linea midsternalis menyilang sudut xiphocostalis menuju cartilage costae VIII pada linea midclavicularis,menyilang costae X pada linea axillaris media dan menyilang cartilage costa XII pada collum costaenya.
  • Garis Refleksi Pleura Sinistra
Garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicularis sinistra lalu bertemu kontralateral nya di planum medianum pada angulus ludovichi/ angulus Louis setinggi cartilage costae II. Lalu berjalan turun sampai cartilage costa IV dan membelokdi tepi sternum lalu mengikuti cartilage costa VIII pada linea midclavicularis dan menyilang costae X pada linea axillaris anterior dan menyilang costa XII pada collum costaenya.

Vaskularisasi Pleura
Pleura parietal divaskularisasi oleh Aa.Intercostalis,a. Mammaria interna,a. Musculophrenica. Dan vena-vena nya bermuara pada sistem vena dinding thorax. Sedangkan pleura viscelaris nya mendapatkan vaskularisasi dr Aa. Bronchiales

Innervasi Pleura
-          Pleura parietalis pars costalis diinnervasi oleh Nn. Intercostales
-          Pleura parietalis pars mediastinalis diinnervasi oleh n. Phrenicus
-          Pleura parietalis pars diaphragmatica bagian perifer diinnervasi oleh Nn. Intercostales. Sedangkan bagian central oleh n. Phrenicus
-          Pleura viscelaris diinnervasi oleh serabut afferent otonom dr plexus pulmonalis

Recessus Pleura
Recessus merupakan sebuah ruangan kosong yang akan terisi oleh paru saat inspirasi dalam dan akan menjadi tempat yang berisi cairan pada pasien dengan kasus efusi pleura. Terdapat 3 ps recessus,yaitu:
# Recessus costodiaphragmatica dextra et sinistra
# Recessus yang terletak diantara pleura parietalis pars costalis dan pleura parietalis pars diaphragmatica
# Recessus costomediastinalis anterior dextra et sinistra
# Recessus yang terletak di antara pleura parietalis pars costalis dan pleura   parietalis pars mediastinalis di bagian ventral
# Recessus costomediastinalis posterior dextra et sinistra
# Recessus yang terletak di antara pleura parietalis pars costalis dan pleura parietalis pars mediastinalis di bagian dorsal
b. Fisiologi
Fungsi mekanisme pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks kedalam paru-paru,sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (resting pressure) dalam posisi tiduran adalah -2 sampai -5cm H2O sedikit bertambaha negatif di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negatif meningkat menjadi -25 sampai -35 cm H2O
Selain fungsi mekanis,seperti telah disinggung di atas,rongga pleura steril karena mesothelial bekerja melakukan fagositesis benda asing,dan cairan yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.
Cairan rongga pleura sangat sedikit,sekitar 0,3 ml/kg,bersifat hipoonkotik dengan konsentrasi protein1g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan rongga pleura. Resorbsi terjadi terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis,dengan kecepatan 0,1 sampai 0,15 ml/kg/jam. Bila terjadi gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya pleura effusion.

E.      KLASIFIKASI
1.      Efusi pleura transudat
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik (CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative intra pleura yang meningkat (atelektaksis akut).
Ciri-ciri cairan:
a.    Serosa jernih
b.   Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
c.    Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil
d.   Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax, penyebabnya:
a.   Payah jantung
b.   Penyakit ginjal (SN)
c.   Penyakit hati (SH)
d.   Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)

2.      Efusi pleura eksudat
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler (missal pneumonia) atau drainase limfatik yang berkurang (missal obstruksi aliran limfa karena karsinoma). Ciri cairan eksudat:
a.       Berat jenis > 1.015 %
b.      Kadar protein > 3% atau 30 g/dl
c.       Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6
d.      LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal
e.       Warna cairan keruh
 
Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:
a.       Kanker     : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic ke paru atau permukaan pleura.
b.      Infark paru
c.       Pneumonia
d.      Pleuritis virus

F.      PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan  normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura vicelaris, karena di antara  pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang  merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid  pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2O.
 Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru.sebab terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi  pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain  dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju  rongga pleura, iga  atau columna vetebralis.
Adapun bentuk  cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu  berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias  mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan effusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
Pleura parientalis dan viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan hanya dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa.lapisan cairan ini memperlihatakan adanya keseimbangan antara transudasi dari kapiler kapiler pleura dan reasorbsi oleh vena viseral dan parietal dan saluran getah bening.
Efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat.transudat bterjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis,misalnya pada payah jantung  kongestif.keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh.transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia,seperti pada penyakit hati dan ginjal atau penekanan tumor pada vena kava.penimbunan eksudat timbul sekunder dari peradangan atau keganasan pleura akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorbsi getah bening
Jika efusi pleura mengandung nanah disebut empiema.empiema diakibatkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdektan dan merupakan komplikasi dari pneumonia,abses paru paru atau perforasi karsinoma kedalam rongga pleura .empiema yang tidak ditangani dengan drainage yang baik dapat membahayakan dinding thoraks.eksudat akibat peradangan akan mengalami organisasi dan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseral.ini disebut dengan fibrothoraks.jika fibrothoraks luas maka dapat menimbulkan hambtan mekanisme yang berat pada jaringan jaringan yang terdapat dibawah nya.

H.        PENATALAKSANAAN MEDIS

1.   Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita. Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
a.          Trauma                                               
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan pneumothorak.
b.         Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur mediastinal.  Tekanan negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.
c.          Gangguan keseimbangan  cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tiga pengaruh pokok :
1)      Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam tubuh
2)      Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum  pleura  yang negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih banyak
3)      Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.

2.      Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.
3.      Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan  pembentukan cairan karena malignancy  adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine  atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula menimbulkan gangguan fungsi vital .
4.      Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :
a.       Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga plera.
b.      Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c.       Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak. Kerugian :
a.       Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura.
b.      Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c.       Dapat terjadi pneumothoraks.

5.      Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum.

I.          KOMPLIKASI
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)
Laserasi pleura viseralis

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1.     PENGKAJIAN

a.)       IdentitasPasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.

b.)      Keluhan Utama
1)         Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2)         Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

c.)        Riwayat Kesehatan
a.      Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. 
b      Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
c       Riwayat  Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.

d.)     RiwayatPsikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

e.)    Pengkajian Pola Fungsi
-        Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
-        Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

f.)     Pola nutrisi dan metabolisme
-        Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
-        Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
-        Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.

g.)       Pola eliminasi
-        Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
-        Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

h.)      Pola aktivitas dan latihan
-        Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
-        Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
-        Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
-        Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.

i.)     Pola tidur dan istirahat
-        Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
-        Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

2.         PEMERIKSAAN FISIK

a.      Keadaan umum         : pasien tampak sesak nafas
b.      Tingkat kesadaraan   : composmetis
c.       TTV:
RR : Takhipnea
N   : Thakikardia
S    : jika ada infeksi bias hipertermia
TD : hipotensia
d.      Kepala: mesochepal
e.       Mata   : conjungtiva enemis
f.       Hidung: sesak nafas, cuping hidung
g.       Dada   : gerakan pernafasan berkurang
h.       Pulmo (paru-paru)
Inspeksi : terlihat ekspansi dada simetris, tampak sesak nafas, tampak penggunaan otot bantu nafas.
Palpasi    : vocal fremitus menurun
Perkusi   : pekak (skonidulnes), menurun
Auskultasi : bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas bagian    yang terkena.

1)      Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.

2)      Sistem Respirasi
-     Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
-      Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
-     Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
-     Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3)      Sistem Cardiovasculer
-        Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
-        Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
-        Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
-        Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.


4)      Sistem Pencernaan
-        Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
-        Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35kali per menit.
-        Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
-        Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).

5)      Sistem Neurologis
-        Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma
-        Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
-        Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

6)      Sistem Muskuloskeletal
-        Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
-        Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.
-        Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

7)      Sistem Integumen
-        Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.
-        Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.         Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi
2.         Resiko tinggi terhadap trauma / penghentian napas b.d penyakit saat ini / proses cedera,sistem drainage dada,kurang pendidikan keamanan / pecegahan
3.         Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)  mengenai kondisi,aturan pengobatan,dan pemeriksaan diagnostik b.d kurang terpajan pada informasi
4.         Bersihan jalan napas tidak efektif b.d inflamasi trakeobronkial,pembentukan edema,peningkatan produksi sputum,nyeri pleuritik
5.         Kerusakan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi),gangguan kapasitas pembawa oksigen darah
6.         Nyeri (akut) b.d inflamasi parenkim paru,reaksi sekret terhadap sirkulasi toksin,batuk menetap

3.      RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN

No
Diagnosa
Tujuan/Kriteria
Hasil
Intervensi
Rasional
1
Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi cairan),gangguan muskuloskeletal,nyeri / ansietas,proses inflamasi
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharaokan pola napas kembali efektif
Kriteria Hasil:
-          Menunjukkan pola pernapasan normal/efektif dengan frekuensi pernapasan(16-24x/i)
-          Bebas dispnea
-          Tidak ada kesukaran dalam bernapas
-          Penggunaan otot bantu pernapasan tidak ada
1. Kaji faktor penyebab/pencetus
2. Kaji status pernapasan dan TTV
3. Auskultasi bunyi napas
4. Catat pengembangan dada
5. Kaji fremitus


















6. Kaji adanya area nyeri tekan bila batuk dan napas dalam


7. Pertahankan posisi nyaman dengan peninggian kepala ,balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.

8. Pertahankan perilaku tenang,bantu pasien untuk mengontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat
Penyebab paru kolaps perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih tindakan teraupetik lain
Distress pernapasan dan perubahan TTV dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri
Bunyi napas  dapat menurun atau tak ada pada lobus,segmen paru,atau seluruh paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas,dan sebagian area kolaps menurun bunyinya

Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru
Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan / kosolidasi
Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif / mengurangi trauma

Meningkatkan inspirasi maximal,meningkatkan ekspansi paru,dan ventilasi pada sisi yang sakit.





Membantu pasien mengalami efek fisiologis hipoksia,yang dapat dimanifestasikan sebagai ansietas dan atau akut.

II
Resiko tinggi terhadap trauma/penghentian napas b.d penyakit saat ini/proses cedera,sistem drainage dada,kurang pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan,diharapkan trauma/penghentian jalan napas tidak terjadi
Kriteria Hasil :
-          Klien mengenal kebutuhan /mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
-          Drainage paten
-          Tidak ada tanda-tanda distrsess pernapasan
1. Kaji dengan pasien tujuan / fungsi unit drainage dada.


2. Pasangkan kateter thorak ke dinding dada dan berikan panjang selang ekstra sebelum memindahkan /mengubah posisi pasien:
- amankan sisi sambung silang
- beri bantalan pada sisi dengan plester / kassa.

3. Amankan unit drainage pada sangkutan/tempat tertentu pada area dengan lalu lintas rendah
4. Anjurkan klien untuk menghindari berbaring/menarik selang

5. Identifikasi perubahan/situasi yang harus dilaporkan pada perawat. Contoh: perubahan bunyi gelembung,lapar udara tiba-tiba dan nyeri dada.
6. Observasi tanda distress pernapasan bila kateter thorak lepas/tercabut
Informasi tentang bagaimana sistem bekerja memberikan kayakinan,menurunkan ansietas pasien.

Mencegah terlepasnya kateter dada/selang terlipat dan menurunkan nyeri/ketidaknyamanan b.d penarikan/menggerakkan selang
Mencegah terlepasnya selang
Melindungi kulit dari iritasi/tekanan



Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan resiko kecelakaan jatuh

Menurunkan resiko obstruksi drainage/terlepasnya selang


Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius





Efusi pleura dapat terulang/memburuk karena mempengaruhi fungsi pernapasan dan memerlukan intervensi darurat










Tidak ada komentar:

Posting Komentar