BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Obstruksi biliaris adalah penyakit
yang sering diderita oleh bayi, balita maupun usia dewasa. Pada makalah ini
diangkat judul Obstruksi Biliaris ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Asuhan Kebidanan pada Neonatus. Yang bertujuan untuk memperdalam pengetahuan
mengenai Obstruksi Biliaris. Sehingga
mahasiswa mampu mengetahui tentang definisi, kepatologisan, gejala, dan
penatalaksanaan dalam menghadapi penyakit ini. Supaya mahasiswa calon bidan
juga dapat mempu mencegah terjadinya penyakit ini di dalam masyarakat luas.
Obstruksi Biliaris adalah
tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus
untuk dikeluarkan. (Ngastiyah,2005). Penyebab obstruksi biliaris adalah
tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus
untuk dikeluarkan (sebagai strekobilin) di dalam feses.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apakah definisi Obstruksi Billiaris ?
b. Apa
penyebab dari Obstruksi Biliaris ?
c. Apa
Kliasifikasi Obstruksi Biliaris ?
d.
Bagaimana Metabolisme bilirubin pada Obstruksi Biliaris ?
e. Patofisiologi Obstruksi Biliaris ?
f. Apa pencegahan Obstruksi Biliaris ?
g. Komplikasi Obstruksi Biliaris?
h. Pemeriksaan Penunjang Obstruksi Biliaris
?
i. Asuhan Keperawatan Obstruksi biliaris?
1.3 Tujuan
a.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan pada
Neonatus.
b.
Untuk mengetahui penyakit pada neonatus dan bayi khususnya Obstruksi Biliaris.
c.
Untuk mengetahui penyebab dan akibat dari Obstruksi Biliaris
d.
Untuk mengetahui diagnosisnya Obstruksi Biliaris
e.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan atau penatalaksanaan pada Obstruksi
Biliaris.
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
A. Pengertian Obstruksi Biliaris
Obstruksi billiaris merupakan suatu
kelainan bawaan karena adanya penyumbatan pada saluran empedu, sehingga cairan
empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus dan akhirnya dikeluarkan dalam feses.
( Vivian Nanny Lia Dewi,2010 ).
Obstruksi billiaris adalah
tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus
untuk di keluarkan sebagai sterkobilin dalam feses.
Obstruksi billiaris adalah penyakit
hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat
disertai nodul dan adanya timbunan kristal didalam empedu. Biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan
jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.
B.
Etiologi
Obstruksi biliaris ini disebabkan oleh :
a.
Batu empedu
Kolestrol cair biasa berada di dalam
empedu dan saluran empedu dalam kondisi
normal, namun kolestrol cair tersebut dapat menjadi jenuh bila terlalu banyak
kolestrol dan terlalu sedikit asam empedu. Hal itu memungkinkan kolestrol
mengkristal dan menggumpal menjadi batu empedu.
b.
Karsinoma Duktus Biliaris (Kista dari saluran empedu)
Karsinoma Duktus Biliaris adalah
tumor jinak maupun ganas yang tumbuh di saluran empedu menuju ke hatisehingga
menyebabkan penyumbatan pada saluran empedu. Tumor yang menyebar ke sistem
empedu (Zieve David, 2009)
c.
Karsinoma Kaput Pankreas
Karsinoma Kpaut Pankreas adalah
tumor jinak maupun ganas yang tumbuh pada pankreas sehingga menyebabkan
sumbatan pada saluran pankreas.
d.
Radang duktus biliaris komunis yang menyebabkan strikura
e.
Ligasi yang tidak disengaja pada duktus komunis (Sarjadi,2005)
f.
Peradangan dari saluran-saluran empedu
g.
Trauma cedera termasuk dari operasi kandung empedu
Penderita tampak ikterik akan sangat
berat apabila obstruksi tidak dapat diatasi, bilirubin serum yang terkonjungasi
meningkat,feses pucat , urine berwarna gelap (pekat), biasanya terdapat juga
peningkatan kadar alkali fosfate serum terutama transaminase
Apabila terjadi obstruksi biliaris
persisten empedu yang terkandung dapat mengalami infeksi menimbulkan kolongitis
dan abses hepar kekurangan empedu dalam usus halus mempengaruhi obsorpsi lemak
dan zat yang terlarut dalam lemak (misalnya beberapa jenis vitamin).
C. Klasifikasi
Berdasarkan penyakit yang ditimbulkan, meliputi :
1. Penyakit duktus biliaris intrahepatik :
a. Atresia biliaris
Merupakan
suatu kondisi kelainan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal.
b. Sirosis biliaris primer
Secara
histologis kerusakan duktus tampak dikelilingi infiltrasi limfosit yang padat
dan sering timbul granuloma.
c Kolangitis sklerosing
Obat-obatan
long-acting lebih menyebabkan kerusakan hepar dibandingkan dengan obat-obatan
short-acting. (Sarjadi,2000)
2. Obstruksi biliaris akut
Obtruksi biliaris akut duktus
biliaris umumnya disebabkan oleh batu empedu. Secara klinis akan menimbulkan
nyeri kolik dan ikterus. Apabila kemudian sering terjadi infeksi pada traktus
biliaris, duktus akan meradang (kolangitis) dan timbul demam. Kolangitis dapat
berlanjut menjadi abses hepar. Obstruksi biliaris yang berulang akan menimbulkan
fibrosis traktus portal dan regenerasi noduler sel hepar. Keadaan ini disebut
sirosis biliaris sekunder.
D. Metabolisme Bilirubin
Metabolisme bilirubin mempunyai
tingkatan sebagai berikut :
a.
Produksi
Sebagian
besar bilirubin sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikulo
endotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi
daripada bayi yang lebih tua.
b.
Transportasi
Bilirubin di transper melalui sel ke
dalam hepatosit, sedangkan albumin tidak.
c.
Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian
di konjugasi menjadi bilirubin diglukosonide. Walaupun ada sebagan kecil dalam
bentuk monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi di glokoronode terjadi di membran
kanilikulus.
d.
Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini
menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan dan di ekskresi dengan cepat
ke sistem empedu. Kemudian ke usus, dalam usus bilirubin direk ini tidak di
absorpsi, sebagian kecil bilirubin dehidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
di reabsorpsi
e.
Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus
Produksi bilirubin pada petus dan
neonatus diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari
sirkulasi sangat terbatas.
E. Patofisiologi
Sumbatan saluran empedu dapat
terjadi karena kelainan pada dinding misalnya ada tumor, atau penyempitan
karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askariasis sering dijumpai
sebagai penyebab sumbatan didalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor caput
pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum
hepato duodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan
aliran empedu. (Reskoprodjo, 1995)
Beberapa keadaan yang jarang
dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba
pada lokasi tertentu, di ventrikel duodenum dan striktur sfingter papila vater.
(Reskoprojo,1995)
Kurangnya bilirubin dalam saluran
usus bertanggung jawab atas tinja pucat biasanya dikaitkan dengan obstruksi
empedu. Penyebab gatal (pruritus) yang berhubungan dengan obstruksi empedu
tidak jelas. Sebagian percaya mungkin berhubungan dengan akumulasi asam empedu
di kulit. Lain menyarankan mungkin berkaitan dengan pelepasan opioid endogen
(Judarwanto,2009).
Penyebab obstruksi biliaris adalah
tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir kedalam usus
untuk dikeluarkan ( sebagai strekobilin ) didalam feses. (Ngastiyah, 2005)
Anatomi Fisiologi
Perkembangan duktus biliaris dan
hati berasal dari divertikulum yang munculdari bagian ventral foregut. Bagian
kranial menjadi hati, kaudal menjadi bagian ventral pankreas dan bagian
intermediet berkembang menjadi kandung empedu. Awalnya kosong, divertikulum hepatik
menjadi sel yang nantinya akan rekanalisasi untuk membentuk saluran. Saluranterkecil“kanalikulusbiliaris”pertama
kali terlihat sebagai penghubung hepatocit primitif yang nantinyamembesar
sesuai dengan hati. Banyaknya mikrovilli meningkatkan areapermukaan
kanalikular.
Empedu disekresi di kanalikulus
biliaris melalui duktusinterlobular (canals of Hering) dan duktus lobaris dan
melalui duktus hepatikus dihilum. Dalam banyak kasus, duktus hepatikus komunis
merupakan persatuandari duktus hepatikus kanan dan kiri, tapi 25% individu
tidak bergabung. Permulaan dari duktus hepatikus komunis dekat dengan hati,
tetapi selalu diluarhati. Panjangnya sekitar 4 cm sebelum bergabung dengan
duktus sistikusmembentuk duktus koledokus (duktus biliaris komunis). Duktus
koledokus bermula di ligamentum hepatoduodenale.
pertama duodenum dan masuk ke facies
posterior pankreas sebelum memasuki duodenum.Panjangtotal dari duktus koledokus
sekitar 9 cm.80-90% individu, duktus pancreatikus bergabung dengan duktus
biliaris komunismembentuk saluran sekitar 1 cm. Segmen intraduodenal dari
saluran tersebutdisebut ampulla hepatopankreas atau ampulla Vatery. Orifisiumnya
dikelilingioleh sfingter Oddi.Kandung empedu adalah organ berbentuk pear terletak
pada permukaan bawahhati diantara lobus kiri dan kanan hati. Kandung empedu dapat
menampungsekitar 50 mL cairan empedu.Di dalam ligamentum hepatoduodenale, arteri
hepatika sebelah kiri dari duktusbiliaris komunis, dan vena porta sebelah
posterior danmedial.
Dinding duktus biliaris ekstrahepatik dan
kandung empedu mengandung jaringan fibrosa dan otot polos. Membrn mukosa
mengandung kelenjar-kelenjarmukosa dan dilapisi oleh selapis sel kolumnar.
Traktus biliaris menerima persarafan parasimpatik dan simpatik.
F. Pencegahan
Mengetahui faktor resiko yang
dimiliki, sehingga mendapatkan prompt diagnosis dan pengobatan jika saluran
empedu tersumbat. Penyumbatan itu sendiri tidak dapat dicegah. (Attasaranya S,
Fogel EL, 2008)
Dalam hal ini bidan dapat memberikan
pendidikan kesehatan pada orang tua untuk mengantisipasi setiap faktor resiko
terjadinya obstruksi biliaris (penyumbatan saluran empedu) dengan keadaan fisik
yang memnunjukkan anak tampak ikterik, feses pucat dan urine berwarna gelap
(pekat). (Sarjadi.2000)
G. Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien
dengan obstruksi biliaris bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau
mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan
misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Dapat pula upaya untuk
menghilangkan sumbatan dengan tindakan endoskopi baik melalui papila vater atau
dengan laparoskopi.
Bila
tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab
sumbatan, dilakukan tindakan drenase yang bertujuan agar empedu yang terhambat
dapat dialirkan. Drenase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan
pemasangan pipa naso bilier, pipa T pada duktus koledokus, atau kolesistostomi.
Drenase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan bilio digestif. Drenase
interna ini dapat berupa kelesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi,
koledoko-jejunustomi atau hepatiko-jejunustomi.
H. Komplikasi
1. Demam
2. Nafsu makan berkurang
3. Sulit buang air besar
4. Hiperbilirubiurea
5.Sepsis
I. Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin)
Pemeriksaan darah dilakukan pemeriksaan
fungsi hati khususnya terdapat peningkatan kadar bilirubin direk. Disamping itu
dilakukan pemeriksaan albumin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase, GGT. Dan faktor
pembekuan darah.
2. Rontgen
perut (tampak hati membesar)
3.
Kolangiogram atau kolangiografi intraoperatif
Yaitu dengan memasukkan cairan
tertentu ke jaringan empedu untuk mengetahui kondisi saluran empedu.
Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung
untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
4. Breath
test
Dilakukan untuk mengukur kemampuan
hati dalam memetabolisir sejumlah obat.
Obat-obat tersebut ditandai dengan perunut radioaktif, diberikan
per-oral (ditelan) maupun intravena (melalui pembuluh darah).
Banyaknya radioaktivitas dalam pernafasan penderita
menunjukkan banyaknya obat yang dimetabolisir oleh hati.
5. USG
Menggunakan gelombang suara untuk
menggambarkan hati, kandung empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini bagus
untuk mengetahui kelainan struktural, seperti tumor. USG merupakan pemeriksaan
paling murah, paling aman dan paling peka untuk memberikan gambaran dari
kandung empedu dan saluran empedu. Dengan USG, dokter dengan mudah bisa
mengetahui adanya batu empedu di dalam kandung empedu. USG dengan mudah membedakan
sakit kuning (jaundice) yang disebabkan oleh penyumbatan saluran empedu dari
sakit kuning yang disebabkan oleh kelainan fungsi sel hati. USG Doppler bisa
digunakan untuk menunjukkan aliran darah dalam pembuluh darah di hati. USG juga
bisa digunakan sebagai penuntun pada saat memasukkan jarum untuk mendapatkan
contoh jaringan biopsi.
6. Imaging
radionuklida (radioisotop)
Menggunakan bahan yang mengandung perunut radioaktif,
yang disuntikkan ke dalam tubuh dan diikat oleh organ tertentu. Radioaktivitas
dilihat dengan kamera sinar gamma yang dipasangkan pada sebuah komputer.
7. Skening
hati
Merupakan penggambaran radionuklida yang menggunakan
substansi radioaktif, yang diikat oleh sel-sel hati.
8.
Koleskintigrafi
Menggunakan zat radioaktif yang akan dibuang oleh hati
ke dalam saluran empedu. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui peradangan
akut dari kandung empedu (kolesistitis).
9. CT scan
Bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan
terutama digunakan untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan
yang difus (tersebar), seperti perlemakan hati (fatty liver) dan jaringan hati
yang menebal secara abnormal (hemokromatosis). Tetapi karena menggunakan sinar
X dan biayanya mahal, pemeriksaan ini tidak banyak digunakan.
10. MRI
Memberikan gambaran yang sempurna, mirip dengan CT
scan. Pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu lebih lama dan penderita harus berbaring
dalam ruangan yang sempit, menyebabkan
beberapa penderita mengalami klaustrofobia (takut akan tempat sempit).
11.
Kolangiopankreatografi endoskopik retrograd
Merupakan suatu pemeriksaan dimana suatu endoskopi
dimasukkan ke dalam mulut, melewati lambung dan usus dua belas jari, menuju ke
saluran empedu. Suatu zat radiopak kemudian disuntikkan ke dalam saluran empedu
dan diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan
peradangan pada pankreas (pankreatitis) pada 3-5% penderita.
12.
Kolangiografi transhepatik perkutaneus
Menggunakan jarum panjang yang dimasukkan melalui kulit
ke dalam hati, kemudian disuntikkan zat radiopak ke dalam salah satu dari
saluran empedu. Bisa digunakan USG untuk menuntun masuknya jarum. Rontgen
secara jelas menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di dalam hati.
13.
Kolangiografi operatif
Menggunakan zat radiopak yang bisa dilihat pada
rontgen. Selama suatu pembedahan, zat tersebut disuntikkan secara langsung
kedalam saluran empedu. Foto rontgen akan menunjukkan gambaran yang jelas dari
saluran empedu.
14. Foto
rontgen sederhana
Sering bisa menunjukkan suatu batu empedu yang
berkapur.
15.
Pemeriksaan Biopsi hati
Untuk melihat struktu organ hati apakah terdapat
sirosis hati atau kompilkasi lainnya. Laparotomi biasanya dilakukan sebelum
bayi berumur 2 bulan.
16. Laparotomi
(biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan). (Indonesia, USA &
internasional berkumpul, 2000)
ASUHAN
KEPERAWATAN
a.
Pengkajian
I.
Identitas
Nama Bayi
Nama
ibu
Alamat
Pekerjaan
ibu
Status
anak
No MR
II.
Riwayat
Kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya keluhan utama dalam penyakit ini dalam 2 minggu sampai 2 bulan adalah
perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir, terjadi karena
darah bayi mengandung kelebihan bilirubin, pigmen berwarna kuning pada sel
darah merah.
b. Riwayat Penyakit
Sekarang
Biasanya anak dengan
Obstruksi Biliaris mengalami Jaundice yang terjadi dalam 2 minggu atau 2 bulan lebih, apabila anak buang air besar tinja atau feses
berwarna pucat. Anak juga mengalami distensi abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus.
Anak tidak mau minum dan kadang disertai letargi (kelemahan).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya adanya suatu
infeksi pada saat Infeksi virus atau bakteri masalah dengan kekebalan tubuh.
Selain itu dapat juga terjadi obstruksi empedu ektrahepatik. yang akhirnya
menimbulkan masalah dan menjadi factor penyebab terjadinya obstruksi biliaris
Riwayat Imunisasi:
imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT, Hepatitis, dan Polio.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya anak dengan
obstruksi biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya pada ibu pernah
menderita penyakit terkait dengan imunitas HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus,
dan infeksi virus rubella. Akibat dari penyakit yang di derita ibu ini, maka
tubuh anak dapat menjadi lebih rentan terhadap penyakit atresia biliaris.
Selain itu terdapat kemungkinan adanya kelainan kongenital yang memicu
terjadinya penyakit atresia biliaris ini.
e.
Riwayat Perinatal
1)
Antenatal:
Pada anak dengan
obstruksi biliaris, diduga ibu dari anak pernah menderita infeksi penyakit,
seperti kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella
2)
Intra natal:
Pada anak dengan obstruksi biliaris diduga saat proses kelahiran bayi
terinfeksi virus atau bakteri selama proses persalinan.
3)
Post natal:
Pada anak dengan obstruksi biliaris diduga orang tua
kurang memperhatikan personal hygiene saat merawat atau bayinya. Selain itu
kebersihan peralatan makan dan peralatan bayi lainnya juga kurang diperhatikan
oleh orang tua ibu.
f. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Pemeriksaan tingkat
perkembangan terdiri dari adaptasi sosial, motorik kasar, motorik halus, dan
bahasa. Tingkat perkembangan pada pasien obstruksi biliaris dapat dikaji
melalui tingkah laku pasien maupun informasi dari keluarga. Selain itu,
kebutuhan akan asupan nutrisinya menjadi kurang optimal karena terjadi kelainan
pada organ hati dan empedunya sehingga akan berpengaruh terhadap proses tumbuh
kembangnya.
g. Keadaan Lingkungan yang
mempengaruhi timbulnya penyakit
Kedaan lingkungan yang
mempengaruhi timbulnya obstruksi pada anak yaitu pola kebersihan yang cenderung
kurang. Orang tua jarang mencuci tangan saat merawat atau menetekkan bayinya.
Selain itu, kebersihan botol atau putting ketika menyusui bayi juga kurang
diperhatikan.
h.
Pola Fungsi Kesehatan
1)
Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan
obstruksi biliaris terjadi gangguan yaitu ditandai dengan anak gelisah dan
rewel yang gejalanya berupa letargi atau kelemahan
2)
Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan obstruksi biliaris adalah
ditandai dengan takikardia, berkeringat yang berlebih, ikterik pada sklera
kulit dan membrane mukosa.
3)
Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan obstruksi biliaris yaitu
terdapat distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan urine yang berwarna
gelap dan pekat. Feses berwarna dempul, steatorea. Diare dan konstipasi pada
anak dengan atresia biliaris dapat terjadi.
4)
Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan obstruksi biliaris ditandai
dengan anoreksia,nafsu makan berkurang, mual-muntah, tidak toleran terhadap
lemak dan makanan pembentuk gas dan biasanya disertai regurgitasi berulang.
5)
Pola kognitif dan persepsi sensori: pola ini mengenai
pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang diderita klien
6)
Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau anak
terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
7)
Pola hubungan-peran: biasanya peran orang tua sangat dibutuhkan dalam
merawat dan mengobati anak dengan obstruksi biliaris.
8)
Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak
yang berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita obstruksi
biliaris biasanya tidak ada gangguan dalam reproduksi.
9)
Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan dan
semangat sembuh bagi anak.
10) Pola nilai dan kepercayaan: orang tua selalu optimis dan berdoa agar
penyakit pada anaknya dapat sembuh dengan cepat.
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
1)
Air kemih bayi berwarna gelap
2)
Tinja berwarna pucat
3)
Kulit berwarna kuning
4)
Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
5)
Hati membesar.
6)
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
a) Gangguan pertumbuhan
b) Gatal-gatal
c) Rewel
d) Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah
dari lambung, usus dan limpa ke hati).
III.
Pemeriksaan Fisik
a)
Keadaan umum : lemah.
TTV
Tekanan Darah
: terjadi peningkatan terutama pada vena porta
Suhu : Suhu tubuh dalam batas normal
Nadi : takikardi
RR : terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang
tertekan (takipnea)
b)
Kepala dan leher
Inspeksi :
Wajah :
biasanya simetris
Rambut :
biasanya lurus/keriting, distribusi merata/tidak
Mata :
biasanya pupil miosis, konjungtiva
anemis
Hidung :
biasanya kemungkinan terdapat pernafasan cuping Hidung
Telinga :
biasanya bersih
Bibir dan mulut :
biasanya mukosa biibir kemungkinan terdapat ikterik
Lidah :
biasanya normal
Palpasi :
biasanya tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe pada leher
c)
Dada
Inspeksi : Biasanya asimetris,
terdapat tarikan otot bantu pernafasan dan tekanan
pada otot diafragma akibat pembesaran hati (hepatomegali).
Palpasi :
Biasanya denyutan jantung teraba cepat
Perkusi :
Biasanya tejadi pada bayi dullness
Paru :
biasanya sonor
Auskultasi :
biasanya tidak terdengar suara ronchi
kemungkinan terdengar bunyi wheezing
d)
Abdomen
Inspeksi : biasanya terdapat distensi abdomen
Palpasi :
biasanya dapat terjadi nyeri tekan ketika dipalpasi
Perkusi : biasanya sonor
Auskultasi :
biasanya kemungkinan terjadi pada bising usus
e)
Kulit
biasanya turgor kurang, pucat, kulit berwarna
kuning (jaundice)
f)
Ekstremitas
biasanya tidak terdapat
odem pada pada extremitas
b. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan
penyerapan lemak, ditandai oleh berat badan turun dan konjungtiva anemis
b. Hipertermia berhubungan
dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
c. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan tingginya nausea dan vomitting pada pasien
ditandai oleh tingginya frekuensi mual dan muntah pasien
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana keperawatan
|
|
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan :
Ketidakmampuan untuk memasukkan
atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
DS:
- Nyeri abdomen
- Muntah
- Kejang perut
- Rasa penuh tiba-tiba setelah
makan
DO:
- Diare
- Rontok rambut yang berlebih
- Kurang nafsu makan
- Bising usus berlebih
- Konjungtiva pucat
- Denyut nadi lemah
|
NOC:
a. Nutritional status: Adequacy of nutrient
b. Nutritional Status : food and Fluid Intake
c. Weight Control
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan
indikator:
Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Total iron binding capacity
Jumlah limfosit
|
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/
TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval
|
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana
keperawatan
|
|
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Hipertermia
Berhubungan
dengan :
-
penyakit/ trauma
-
peningkatan metabolisme
-
aktivitas yang berlebih
-
dehidrasi
DO/DS:
kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
serangan atau konvulsi (kejang)
kulit kemerahan
pertambahan RR
takikardi
Kulit teraba panas/ hangat
|
NOC:
Thermoregulasi
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama pasien menunjukkan :
Suhu tubuh
dalam batas normal dengan kreiteria hasil:
Suhu 36 – 37C
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
|
NIC :
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan
anti piretik:
Kelola Antibiotik
Selimuti pasien
Berikan cairan intravena
Kompres
pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Monitor TD,
nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor
hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)
|
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana
keperawatan
|
|
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Defisit Volume Cairan
Berhubungan
dengan:
- Kehilangan
volume cairan secara aktif
- Kegagalan
mekanisme pengaturan
DS :
- Haus
DO:
- Penurunan turgor kulit/lidah
- Membran mukosa/kulit kering
-
Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan
nadi
- Pengisian vena menurun
- Perubahan status mental
- Konsentrasi urine meningkat
- Temperatur tubuh meningkat
-
Kehilangan berat badan secara tiba-tiba
-
Penurunan urine output
-
HMT meningkat
- Kelemahan
|
NOC:
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status : Food
and Fluid Intake
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama….. defisit
volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:
Mempertahankan urine output
sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan
Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
pH urin dalam batas normal
Intake oral dan intravena adekuat
|
NIC :
Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
Monitor status hidrasi (
kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika
diperlukan
Monitor hasil lab yang sesuai
dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )
Monitor vital sign setiap
15menit – 1 jam
Kolaborasi pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan oral
Berikan penggantian nasogatrik
sesuai output (50 – 100cc/jam)
Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Pasang kateter jika perlu
Monitor intake dan urin output
setiap 8 jam
|
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Obstruksi
biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan.
Dengan melihat penyakit yang ada, bidan
dapat dapat memberikan pelayanan
dengan baik agar keselamatan pada bayi baru lahir, bayi maupun
anak balita. Bidan segera merujuk ketika mendapatka kasus demikian.
B. SARAN
·
Dapat
mengetahui setiap faktor risiko yang dimiliki, sehingga bisa mendapatkan prompt
diagnosis dan pengobatan jika saluran empedu tersumbat. Penyumbatan itu sendiri
tidak dapat dicegah.
·
Dalam hal ini dapat memberikan pendidikan kesehatan
pada orang tua untuk mengantisipasi setiap faktor resiko terjadinya obstruksi
biliaris (penyumbatan saluran empedu), dengan keadaan fisik yang
menunjukan anak tampak ikterik, feses
pucat dan urine berwarna gelap (pekat).
·
Segera
melakukan rujukan cepat untuk menghindari komplikasi berlanjut.
DAFTAR
PUSTAKA
Ai Yeyeh Rukiyah S.SiT.2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita.
Jakarta:Trans info Media
Ngastiyah 1997. Perawatan
Anak Sakit.Jakarta:EGC.
Suriadi & Yuliani R.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : CV. Sagung Seto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar