BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman
Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah
diketemukannya batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat
menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia.
Angka kejadian ini tidak sama di berbagai
belahan bumi. Di negara-negara berkembang banyak dijumpai pasien batu
buli-buli, sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran
kemih bagian atas, hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas
pasien sehari-hari.
Batu saluran kemih (urolitiasis) dapat timbul pada
organ-organ sistem perkemihan seperti : ginjal, ureter, kandung kemih. Batu itu
sendiri disebut kalkuli. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang
terperangkap di sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus
larutan urine. Kalkuli bervariasi dalam ukuran dari fokus mikroskopik sampai
beberapa sentimeter dalam diameter yang cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu termasuk pH
urine, kosentrasi zat terlarut urine, status urine, beberapa infeksi,diet
tinggi kalsium, dan demineralisasi tulang. Kebanyakan batu mengandung kalsium,
amoniomagnesium fosfat atau struvit, asam urat atau sistin. Perawatan di Rumah
Sakit diperlukan sampai batu hilang dari saluran perkemihan dan komplikasi
teratasi.
1.2.
Tujuan
a.
Tujuan umum :
Melatih kami dalam membuat asuhan keperawatan dengan baik dan benar, menambah
wawasan tentang penyakit urolitiasis.
b.
Tujuan khusus
·
Memahami konsep urolitiasis sesuai dengan
landasan teoritisnya.
·
Mampu membuat dan melaksanakan Asuhan
Keperawatan dengan benar.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Defenisi
Batu ginjal merupakan
keadaan tidak normal di dalam ginjal dan mengandung komponen kristal serta
matrik organik.
( Sudoyo, 2001; 134 )
Batu ginjal ( renal kalkuli ) adalah pembentukan batu di traktus urinarius
ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat
dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi
substansi tertentu, seperti sifat yang sangat normal mencegah kristalisasi
dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencangkup PH
urin dan status cairan pasien
( baru
cenderung terjadi pada pasien dehidrasi ).
( Smeltzer, 2001; 1460 )
B.Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya
dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih
dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang belum terungkap (idiopatik). Faktor
yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorarng ada 2,
yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1.
Herediter
2.
Umur
3.
Jenis kelamin
Faktor ekstrinsik itu antara lain adalah :
1.
Geografi : pada beberapa daerah menunjukan angka
kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga
dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah di
Afika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2.
Iklim dan temperatur
3.
Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar
mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu
saluran kemih.
4.
Diet : diet benyak purin, oksalat, dan kalsiun
mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
5.
Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang
yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas.
C.
Klasifikasi
·
Menurut lokasi
Bagian proksimal
: - Nefrolitiasis
-
Pyelolitiasis
- Ureterolitiasis
Bagian distal
: - Vesikolitiasis
- Uretralitiasis
·
Menurut komponen batu
- Batu Kalsium ( kalsium oksalat, kalsium
fosfat atau campuran keduanya).
- Batu Struvit (batu infeksi).
- Batu Asam Urat
- Batu jenis lain ( sistin,
xanthin, triamteren dan batu silikat).
D.
Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh
saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel,
obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna,
striktura merupakan keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu merupakan kristalisasi dari mineral, matrik
seperti pus, darah, tumor atau urat. Kristal tersebut tetap berada dalam
keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang
lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada
epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal) dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih.
Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,
adanya koloid di dalam urine, kosentrasi solut di dalam urine, laju aliran
urine di dalam saluran kemih. Batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana
asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine bersifat
basa.
E.Tanda dan Gejala
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada
posisi atau lokasi batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi.
·
Pasien dengan batu ginjal akan merasa pegal dan
nyeri kolik pada daerah sudut kostovetebralis.
·
Pasien dengan batu ureter terdapat rasa nyeri
mendadak disebabkan karena batu yang lewat, rasa sakit berupa rasa pegal di CVA atau kolik yang menjalar ke
perut bawah, bila batu di ureter paroksimal
nyeri menjalar ke abdomen. Bila batu di bagian distal maka nyeri
menjalar ke inguinal.
·
Pasien dengan batu buli-buli terdapat gejala
miksi yang lancar tiba-tiba berhenti dan terasa sakit yang menjalar ke penis.
Miksi dapat lancar kembali bila posisi diubah.
·
Pasien dengan batu uretra dapat mengalami miksi
yang tiba-tiba berhenti disertai rasa sakit yang hebat pada glans penis, batang
penis, perineum dan rektum.
·
Hematuria seringkali dikeluhkan oleh pasien
akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.
F. Woc
|
|
|
|
|
|
|
G. Pemeriksaan
Penunjang
·
Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium
fosfat bersifat radio opak dan paling
sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat
bersifat non-opak (radio-lusen).
·
Pielografi Intra Vena
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non
opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika PIV belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat penurunan fungsi ginjal, maka
dapat dilakukan pemeiksaan pielografi retrogrd.
·
Ultrasonografi
H. Penatalaksanaan
·
Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5
mm, karena diharapkan batu dapat keluar sepontan. Terapi yang diberikan
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan memberikan
diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran
kemih.
·
Bedah Tertutup
Ø
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat pemecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli
tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi
fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
Ø
Endourologi
Proses pemecahan batu yang dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa
tindakan endourologi itu adalah :
1.
PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)
Mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan
cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil.
2.
Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukan alat
pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
3.
Ureteroskopi atau uretero-renoskopi
Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada dalam ureter maupun
sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi.
·
Bedah Laparoskopi
Pembedahan ini untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang
berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
·
Bedah terbuka
Pengangkatan batu melalui
pembedahan :
-
Pielolitotomi (batu diangkat dari pelvis ginjal)
-
Uretolitotomi (batu diangkat dari ureter)
-
otomi (batu diangkat dari kandung kemih
BAB III
ASUHAN KERERAWATAN
A.
Pengkajian
I.
Identitas
Nama
Umur
Pendidikan
Suku bangsa
Pekerjaan
Penanggungjawab
Agama
Status Perkawinan
Alamat
No MR
Ruang Rawat
Tanggal Masuk
Diagnosa Medik
II.
Tanda-Tanda
Vital
Tekanan darah
Suhu
Pernafasan
Nadi
III.
Riwayat Kesehatan
1. Riwayat
kesehatan sekarang
Biasanya
pasien datang dengan keluhan nyeri kolik, lokasi nyeri tergantung pada lokasi
batu.
2.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya ada riwayat Infeksi Saluran Kemih kronis,
obstruksi sebelumnya (kalkulus).
3.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Bisanya Adanya riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit
ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis.
IV.
Pemeriksan
fisik
a)
Kepala
dan wajah : ada sianosis
b)
Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
c)
Konjungtiva :
Biasanya menutupi pupil, anemis
d)
Sklera :
Biasanya tidak ikterik, tidak ada pembesaran
e)
pupil :
Respon cahaya baik
f) Leher : Biasanya JVP dalam
normal
g) Telinga
-Bentuk :
Biasanya Simetris kiri dan kanan
-Pendengaran :
Biasanya pendengaran berkurang
-Serumen :
Biasanya Tidak ada
h)
Bibir :
Biasanya Normal, tidak ada oedema, mukosa bibir lembab
i)
Lidah :
Biasanya normal, bersih
j)
Gigi :
Biasanya gigi tidak lengkap
k) Abdomen (Perut)
- Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada tonjolan, tidak ada kelainan umbilikus dan adanya pergerakan didindng abdomen
- Auskultasi : biasanya suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari stetoskop)
- Palpasi : biasanya turgor kulit baik, hepar tidak teraba
- Perkusi : biasanya tympani
l)
Thorak (dada)
Inspeksi : Biasanya ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : Taktil fremitus seimbang
kanan dan kiri
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang
paru
Auskultasi : Pada kasus
lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki
m) Jantung
inspeksi :
Biasanya Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :
Biasanya Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Biasanya pekak
Auskultasi :
Biasanya irama jantung teratur
n)
Kesadaran
Kesadaran biasanya kompos
mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
V.
Pola
kebiasaan sehari-hari
1.
Eliminasi
a. BAK
: Biasanya dalam keadaan sakit kilen buang air kecil 7x dalam sehari
b. BAB
: Biasanya dalam keadaan sakit klien buang air besar 1-2x dalam sehari
2.
Nutrisi
a. Pola
Makan : Biasanya dalam keadaan sakit klien makan 2-3x dalam sehari
b. Pola
minum : Biasanya dalam keadaan sakit klien minum 7-8 gelas dalam sehari
3.
Pola tidur/ istirahat : Biasanya dalam
keadaan sakit tidur klien kurang dari 7 jam
4.
Aktivitas dan latihan : Biasanya dalam
keadaan sakit aktivitas klien berkurang, klien merasa letih, lelah , nyeri
sendi dan selalu gelisah
·
Aktifitas/Istirahat
Keterbatasan aktivitas/imobilisasi lama sehubungan dengan
kondisi sebelumnya (contoh, penyakit lama tak sembuh).
·
Sirkulasi
Peningkat tekanan darah/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal).
Kulit hangat dan kemerahan ; pucat
·
Eliminasi
Penurunan haluaran urine (oliguria), kandung kemih penuh. Rasa
terbakar, dorongan berkemih, di sertai adanya hematuria (bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal), piuria (
bila terjadi infeksi) dan perubahan pola berkemih.
·
Gastrointestinal
Mual/muntah, nyeri tekan abdomen, distensi abdominal,
penurunan/tak adanya bising usus.
·
Neurosensori
Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi nyeri
tergantung pada lokasi batu, pada
panggul di regio sudut costovertebral; nyeri dapat menyebar ke punggung,
abdomen, dan turun ke inguinal. Nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada
di pelvis ginjal. Nyeri digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan
posisi atau tindakan lain. Adanya tanda perilaku distraksi, dan nyeri tekan pada
area ginjal saat di palpasi.
B.
Diagnosa
a.
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan
frekuensi/dorongan
b.
perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi
kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral
c.
Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
berhubungan dengan mual/muntah ; diuresis pascaobstruksi
d.
Retensi urine berhubungan dengan sumbatan pada ginjal
C. Intervensi
NO
|
DIAGNOSA
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
1.
|
Nyeri akut
Batasan karakteristik :
-
Perubahan selera makan
-
Perubahan tekanan darah
-
Perubahan frekuensi jantung
-
Perubahan frekuensi pernapasan
-
Diaforesis
-
Perubahan posisi untuk menghidari nyeri
-
Dilatasi pupil
-
Sikap tubuh melindungi
-
Gangguan tidur
|
NOC :
-
Pain level
-
Pain control
-
Comfort level
KH :
-
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebeb nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
-
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
-
Mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
-
Menyatakan rasa nyaman setealah nyeri berkurang
|
NIC :
Pain management
-
Lakukan pengakajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
-
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
-
Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
-
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
-
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
-
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
-
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
-
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
-
Kurangi faktor presipitasi nyeri
-
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
-
Kaji tipe dan sumber nyeri
-
Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
-
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
-
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
-
Tingkatkan istirahat
-
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
|
2.
|
perubahan eliminasi urine
Batasan karaktristik :
-
Ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi yang
tepat
-
Ketidakmampuan menyiram toilet atau korsi buang air
(commode)
-
Ketidakmampuan naik toilet atau commode
-
Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi
-
Ketidakmampuan berdiri dari toilet atau commode
-
Ketidakmampuan untuk duduk ditoilet atau commode
|
NOC :
-
Activity intolerance
-
Mobility : physical impaired
-
Fatiquel level :
-
Anxiety self control
-
Ambulation
-
Self care deficit toileting
-
Urinary incontinence : functional
KH :
-
Pengetahuan perawatan ostomy : tingkat pemahaman
yang ditunjukan tentang pemeliharaan ostomi untuk eliminasi
-
Perawatan diri : ostomi : tindakan pribadi untuk
mempertahankan ostomi untuk eliminasi
-
Perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari-hari
(ADL) mampu untuk melakukan perawatan fisik pribadi secara mandiri atau
dengan alat bantu
-
Perawatan diri hygiene : mampu untuk mempertahankan
kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat
bantu
-
Perawatan diri eliminasi : mampu untuk melakukan
aktivitas secara mandiri atau tanpa alat batu
-
Mampu duduk dan turun dari kloset
-
Membersihkan diri setelah eliminasi
-
Mengenali dan mengetahui kebutuhan bantuan untuk
eliminasi
|
NIC :
Self-care assistance toileting
-
Pertimbangkan budaya pasien ketika mempromosikan
aktivitas perwatan diri
-
Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan
aktivitas perawatan diri
-
Lepaskan pakaian yang penting untuk memungkinkan
penghapusan
-
Membantu pasien ketoilet/commode
-
Pertimbangkan respon pasien terhadap kurangnya
privasi
-
Menyediakan privasi selama eliminasi
-
Memfasilitasi kebersihan toilet setelah selesai
eliminasi
-
Ganti pakaian pasien stelah eliminasi
-
Menyiram toilet/membersihkan penghapusan alat
(commode,pispot)
-
Memulai jadwal ketoilet
-
Memulai pasien dengan toilet rutin
-
Memulai mengelilingi kamar mandi, sesuai dan
dibutuhkan
-
Menyediakan alat bantu (misalnya kateter eksternal
atau urinal)
-
Memantau integritas kulit pasien
|
3.
|
Resiko
kekurangan volume cairan
Faktor
resiko :
-
Kehilangan volume cairan
-
Kurang pengetahuan
-
Penyimpangan yang mempengaruhi absorbs cairan
-
Penyimpangan yang mempengaruhi akses cairan
-
Penyimpangan yang mempengaruhi asupan cairan
-
Kehilangan berlenihan melalui rute normal (mis:
diare)
-
Usia lanjut
-
Berat badan ekstrem
-
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan (mis :
status hipermetabolik)
-
Kegagalan fungsi regulator
-
Kehilangan cairan melalui rute abnormal (mis: slang
menetap)
|
NOC :
-
Fluid balance
-
Hydration
-
Nutritional status : food and fluid intake
KH :
-
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan
BB, BJ, urine normal, HT normal
-
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
-
Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit
baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
|
NIC :
Fluid management
-
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
-
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
-
Monitor status hidrasi
-
Monitor vital sign
-
Monitor masukan makanan
-
Kolaborasi pemberian cairan IV
-
Monitor status nutrisi
-
Berikan cairan IV pada suhu ruangan
-
Dorongan masukan oral
-
Berikan pengganti nasogatrik sesuai output
-
Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
-
Tawarkan snack
-
Kolaborasi dengan dokter
-
Atur kemungkinan nutrisi
-
Persiapkan untuk tranfusi
Hipovolemia
managemant
-
Monitor status cairan termasuk intake dan output
cairan
-
Pelihara IV line
-
Monitor tingkat HB dab hemotokrit
-
Monitor tanda vital
-
Monitor respon pasien terhadap penmbahan cairan
-
Monitor berat badan
-
Dorong pasien untuk menambah intake oral
-
Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
-
Monitor adanya tanda gagal ginjal
|
4.
|
Retensi urine
Batasan karakteristik :
-
Tidak
ada haluan urine
-
Distensi
kandung kemih
-
Menetes,
disuria
-
Sering
berkemih
-
Inkontinensia
aliran berlebih
-
Residu
urine, berkemih sedikit
-
Sensasi
kandung kemih penuh
|
NOC :
-
Urinary elimination
-
Urinary continence
KH :
-
Kandung kemih kosong secara penuh
-
Tidak ada residu urin>100-200cc
-
Bebas dari ISK
-
Tidak ada spasme bladder
-
Balance cairan seimbang
|
NIC :
Urinary retention care
-
Monitor intake dan output
-
Monitor penggunaan obat
-
Monitor derajat distensi bladder
-
Intruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat
output urine
-
Sediakan privacy untuk eliminasi
-
Stimulasi refleks bladder dengan kompres dingin pada
abdomen
-
Katerisasi jika perlu
-
Monitor tada dan gejala ISK (pana, hematuria,
perubahan bau dan konsistensi uriene)
|
BAB IV
PENUTUP
a.
Kesimpulan
·
Urolitiasi (batu ginjal) adalah bentuk deposit
mineral, paling umum kalsium oksalat dan kalsium fosfat, namun asam urat dan
kristal lain juga pembentuk batu.
·
Faktor
yang mempermudah terjadinya batu ada 2, yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik diantaranya : herediter, umur dan jenis kelamin.
Faktor ekstrinsik diantaranya : geografi, iklim dan temperatur, asupan air diet
dan pekerjaan.
·
Urolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral.
·
Nyeri
kolik merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien, lokasi nyeri dapat
menunjukkan letak batu.
·
Terapi
medikamentosa bisa dilakukan bila ukuran batu kurang dari 5 mm, dan terapi
operatif dilakukan jika diameter batu > 1 cm, dengan cara : bedah tertutup (ESWL, endourologi,
bedah laparoskopi) dan bedah terbuka (pielolitotomi, uretolitotomi,
sistolitotomi).
4.2. Kritik dan Saran
Kami menyadari tentunya dalam penulisan makalah ini,
banyak kekurangannya oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
guna kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Kami berharap makalah Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan urolitiasis dapat menambah pengetahuan tentang
penyakit urolitiasis dan bermanfaat bagi kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar