Jumat, 20 November 2015

Asuhan Keperawatan Obstruksi Biliaris



BAB I       
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Obstruksi biliaris adalah penyakit yang sering diderita oleh bayi, balita maupun usia dewasa. Pada makalah ini diangkat judul Obstruksi Biliaris ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan pada Neonatus. Yang bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai Obstruksi Biliaris. Sehingga mahasiswa mampu mengetahui tentang definisi, kepatologisan, gejala, dan penatalaksanaan dalam menghadapi penyakit ini. Supaya mahasiswa calon bidan juga dapat mempu mencegah terjadinya penyakit ini di dalam masyarakat luas.
Obstruksi Biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan. (Ngastiyah,2005). Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan (sebagai strekobilin) di dalam feses.

1.2 Rumusan Masalah
a.      Apakah definisi Obstruksi Billiaris ?
b.      Apa penyebab dari Obstruksi Biliaris ?
c.      Apa Kliasifikasi Obstruksi Biliaris ?
d.      Bagaimana Metabolisme bilirubin pada Obstruksi Biliaris ?
e.      Patofisiologi Obstruksi Biliaris ?
f.      Apa pencegahan Obstruksi Biliaris ?
g.      Komplikasi Obstruksi Biliaris?
h.      Pemeriksaan Penunjang Obstruksi Biliaris ?
i.      Asuhan Keperawatan Obstruksi biliaris?


1.3 Tujuan
a.       Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan pada Neonatus.
b.      Untuk mengetahui penyakit pada neonatus dan bayi khususnya Obstruksi Biliaris.
c.       Untuk mengetahui penyebab dan akibat dari Obstruksi Biliaris
d.      Untuk mengetahui diagnosisnya Obstruksi Biliaris
e.       Untuk mengetahui asuhan keperawatan atau penatalaksanaan pada Obstruksi Biliaris.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.   Pengertian Obstruksi Biliaris
Obstruksi billiaris merupakan suatu kelainan bawaan karena adanya penyumbatan pada saluran empedu, sehingga cairan empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus dan akhirnya dikeluarkan dalam feses. ( Vivian Nanny Lia Dewi,2010 ).
Obstruksi billiaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk di keluarkan sebagai sterkobilin dalam feses.
Obstruksi billiaris adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul dan adanya timbunan kristal didalam empedu. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.

B.        Etiologi
Obstruksi biliaris ini disebabkan oleh :
a.       Batu empedu
Kolestrol cair biasa berada di dalam empedu dan saluran empedu  dalam kondisi normal, namun kolestrol cair tersebut dapat menjadi jenuh bila terlalu banyak kolestrol dan terlalu sedikit asam empedu. Hal itu memungkinkan kolestrol mengkristal dan menggumpal menjadi batu empedu.
b.      Karsinoma Duktus Biliaris (Kista dari saluran empedu)
Karsinoma Duktus Biliaris adalah tumor jinak maupun ganas yang tumbuh di saluran empedu menuju ke hatisehingga menyebabkan penyumbatan pada saluran empedu. Tumor yang menyebar ke sistem empedu (Zieve David, 2009)
c.       Karsinoma Kaput Pankreas
Karsinoma Kpaut Pankreas adalah tumor jinak maupun ganas yang tumbuh pada pankreas sehingga menyebabkan sumbatan pada saluran pankreas.
d.      Radang duktus biliaris komunis yang menyebabkan strikura
e.       Ligasi yang tidak disengaja pada duktus komunis (Sarjadi,2005)
f.       Peradangan dari saluran-saluran empedu
g.      Trauma cedera termasuk dari operasi kandung empedu
Penderita tampak ikterik akan sangat berat apabila obstruksi tidak dapat diatasi, bilirubin serum yang terkonjungasi meningkat,feses pucat , urine berwarna gelap (pekat), biasanya terdapat juga peningkatan kadar alkali fosfate serum terutama transaminase
Apabila terjadi obstruksi biliaris persisten empedu yang terkandung dapat mengalami infeksi menimbulkan kolongitis dan abses hepar kekurangan empedu dalam usus halus mempengaruhi obsorpsi lemak dan zat yang terlarut dalam lemak (misalnya beberapa jenis vitamin).

C.   Klasifikasi
Berdasarkan penyakit yang ditimbulkan, meliputi :
1.  Penyakit duktus biliaris intrahepatik :
a.  Atresia biliaris
Merupakan suatu kondisi kelainan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal.
b. Sirosis biliaris primer
Secara histologis kerusakan duktus tampak dikelilingi infiltrasi limfosit yang padat dan sering timbul granuloma.
c  Kolangitis sklerosing     
Obat-obatan long-acting lebih menyebabkan kerusakan hepar dibandingkan dengan obat-obatan short-acting. (Sarjadi,2000)
2.  Obstruksi biliaris akut
Obtruksi biliaris akut duktus biliaris umumnya disebabkan oleh batu empedu. Secara klinis akan menimbulkan nyeri kolik dan ikterus. Apabila kemudian sering terjadi infeksi pada traktus biliaris, duktus akan meradang (kolangitis) dan timbul demam. Kolangitis dapat berlanjut menjadi abses hepar. Obstruksi biliaris yang berulang akan menimbulkan fibrosis traktus portal dan regenerasi noduler sel hepar. Keadaan ini disebut sirosis biliaris sekunder.

D.   Metabolisme Bilirubin
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :
a.       Produksi
Sebagian besar bilirubin sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikulo endotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua.
b.      Transportasi
Bilirubin di transper melalui sel ke dalam hepatosit, sedangkan albumin tidak.
c.       Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian di konjugasi menjadi bilirubin diglukosonide. Walaupun ada sebagan kecil dalam bentuk monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi di glokoronode terjadi di membran kanilikulus.
d.      Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan dan di ekskresi dengan cepat ke sistem empedu. Kemudian ke usus, dalam usus bilirubin direk ini tidak di absorpsi, sebagian kecil bilirubin dehidrolisis menjadi bilirubin indirek dan di reabsorpsi
e.       Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus
Produksi bilirubin pada petus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas.

E.   Patofisiologi
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding misalnya ada tumor, atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askariasis sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan didalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor caput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepato duodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. (Reskoprodjo, 1995)
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, di ventrikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. (Reskoprojo,1995)
Kurangnya bilirubin dalam saluran usus bertanggung jawab atas tinja pucat biasanya dikaitkan dengan obstruksi empedu. Penyebab gatal (pruritus) yang berhubungan dengan obstruksi empedu tidak jelas. Sebagian percaya mungkin berhubungan dengan akumulasi asam empedu di kulit. Lain menyarankan mungkin berkaitan dengan pelepasan opioid endogen (Judarwanto,2009).
Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan ( sebagai strekobilin ) didalam feses. (Ngastiyah, 2005)
Anatomi Fisiologi
Perkembangan duktus biliaris dan hati berasal dari divertikulum yang munculdari bagian ventral foregut. Bagian kranial menjadi hati, kaudal menjadi bagian ventral pankreas dan bagian intermediet berkembang menjadi kandung empedu. Awalnya kosong, divertikulum hepatik menjadi sel yang nantinya akan rekanalisasi untuk membentuk saluran. Saluranterkecil“kanalikulusbiliaris”pertama kali terlihat sebagai penghubung hepatocit primitif yang nantinyamembesar sesuai dengan hati. Banyaknya mikrovilli meningkatkan areapermukaan kanalikular.
Empedu disekresi di kanalikulus biliaris melalui duktusinterlobular (canals of Hering) dan duktus lobaris dan melalui duktus hepatikus dihilum. Dalam banyak kasus, duktus hepatikus komunis merupakan persatuandari duktus hepatikus kanan dan kiri, tapi 25% individu tidak bergabung. Permulaan dari duktus hepatikus komunis dekat dengan hati, tetapi selalu diluarhati. Panjangnya sekitar 4 cm sebelum bergabung dengan duktus sistikusmembentuk duktus koledokus (duktus biliaris komunis). Duktus koledokus bermula di ligamentum hepatoduodenale.

pertama duodenum dan masuk ke facies posterior pankreas sebelum memasuki duodenum.Panjangtotal dari duktus koledokus sekitar 9 cm.80-90% individu, duktus pancreatikus bergabung dengan duktus biliaris komunismembentuk saluran sekitar 1 cm. Segmen intraduodenal dari saluran tersebutdisebut ampulla hepatopankreas atau ampulla Vatery. Orifisiumnya dikelilingioleh sfingter Oddi.Kandung empedu adalah organ berbentuk pear terletak pada permukaan bawahhati diantara lobus kiri dan kanan hati. Kandung empedu dapat menampungsekitar 50 mL cairan empedu.Di dalam ligamentum hepatoduodenale, arteri hepatika sebelah kiri dari duktusbiliaris komunis, dan vena porta sebelah posterior danmedial.
Dinding duktus biliaris ekstrahepatik dan kandung empedu mengandung jaringan fibrosa dan otot polos. Membrn mukosa mengandung kelenjar-kelenjarmukosa dan dilapisi oleh selapis sel kolumnar. Traktus biliaris menerima persarafan parasimpatik dan simpatik.

F.     Pencegahan
Mengetahui faktor resiko yang dimiliki, sehingga mendapatkan prompt diagnosis dan pengobatan jika saluran empedu tersumbat. Penyumbatan itu sendiri tidak dapat dicegah. (Attasaranya S, Fogel EL, 2008)
Dalam hal ini bidan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua untuk mengantisipasi setiap faktor resiko terjadinya obstruksi biliaris (penyumbatan saluran empedu) dengan keadaan fisik yang memnunjukkan anak tampak ikterik, feses pucat dan urine berwarna gelap (pekat). (Sarjadi.2000)

G.  Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan obstruksi biliaris bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Dapat pula upaya untuk menghilangkan sumbatan dengan tindakan endoskopi baik melalui papila vater atau dengan laparoskopi.
                  Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drenase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan. Drenase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier, pipa T pada duktus koledokus, atau kolesistostomi. Drenase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan bilio digestif. Drenase interna ini dapat berupa kelesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-jejunustomi atau hepatiko-jejunustomi.

H.    Komplikasi
1. Demam
2. Nafsu makan berkurang
3. Sulit buang air besar
4. Hiperbilirubiurea
5.Sepsis

I.      Pemeriksaan Penunjang

1.      Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin)
Pemeriksaan darah dilakukan pemeriksaan fungsi hati khususnya terdapat peningkatan kadar bilirubin direk. Disamping itu dilakukan pemeriksaan albumin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase, GGT. Dan faktor pembekuan darah.
2.    Rontgen perut (tampak hati membesar)
3.    Kolangiogram atau kolangiografi intraoperatif
Yaitu dengan memasukkan cairan tertentu ke jaringan empedu untuk mengetahui kondisi saluran empedu. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
4.    Breath test
Dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir sejumlah obat.  Obat-obat tersebut ditandai dengan perunut radioaktif, diberikan per-oral (ditelan) maupun intravena (melalui pembuluh darah).
Banyaknya radioaktivitas dalam pernafasan penderita menunjukkan banyaknya obat yang dimetabolisir oleh hati.
5.    USG
Menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati, kandung empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini bagus untuk mengetahui kelainan struktural, seperti tumor. USG merupakan pemeriksaan paling murah, paling aman dan paling peka untuk memberikan gambaran dari kandung empedu dan saluran empedu. Dengan USG, dokter dengan mudah bisa mengetahui adanya batu empedu di dalam kandung empedu. USG dengan mudah membedakan sakit kuning (jaundice) yang disebabkan oleh penyumbatan saluran empedu dari sakit kuning yang disebabkan oleh kelainan fungsi sel hati. USG Doppler bisa digunakan untuk menunjukkan aliran darah dalam pembuluh darah di hati. USG juga bisa digunakan sebagai penuntun pada saat memasukkan jarum untuk mendapatkan contoh jaringan biopsi.
6.    Imaging radionuklida (radioisotop)
Menggunakan bahan yang mengandung perunut radioaktif, yang disuntikkan ke dalam tubuh dan diikat oleh organ tertentu. Radioaktivitas dilihat dengan kamera sinar gamma yang dipasangkan pada sebuah komputer.


7.    Skening hati
Merupakan penggambaran radionuklida yang menggunakan substansi radioaktif, yang diikat oleh sel-sel hati.
8.    Koleskintigrafi
Menggunakan zat radioaktif yang akan dibuang oleh hati ke dalam saluran empedu. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui peradangan akut dari kandung empedu (kolesistitis).
9.    CT scan
Bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama digunakan untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus (tersebar), seperti perlemakan hati (fatty liver) dan jaringan hati yang menebal secara abnormal (hemokromatosis). Tetapi karena menggunakan sinar X dan biayanya mahal, pemeriksaan ini tidak banyak digunakan.
10.  MRI
Memberikan gambaran yang sempurna, mirip dengan CT scan. Pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu  lebih lama dan penderita harus berbaring dalam  ruangan yang sempit, menyebabkan beberapa penderita mengalami klaustrofobia (takut akan tempat sempit).
11.  Kolangiopankreatografi endoskopik retrograd
Merupakan suatu pemeriksaan dimana suatu endoskopi dimasukkan ke dalam mulut, melewati lambung dan usus dua belas jari, menuju ke saluran empedu. Suatu zat radiopak kemudian disuntikkan ke dalam saluran empedu dan diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan peradangan pada pankreas (pankreatitis) pada 3-5% penderita.
12.  Kolangiografi transhepatik perkutaneus
Menggunakan jarum panjang yang dimasukkan melalui kulit ke dalam hati, kemudian disuntikkan zat radiopak ke dalam salah satu dari saluran empedu. Bisa digunakan USG untuk menuntun masuknya jarum. Rontgen secara jelas menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di dalam hati.
13.  Kolangiografi operatif
Menggunakan zat radiopak yang bisa dilihat pada rontgen. Selama suatu pembedahan, zat tersebut disuntikkan secara langsung kedalam saluran empedu. Foto rontgen akan menunjukkan gambaran yang jelas dari saluran empedu.
14.  Foto rontgen sederhana
Sering bisa menunjukkan suatu batu empedu yang berkapur.
15.   Pemeriksaan Biopsi hati
Untuk melihat struktu organ hati apakah terdapat sirosis hati atau kompilkasi lainnya. Laparotomi biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan.
16.  Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan). (Indonesia, USA & internasional berkumpul, 2000)

ASUHAN KEPERAWATAN

a.  Pengkajian
I.                   Identitas
Nama Bayi
            Nama ibu
            Alamat
            Pekerjaan ibu
            Status anak
            No MR
II.                Riwayat Kesehatan
a.           Keluhan Utama
Biasanya keluhan utama dalam penyakit ini dalam 2 minggu sampai 2 bulan adalah perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir, terjadi karena darah bayi mengandung kelebihan bilirubin, pigmen berwarna kuning pada sel darah merah. 

b.          Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya anak dengan Obstruksi Biliaris mengalami Jaundice yang terjadi dalam 2  minggu atau 2 bulan lebih, apabila  anak buang air besar tinja atau feses berwarna pucat. Anak juga mengalami distensi abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus. Anak tidak mau minum dan kadang disertai letargi (kelemahan).

c.         Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau bakteri masalah dengan kekebalan tubuh. Selain itu dapat juga terjadi obstruksi empedu ektrahepatik. yang akhirnya menimbulkan masalah dan menjadi factor penyebab terjadinya obstruksi biliaris
Riwayat Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT, Hepatitis, dan Polio.

d.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya anak dengan obstruksi biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya pada ibu pernah menderita penyakit terkait dengan imunitas HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella. Akibat dari penyakit yang di derita ibu ini, maka tubuh anak dapat menjadi lebih rentan terhadap penyakit atresia biliaris. Selain itu terdapat kemungkinan adanya kelainan kongenital yang memicu terjadinya penyakit atresia biliaris ini.
e.    Riwayat Perinatal
1)   Antenatal:
Pada anak dengan obstruksi biliaris, diduga ibu dari anak pernah menderita infeksi penyakit, seperti kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella
2)   Intra natal:
Pada anak dengan obstruksi biliaris diduga saat proses kelahiran bayi terinfeksi virus atau bakteri selama proses persalinan.
3)   Post natal:
Pada anak dengan obstruksi biliaris diduga orang tua kurang memperhatikan personal hygiene saat merawat atau bayinya. Selain itu kebersihan peralatan makan dan peralatan bayi lainnya juga kurang diperhatikan oleh orang tua ibu.    

f.       Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Pemeriksaan tingkat perkembangan terdiri dari adaptasi sosial, motorik kasar, motorik halus, dan bahasa. Tingkat perkembangan pada pasien obstruksi biliaris dapat dikaji melalui tingkah laku pasien maupun informasi dari keluarga. Selain itu, kebutuhan akan asupan nutrisinya menjadi kurang optimal karena terjadi kelainan pada organ hati dan empedunya sehingga akan berpengaruh terhadap proses tumbuh kembangnya.

g.         Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Kedaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya obstruksi pada anak yaitu pola kebersihan yang cenderung kurang. Orang tua jarang mencuci tangan saat merawat atau menetekkan bayinya. Selain itu, kebersihan botol atau putting ketika menyusui bayi juga kurang diperhatikan.

h.     Pola Fungsi Kesehatan
     1)   Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan obstruksi biliaris terjadi gangguan yaitu ditandai dengan anak gelisah dan rewel yang gejalanya berupa letargi atau kelemahan
     2)   Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan obstruksi biliaris adalah ditandai dengan takikardia, berkeringat yang berlebih, ikterik pada sklera kulit dan membrane mukosa.
     3)   Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan obstruksi biliaris yaitu terdapat distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan urine yang berwarna gelap dan pekat. Feses berwarna dempul, steatorea. Diare dan konstipasi pada anak dengan atresia biliaris dapat terjadi.
     4)   Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan obstruksi biliaris ditandai dengan anoreksia,nafsu makan berkurang, mual-muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas dan biasanya disertai regurgitasi berulang.
     5)   Pola kognitif dan persepsi sensori: pola ini mengenai pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang diderita klien
     6)   Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau anak terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
     7)   Pola hubungan-peran: biasanya peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat dan mengobati anak dengan obstruksi biliaris.
     8)   Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita obstruksi biliaris biasanya tidak ada gangguan dalam reproduksi.
     9)   Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan dan semangat sembuh bagi anak.
     10)       Pola nilai dan kepercayaan: orang tua selalu optimis dan berdoa agar penyakit pada anaknya dapat sembuh dengan cepat.
                                                                                               
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
1)      Air kemih bayi berwarna gelap
2)      Tinja berwarna pucat
3)      Kulit berwarna kuning
4)      Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
5)      Hati membesar.
6)      Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
a)    Gangguan pertumbuhan
b)   Gatal-gatal
c)    Rewel
d)   Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).


III.             Pemeriksaan Fisik

a)      Keadaan umum     : lemah.
                   TTV         
                   Tekanan Darah     : terjadi peningkatan terutama pada vena porta
Suhu                     : Suhu tubuh dalam batas normal
Nadi                     : takikardi
RR                        : terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang
                                                  tertekan (takipnea)
      b)      Kepala dan leher
Inspeksi :
Wajah                                     : biasanya simetris 
Rambut                                   : biasanya lurus/keriting, distribusi merata/tidak
Mata                                        : biasanya  pupil miosis, konjungtiva anemis
Hidung                                    : biasanya kemungkinan terdapat pernafasan cuping Hidung
Telinga                                    : biasanya bersih
Bibir dan mulut                       : biasanya mukosa biibir kemungkinan terdapat ikterik
Lidah                                       : biasanya normal
Palpasi                                    : biasanya tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe pada leher

      c)      Dada
Inspeksi                                  : Biasanya asimetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan dan   tekanan  pada otot diafragma akibat pembesaran hati (hepatomegali).
Palpasi                                     : Biasanya denyutan jantung teraba cepat
Perkusi                                    : Biasanya tejadi pada bayi dullness
Paru                                         : biasanya sonor
Auskultasi                              : biasanya tidak terdengar suara ronchi
                                                kemungkinan terdengar bunyi wheezing
d)     Abdomen
Inspeksi                                   : biasanya  terdapat distensi abdomen
Palpasi                                     : biasanya dapat terjadi nyeri tekan ketika dipalpasi
Perkusi                                    : biasanya sonor
Auskultasi                               : biasanya kemungkinan terjadi pada bising usus

e)      Kulit
 biasanya turgor kurang, pucat, kulit berwarna kuning (jaundice)
f)       Ekstremitas
biasanya tidak terdapat odem pada pada extremitas

b. Diagnosa Keperawatan
a.   Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai oleh berat badan turun dan konjungtiva anemis
b.  Hipertermia berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tingginya nausea dan vomitting pada pasien ditandai oleh tingginya frekuensi mual dan muntah pasien


C. Intervensi NIC NOC





Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan :
Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
DS:
-    Nyeri abdomen
-    Muntah
-    Kejang perut
-    Rasa penuh tiba-tiba setelah makan
DO:
-    Diare
-    Rontok rambut yang berlebih
-    Kurang nafsu makan
-    Bising usus berlebih
-    Konjungtiva pucat
-    Denyut nadi lemah
 
NOC:
a.     Nutritional status: Adequacy of nutrient
b.    Nutritional Status : food and Fluid Intake
c.    Weight Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan indikator:
  Albumin serum
  Pre albumin serum
  Hematokrit
  Hemoglobin
  Total iron binding capacity
  Jumlah limfosit
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval

  
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Hipertermia
Berhubungan dengan :
-          penyakit/ trauma
-          peningkatan metabolisme
-          aktivitas yang berlebih
-          dehidrasi

DO/DS:
         kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
         serangan atau konvulsi (kejang)
         kulit kemerahan
         pertambahan RR
         takikardi
         Kulit teraba panas/ hangat
NOC:
Thermoregulasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien menunjukkan :
Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil:
     Suhu  36 – 37C
  Nadi dan RR dalam rentang normal
  Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :
     Monitor suhu sesering mungkin
     Monitor warna dan suhu kulit
     Monitor tekanan darah, nadi dan RR
     Monitor penurunan tingkat kesadaran
     Monitor WBC, Hb, dan Hct
     Monitor intake dan output
     Berikan anti piretik:
     Kelola Antibiotik
     Selimuti pasien
     Berikan cairan intravena
    Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
     Tingkatkan sirkulasi udara
     Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
     Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
     Catat adanya fluktuasi tekanan darah
   Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)



Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Defisit Volume Cairan
Berhubungan dengan:
-    Kehilangan volume cairan secara aktif
-    Kegagalan mekanisme pengaturan

DS :
-    Haus
DO:
-    Penurunan turgor kulit/lidah
-    Membran mukosa/kulit kering
-    Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi
-    Pengisian vena menurun
-    Perubahan status mental
-    Konsentrasi urine meningkat
-    Temperatur tubuh meningkat
-    Kehilangan berat badan secara tiba-tiba
-    Penurunan urine output
-    HMT meningkat
-    Kelemahan
NOC:
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
pH urin dalam batas normal
Intake oral dan intravena adekuat
NIC :
         Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
         Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
         Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )
         Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
         Kolaborasi pemberian cairan IV
         Monitor status nutrisi
         Berikan cairan oral
         Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
         Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
         Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
         Atur kemungkinan tranfusi
         Persiapan untuk tranfusi
         Pasang kateter jika perlu
         Monitor intake dan urin output setiap 8 jam


BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat  mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan. Dengan  melihat penyakit yang ada, bidan dapat dapat memberikan  pelayanan dengan  baik agar  keselamatan pada bayi baru lahir, bayi maupun anak balita. Bidan segera merujuk ketika mendapatka kasus demikian.

B.    SARAN
·         Dapat mengetahui setiap faktor risiko yang dimiliki, sehingga bisa mendapatkan prompt diagnosis dan pengobatan jika saluran empedu tersumbat. Penyumbatan itu sendiri tidak dapat dicegah.
·         Dalam  hal ini dapat memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua untuk mengantisipasi setiap faktor resiko terjadinya obstruksi biliaris (penyumbatan saluran empedu), dengan keadaan fisik yang menunjukan  anak tampak ikterik, feses pucat dan urine berwarna gelap (pekat).
·         Segera melakukan rujukan cepat untuk menghindari komplikasi berlanjut.
  
 
DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh Rukiyah S.SiT.2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta:Trans info Media

Ngastiyah 1997. Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC.

Suriadi & Yuliani R.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : CV. Sagung Seto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar