Senin, 27 April 2015

Asuhan Keperawatan Uroliatisis (Batu Ginjal)



BAB   I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukannya batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian ini tidak sama di berbagai  belahan bumi. Di negara-negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli, sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas, hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari.
Batu saluran kemih (urolitiasis) dapat timbul pada organ-organ sistem perkemihan seperti : ginjal, ureter, kandung kemih. Batu itu sendiri disebut kalkuli. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urine. Kalkuli bervariasi dalam ukuran dari fokus mikroskopik sampai beberapa sentimeter dalam diameter yang cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu termasuk pH urine, kosentrasi zat terlarut urine, status urine, beberapa infeksi,diet tinggi kalsium, dan demineralisasi tulang. Kebanyakan batu mengandung kalsium, amoniomagnesium fosfat atau struvit, asam urat atau sistin. Perawatan di Rumah Sakit diperlukan sampai batu hilang dari saluran perkemihan dan komplikasi teratasi.   
1.2.    Tujuan        
a.       Tujuan umum   : Melatih kami dalam membuat asuhan keperawatan dengan baik dan benar, menambah wawasan tentang penyakit urolitiasis.
b.      Tujuan khusus
·         Memahami konsep urolitiasis sesuai dengan landasan teoritisnya.
·         Mampu membuat dan melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan benar.



BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Defenisi
Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal dan mengandung komponen kristal serta matrik organik.
( Sudoyo, 2001; 134 )
Batu ginjal ( renal kalkuli ) adalah pembentukan batu di traktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sifat yang sangat normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencangkup PH urin dan status cairan pasien
( baru cenderung terjadi pada pasien dehidrasi ).
    ( Smeltzer, 2001; 1460 )

B.Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang belum terungkap (idiopatik). Faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorarng ada 2, yaitu  faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1.      Herediter
2.      Umur
3.      Jenis kelamin
Faktor ekstrinsik itu antara lain adalah :
1.      Geografi : pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah di Afika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2.      Iklim dan temperatur
3.      Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4.      Diet : diet benyak purin, oksalat, dan kalsiun mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
5.      Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas.
C.    Klasifikasi 
·         Menurut lokasi
Bagian proksimal  :  -  Nefrolitiasis
-  Pyelolitiasis
-  Ureterolitiasis
Bagian distal         :  -  Vesikolitiasis
   -  Uretralitiasis
·         Menurut komponen batu
-   Batu Kalsium ( kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran keduanya).
-   Batu Struvit (batu infeksi).
-   Batu Asam Urat
-   Batu jenis lain ( sistin, xanthin, triamteren dan batu silikat).

D.    Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura merupakan keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu merupakan kristalisasi dari mineral, matrik seperti pus, darah, tumor atau urat. Kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal) dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.

Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, kosentrasi solut di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih. Batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.

E.Tanda dan Gejala
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau lokasi batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. 
·   Pasien dengan batu ginjal akan merasa pegal dan nyeri kolik pada daerah sudut kostovetebralis.
·   Pasien dengan batu ureter terdapat rasa nyeri mendadak disebabkan karena batu yang lewat, rasa sakit berupa rasa  pegal di CVA atau kolik yang menjalar ke perut bawah, bila batu di ureter paroksimal  nyeri menjalar ke abdomen. Bila batu di bagian distal maka nyeri menjalar ke inguinal.
·   Pasien dengan batu buli-buli terdapat gejala miksi yang lancar tiba-tiba berhenti dan terasa sakit yang menjalar ke penis. Miksi dapat lancar kembali bila posisi diubah.
·   Pasien dengan batu uretra dapat mengalami miksi yang tiba-tiba berhenti disertai rasa sakit yang hebat pada glans penis, batang penis, perineum dan rektum.
·   Hematuria seringkali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.


F. Woc
Idopatik
 
Infeksi Saluran Kemih
 
Dehidrasi
 
                       


 

















Hematuri
 
Oliguri
 
Nyeri
 
Distensi
 
                                                                                               














 







 
G. Pemeriksaan Penunjang
·         Foto Polos Abdomen
      Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling  sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non-opak (radio-lusen). 
·         Pielografi Intra Vena
      Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat penurunan fungsi ginjal, maka dapat dilakukan pemeiksaan pielografi retrogrd.
·         Ultrasonografi

H.  Penatalaksanaan
·         Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar sepontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan memberikan diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.

·         Bedah Tertutup
Ø  ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat pemecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
Ø  Endourologi
Proses pemecahan batu yang dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah :

1.      PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)
      Mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
2.      Litotripsi
      Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
3.      Ureteroskopi atau uretero-renoskopi
Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi.
·         Bedah Laparoskopi
Pembedahan ini untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
·         Bedah terbuka
Pengangkatan batu melalui pembedahan :
-          Pielolitotomi (batu diangkat dari pelvis ginjal)
-          Uretolitotomi (batu diangkat dari ureter)
-          otomi (batu diangkat dari kandung kemih

BAB III
ASUHAN KERERAWATAN

A.      Pengkajian
I.                    Identitas
Nama
Umur
Pendidikan
Suku bangsa
Pekerjaan
Penanggungjawab
Agama
Status Perkawinan
Alamat
No MR
Ruang Rawat
Tanggal Masuk
Diagnosa Medik

II.                 Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah
Suhu
Pernafasan
Nadi

III.             Riwayat Kesehatan
1.      Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri kolik, lokasi nyeri tergantung pada lokasi batu.
2.      Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya ada riwayat Infeksi Saluran Kemih kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus).


3.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Bisanya Adanya riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis.

IV.               Pemeriksan fisik
a)      Kepala dan wajah          : ada sianosis
b)      Mata                               : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
c)      Konjungtiva                   : Biasanya menutupi pupil, anemis
d)     Sklera                              : Biasanya tidak ikterik, tidak ada pembesaran
e)      pupil                               : Respon cahaya baik
f)      Leher                              : Biasanya JVP dalam normal
g)     Telinga                           
        -Bentuk                           : Biasanya Simetris kiri dan kanan
        -Pendengaran                  : Biasanya pendengaran berkurang
        -Serumen                         : Biasanya Tidak ada
h)     Bibir                                : Biasanya Normal, tidak ada oedema, mukosa bibir lembab
i)      Lidah                              : Biasanya normal, bersih
j)     Gigi                                  : Biasanya gigi tidak lengkap
k)   Abdomen (Perut)
  • Inspeksi        : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada tonjolan, tidak ada kelainan umbilikus dan adanya pergerakan didindng abdomen
  • Auskultasi : biasanya suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari stetoskop)
  • Palpasi       : biasanya turgor kulit baik, hepar tidak teraba
  • Perkusi       : biasanya tympani
l)  Thorak (dada)
Inspeksi           : Biasanya ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi             : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi            : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi       : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki

m) Jantung
inspeksi           : Biasanya Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi             : Biasanya  Ictus cordis tidak teraba
Perkusi            : Biasanya pekak
Auskultasi       : Biasanya irama jantung teratur

n)  Kesadaran
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.


V.                 Pola kebiasaan sehari-hari
1.      Eliminasi
a.       BAK : Biasanya dalam keadaan sakit kilen buang air kecil 7x dalam sehari
b.      BAB : Biasanya dalam keadaan sakit klien buang air besar 1-2x dalam sehari
2.      Nutrisi
a.       Pola Makan : Biasanya dalam keadaan sakit klien makan  2-3x dalam sehari
b.      Pola minum : Biasanya dalam keadaan sakit klien minum 7-8 gelas dalam sehari
3.      Pola tidur/ istirahat : Biasanya dalam keadaan sakit tidur klien kurang dari 7 jam
4.      Aktivitas dan latihan : Biasanya dalam keadaan sakit aktivitas klien berkurang, klien merasa letih, lelah , nyeri sendi dan selalu gelisah

·         Aktifitas/Istirahat
      Keterbatasan aktivitas/imobilisasi lama sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh, penyakit lama tak sembuh).
·         Sirkulasi
      Peningkat tekanan darah/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal). Kulit hangat dan kemerahan ; pucat
·         Eliminasi
      Penurunan haluaran urine (oliguria), kandung kemih penuh. Rasa terbakar, dorongan berkemih, di sertai adanya hematuria (bila terdapat kerusakan jaringan ginjal),  piuria ( bila terjadi infeksi) dan perubahan pola berkemih.
·         Gastrointestinal
      Mual/muntah, nyeri tekan abdomen, distensi abdominal, penurunan/tak adanya bising usus.
·         Neurosensori
Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi nyeri tergantung  pada lokasi batu, pada panggul di regio sudut costovertebral; nyeri dapat menyebar ke punggung, abdomen, dan turun ke inguinal. Nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis ginjal. Nyeri digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain. Adanya tanda perilaku distraksi, dan nyeri tekan pada area ginjal saat di palpasi.

B.                                                                                                                 Diagnosa
a.       Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan
b.      perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral
c.       Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual/muntah ; diuresis pascaobstruksi
d.      Retensi urine berhubungan dengan sumbatan pada ginjal











C.  Intervensi
NO
DIAGNOSA
TUJUAN
INTERVENSI
1.
Nyeri akut
Batasan karakteristik :
-          Perubahan selera makan
-          Perubahan tekanan darah
-          Perubahan frekuensi jantung
-          Perubahan frekuensi pernapasan
-          Diaforesis
-          Perubahan posisi untuk menghidari nyeri
-          Dilatasi pupil
-          Sikap tubuh melindungi
-          Gangguan tidur
NOC :
-          Pain level
-          Pain control
-          Comfort level
KH :
-          Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebeb nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
-          Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
-          Mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
-          Menyatakan rasa nyaman setealah nyeri berkurang
NIC :
Pain management
-          Lakukan pengakajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
-          Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
-          Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
-          Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
-          Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
-          Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
-          Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
-          Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
-          Kurangi faktor presipitasi nyeri
-          Pilih dan lakukan penanganan nyeri
-          Kaji tipe dan sumber nyeri
-          Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
-          Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
-          Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
-          Tingkatkan istirahat
-          Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
2.
perubahan eliminasi urine
Batasan karaktristik :
-          Ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi yang tepat
-          Ketidakmampuan menyiram toilet atau korsi buang air (commode)
-          Ketidakmampuan naik toilet atau commode
-          Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi
-          Ketidakmampuan berdiri dari toilet atau commode
-          Ketidakmampuan untuk duduk ditoilet atau commode
NOC :
-          Activity intolerance
-          Mobility : physical impaired
-          Fatiquel level :
-          Anxiety self control
-          Ambulation
-          Self care deficit toileting
-          Urinary incontinence : functional
KH :
-          Pengetahuan perawatan ostomy : tingkat pemahaman yang ditunjukan tentang pemeliharaan ostomi untuk eliminasi
-          Perawatan diri : ostomi : tindakan pribadi untuk mempertahankan ostomi untuk eliminasi
-          Perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) mampu untuk melakukan perawatan fisik pribadi secara mandiri atau dengan alat bantu
-          Perawatan diri hygiene : mampu untuk mempertahankan kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
-          Perawatan diri eliminasi : mampu untuk melakukan aktivitas secara mandiri atau tanpa alat batu
-          Mampu duduk dan turun dari kloset
-          Membersihkan diri setelah eliminasi
-          Mengenali dan mengetahui kebutuhan bantuan untuk eliminasi
NIC :
Self-care assistance toileting
-          Pertimbangkan budaya pasien ketika mempromosikan aktivitas perwatan diri
-          Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri
-          Lepaskan pakaian yang penting untuk memungkinkan penghapusan
-          Membantu pasien ketoilet/commode
-          Pertimbangkan respon pasien terhadap kurangnya privasi
-          Menyediakan privasi selama eliminasi
-          Memfasilitasi kebersihan toilet setelah selesai eliminasi
-          Ganti pakaian pasien stelah eliminasi
-          Menyiram toilet/membersihkan penghapusan alat (commode,pispot)
-          Memulai jadwal ketoilet
-          Memulai pasien dengan toilet rutin
-          Memulai mengelilingi kamar mandi, sesuai dan dibutuhkan
-          Menyediakan alat bantu (misalnya kateter eksternal atau urinal)
-          Memantau integritas kulit pasien
3.
Resiko kekurangan volume cairan
Faktor resiko :
-          Kehilangan volume cairan
-          Kurang pengetahuan
-          Penyimpangan yang mempengaruhi absorbs cairan
-          Penyimpangan yang mempengaruhi akses cairan
-          Penyimpangan yang mempengaruhi asupan cairan
-          Kehilangan berlenihan melalui rute normal (mis: diare)
-          Usia lanjut
-          Berat badan ekstrem
-          Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (mis : status hipermetabolik)
-          Kegagalan fungsi regulator
-          Kehilangan cairan melalui rute abnormal (mis: slang menetap)
NOC :
-          Fluid balance
-          Hydration
-          Nutritional status : food and fluid intake
KH :
-          Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ, urine normal, HT normal
-          Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
-          Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC :
Fluid management
-          Timbang popok/pembalut jika diperlukan
-          Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
-          Monitor status hidrasi
-          Monitor vital sign
-          Monitor masukan makanan
-          Kolaborasi pemberian cairan IV
-          Monitor status nutrisi
-          Berikan cairan IV pada suhu ruangan
-          Dorongan masukan oral
-          Berikan pengganti nasogatrik sesuai output
-          Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
-          Tawarkan snack
-          Kolaborasi dengan dokter
-          Atur kemungkinan nutrisi
-          Persiapkan untuk tranfusi
Hipovolemia managemant
-          Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
-          Pelihara IV line
-          Monitor tingkat HB dab hemotokrit
-          Monitor tanda vital
-          Monitor respon pasien terhadap penmbahan cairan
-          Monitor berat badan
-          Dorong pasien untuk menambah intake oral
-          Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan
-          Monitor adanya tanda gagal ginjal
4.
Retensi urine
Batasan karakteristik :
-          Tidak ada haluan urine
-          Distensi kandung kemih
-          Menetes, disuria
-          Sering berkemih
-          Inkontinensia aliran berlebih
-          Residu urine, berkemih sedikit
-          Sensasi kandung kemih penuh
NOC :
-          Urinary elimination
-          Urinary continence
KH :             
-          Kandung kemih kosong secara penuh
-          Tidak ada residu urin>100-200cc
-          Bebas dari ISK
-          Tidak ada spasme bladder
-          Balance cairan seimbang
NIC :
Urinary retention care
-          Monitor intake dan output
-          Monitor penggunaan obat
-          Monitor derajat distensi bladder
-          Intruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat output urine
-          Sediakan privacy untuk eliminasi
-          Stimulasi refleks bladder dengan kompres dingin pada abdomen
-          Katerisasi jika perlu
-          Monitor tada dan gejala ISK (pana, hematuria, perubahan bau dan konsistensi uriene)

BAB IV
PENUTUP

a.             Kesimpulan
·         Urolitiasi (batu ginjal) adalah bentuk deposit mineral, paling umum kalsium oksalat dan kalsium fosfat, namun asam urat dan kristal lain juga pembentuk batu.
·            Faktor yang mempermudah terjadinya batu ada 2, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik diantaranya : herediter, umur dan jenis kelamin. Faktor ekstrinsik diantaranya : geografi, iklim dan temperatur, asupan air diet dan pekerjaan.
·   Urolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral.
·            Nyeri kolik merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien, lokasi nyeri dapat menunjukkan letak batu.
·            Terapi medikamentosa bisa dilakukan bila ukuran batu kurang dari 5 mm, dan terapi operatif dilakukan jika diameter batu > 1 cm,  dengan cara : bedah tertutup (ESWL, endourologi, bedah laparoskopi) dan bedah terbuka (pielolitotomi, uretolitotomi, sistolitotomi).
4.2.   Kritik dan Saran
Kami menyadari tentunya dalam penulisan makalah ini, banyak kekurangannya oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Kami berharap makalah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan urolitiasis dapat menambah pengetahuan tentang penyakit urolitiasis dan bermanfaat bagi kita semua.