BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejadian
Osteoporosis terutama pada lansia akan mempunyai dampak yang sangat buruk bagi
penderitanya. Meningkatnya kejadian osteoporosis pada lansia akan menjadi
masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian dan dukungan serius. WHO
(2007) melaporkan, penyakit tulang yang paling umum ini menyebabkan lebih dari
8,9 juta kejadian fraktur pertahunnya di seluruh dunia. Hal ini dapat dilihat
pada kebanyakan pernderita osteoporosis di China yaitu sekitar 84 juta penduduk
(putrid, 2009). Di Amerika Serikat,
kasus fraktur tulang akibat osteoporosis pada lansia mencapai > 1,2 juta
setiap tahunnya. Dan di Inggris setiap tahunnya mengalami fraktur tulang dengan
tingginya kasus fraktur tulang pada lansia penderita osteoporosis, angka
mortalitas yang terjadi pun akan tinggi yaitu > 20% dalam tahun pertama
setelah timbulnya fraktur tulang (Harvey, 2009).
Berdasarkan
hasil analisis data yang dilakukan Pusat Penelitian Gizi dan Makanan Departemen
kesehatan, prevelensi kejadian osteoporosis di Indonesia 19,7 % dari jumlah lansia atau sekitar 3,6 juta
orang diantaranya menderita Osteoporosis. Lim provinsi dengan resiko
osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatra Selatan (27,7%), di
Jawa Tengah (24,05 %), Yogyakarta (23,5 %). Dan di 4 kota seperti
Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan sebesar 29 % lansia menderita
osteoporosis. Kejadian osteoporosis dapat disebabkan oleh umur dan jenis
kelamin. Dari hasil studi di Indonesia, prevalensi osteoporosis diatas 70 tahun
sebanyak 53,6% (wanita) dan 38% (laki-laki) (Putri, 2009). New Susan pun
memperkirakan 1 dari 3 wanita dan 1 dari
10 laki-laki berumur ≥ 55 tahun akan berisko terjadinya osteoporosis (New,
Susan A L, 2006).
Pola
makan yang tidak seimbang yang kurang memperhatikan kandungan gizi, seperti
kalsium, vitamin C dan D meerupakan faktor risiko osteoporosis (Kemenkes,
2008). hal ini didukung dari data prevalensi terjadinya osteoporosis diberbagai
Negara Eropa, Amerika dan Asia akibat defisiensi vitamin D pada lansia yang
mandiri sebesar 5-25 % dan tinggal di Panti /RS sebesar 60-80%.
B. Tujuan
1.
Tujuan umum
Untuk
mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Osteoporosis
2. Tujuan Khusus
·
Untuk mengetahui Defenisi Osteoporosis
·
Untuk mengetahui Etiologi Osteoporosis
·
Untuk mengetahui Manifestasi klinis
osteoporosis
·
Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi
Osteoporosis
·
Untuk mengetahui Klasifikasi
Osteoporosis
·
Untuk mengetahui Patofisiologi
Osteoporosis
·
Untuk mengetahui WOC Osteoporosis
·
Untuk mengetahui enatalaksanaan
Osteoporosis
·
Untuk mengetahui Komplikasi Osteoporosis
·
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan
Osteoporosi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1.
DEFENISI
Osteoporosis
adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan tulang per unit
volume, sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur
terhadap trauma minimal. Pengurangan massa tulang tersebut tidak disertai
dengan adanya perubahan perbandingan antara subtansi mineral dan organic
tulang. Secara histopatologis osteoporosis ditand ai oleh berkurangnya jumlah maupun
ukuran trabekula tulang (Riardi, 1996).
WHO
(1994) secara operasional mendefinisikan osteoporosis berdasarkan Bone Mineral Density (BMD) yaitu jika
BMD mengalami penurunan lebih dari 2,5 SD dari nilai rata-rata BMD pada orang
dewasa muda sehat (Bone Mineral Density
T-score <-2,5 SD). Osteopenia adalah nilai BMD -1 sampai -2,5 SD dari orang
dewasa sehat (Lindsay.dkk, 2008).
Osteoporosis
adalah suatu kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/ massa tulang,
peningkatan tulang dan penurunan proses yang mengakibatkan penurunan kekokohan
tulang sehingga tulang menjadi mudah patah. Osteoporosis merupakan hasil
interaksi kompleks yang menahun antara faktor genetic dan faktor lingkungan
(Arif, 2008).
Berdasarkan
“Consensus Development Conference” tahun 1993, osteoporosis didefinisika
sebagai penyakit tulang sistemik dengan cirri-ciri rendahnya mssa tulang dan
perburukan mikroarsitektur jaringan tulang dengan konsekuensi meningkatnya
kerapuhan dan kecenderungan terjadinya fraktur atau patah pada tulang (Sinaki,
2000. Sementara menurut Riardi (2008)
Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan gangguan struktur
tulang sehingga menyebabkan tulang menjadi mudah patah.
Osteoporosis
adalah penyakit tulang sistematik yang ditandai oleh penurunan densitas massa
tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan
mudah patah (Bambang,) . Pada tahun 2001, National
Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai
penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh Compromised
bone strength sehinggga tulang mudah patah.
2. ETIOLOGI (Arif Muttaqin, 2008)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa
tulang pada usia lanjut:
a.
Determinan Massa Tulang
1)
Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat
kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang
lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur
tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai
tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur
karena osteoporosis
2)
Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di
samping faktor genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan
berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan
perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara
massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap
kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan
juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh
becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama
pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya
akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang
lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum
diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa
lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik
3)
Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan
nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai
maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan
yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.
b.
Determinan Penurunan Massa Tulang
1)
Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya
fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat
risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini
tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal.
Setiap individu mempunyai ketentuan normal ssuai dengan sitat genetiknya serta
beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar,
kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan
lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang tobih
banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
2)
Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor
yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan
lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting
antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya
aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang
merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
3)
Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam
proses penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama
pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting.
Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan
absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi
negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik,
menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada
wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan
keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause
keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang
serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang
negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
4)
Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam
mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan
ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan
meningkatkan ekskresi kalsium.
Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri,
tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka
fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor
tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari
makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan
untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negatif
5)
Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh
karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya
konservasi kalsium di ginjal.
6)
Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung
akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang
tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui
urin maupun tinja.
7)
Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang
sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan
masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
3.
MANIFSTASI KLINIS
Osteoporosis merupakan silent disease.
Penderita osteoporosis umumnya tidak mempunyai keluhan sama sekali sampai orang
tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis
mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada
daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat
tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur
kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat
lengkung vertebra abnormal (kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering
merupakan predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat
trauma ringan), yang sering terjadi pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan
penipisan korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit
ditegakkan karena adanya variasi ketebalan trabekular pada individu ”normal”
yang berbeda.
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist
jika osteoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan
secara analisis kimia dari abu tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien
osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam
serum.
Manifestasi osteoporosis :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata
2. Rasa sakit
oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3. Nyeri timbul
mendadak
4. Sakit hebat dan terlokalisasi pada
vertebra yg terserang. Bagian-bagian
tubuh yang sering fraktur adalah pergelangan tangan, panggul dan vertebra
5. Nyeri berkurang
pada saat istirahat di tempat tidur
6. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan
akan bertambah jika melakukan aktivitas atau karena suatu pergerakan yang salah
7. Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi badan, Hal ini terjadi oleh karena adanya kompresi fraktur yang asimtomatis pada
vertebra.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang
ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah
patah tulang panggul. Selain itu, yang juga sering terjadi karena adalah patah
tulang lengan di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut
fraktur Colles, Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami
secara perlahan.
4.
ANATOMI
FISOLOGI
Tulang membentuk rangka penunjang
dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi
jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-mineral
dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk
suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan
proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik
tulang disebut juga sebagai osteoid. Materi organik lain yang menyusun tulang
berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang :
·
Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang
berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki
kekuatan yang besar. Sumsum kuning terdapat pada diafisis, terutama terdiri
dari sel-sel lemak.
·
Metafisis,
adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini
terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung
sel-sel hematopoietik. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan
diafisis tulang.
·
Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan
longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akna menghilang pada tulang dewasa.
Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu
dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang berhenti.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan
fibrosa yang disebut perioteum yang mengandung sel-sel yang dapat
berproliferasi yang berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang
panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan
keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya
proses penyembuhan suatu tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis
yang terususun dari tiga jenis sel : osteoblas, osteosit, dan osteoklas.
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan prteoglikan
sebagai metriks tulang atau jaringan oeteoid melalui suatu proses yang disebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas
mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting
dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
Osteoklas adalah sel-sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi.
Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan
beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat
terlepas ke dalam aliran darah
5.
. KLASIFIKASI
Osteoporosis dibagi 2
kelompok, yaitu :
a. Osteoporosis Primer
Osteoporosis
primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan
proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur
vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering
terkena dari pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57
tahun.Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai
dengan proses penuaan, sedangkan osteoporisis sekunder
didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal hal tertentu. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama karena
lebih banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses ketuaan
pada wanita menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis
primer.
b. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar
tulang. Osteoporisis sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis
tertentu termasuk kelainan endokrin, epek samping obat obatan,
immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder, terjadi
penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik
akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid,
kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik,
hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-lain
6. PATOFISOLOGI
Osteoporosis
terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan faktor
lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk
tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor mekanis meliputi, merokok, alkohol,
kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan
pemakaian obat-obatan. Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya
serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran
kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan
resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan
tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan
massa tulang total yang disebut osteoporosis.
Dalam
keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi suatu proses
yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses
resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini,
misalnya apabila proses resorbsi lebih besar dari pada proses pembentukan
tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan keadaan inilah yang kita
jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa
pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan tulang akan
sampai pada periode yang disebut dengan peride konsolidasi. Pada periode ini
terjadi proses penambahan kepadatan tulang atau penurunan porositas tulang pada
bagian korteks. Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia
kuarang lebih antara 30-45 tahun untuk tulang bagian korteks dan mungkin
keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada tulang bagian trabekula.
Sesudah
manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun pria akan
mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun,
sedangkan tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa pada usia lebih
muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya sama
dengan pria, akan tetapi pada wanita sesudah menopause, proses ini akan
berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita menopause massa tulang akan
menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita penurunan massa tulang
berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini berbagai bagian tubuh
ternyata tidak sama.
Dengan
teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan massa tulang
tersebut lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut:
metacarpal, kolum femoris serta korpus vertebra, sedang pada bagian tubuh yang
lain, misalnya : tulang paha bagian tengah, tibia dan panggul, mengalami proses
tersebut secara lambat.
Pada
osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola
yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta
pelebaran lumen, sehingga secara anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik
kritis proses ini akan tercapai apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah
sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan sangat peka terhadap trauma
mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya fraktur. Bagian-bagian tubuh yang
sering mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian
prosimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai
sebab, akan tetapi yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah
osteoporosis oleh karena bertambahnya usia
8.
PENATALAKSANAAN
Adapun penatalaksanaan pada klien dengan
osteoporososis meliputi :
a.
Pengobatan
Perempuan yang menderita
osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang
mencukupi dan Bifosonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
Perempuan pascamenopause yang
menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen ( biasanya bersama dengan
progesterone) atau alendronat, yang dapat memperlambat atau menghentikan
penyakitnya. Sebelum terapi sulih estrogen dilakukan,biasanya dilakukan pemeriksaan
tekanan darah, pemeriksaan payudara dengan mammogram, pemeriksaan kandungan,
serta PAP smear untuk mengetahui apakah ada kanker atau tidak. Terapi
ini tidak di anjurkan pada perempuan yang pernah mengalami kanker payudara dan
kanker kandungan (ndometrium).
Pemberian alendronat, yang berfungsi untuk :
1.
Mengurangi
kecepatan penghancuran tulang pada perempuan pasca menopause.
2.
Meningkatkan
massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul.
3.
Mengurangi
angka kejadian patah tulang.
Pemberian Kalsitonin, untuk diberikan kepada orang
yang menderita patah tulang belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa
diberikan melalui suntikan atau melalui semprot hidung.
Laki – laki yang menderita
osteoporosis biasanya menapatkan kalsium dan tambahan vitamin D
Pemberian Nutrilife-deer Velvet
merupakan alternative terkini yang bisa mengatasi osteoporosis. Nutrilife-deer
Velvet yang terbuat dari tanduk Rusa Merah New Zealand, terbukti bermanfaat
untuk mencegah osteoporosis dan telah digunakan selama lebih dari 10.000 tahun
oleh China, Korea, dan Rusia. Obat ini mengandung delapan factor pertumbuhan,
prostaglandin, asam lemak, asam amino, dan komponen dari kartilago, dan
dosisnya 1x1/kapsul 1 hari.
Pengobatan patah Tulang pada
Osteoporosis.
Patah tulang panggul biasanya di atasi dengan tindakan
pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau di perbaiki dengan
pembedahan. Jika terjadi penipisan tulang belakang disertai nyeri panggung yang
hebat, dapat di berikan obat pereda nyeri, di pasang supportive back brace, dan
dilakukan terapi fisik dengan mengompres bagian yang nyeri dengan menggunakan
air hangat atau dingin selama 10 – 20 menit.
b.
Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia
pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1.
Mencapai
massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2.
Mengatur
makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a).
Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b) .
Latihan teratur setiap hari
c).
Hindari : - Makanan Tinggi
protein
-
Minum kopi
- Minum
Antasida yang
- Merokok
- Mengandung
Alumunium
- Minum Alkohol
d). pola hidup sehat antara lain cukup
tidur, olahraga teratur (seperti jalan kaki,
berenang, senam aerobic).
9.
KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang
secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering
mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan
lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur
colles pada pergelangan tangan . Penurunan
fungsi, dan Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I.
Identitas
Nama
Umur
Pendidikan
Suku bangsa
Pekerjaan
Penanggungjawab
Agama
Status
Perkawinan
Alamat
No MR
Ruang Rawat
Tanggal
Masuk
Diagnosa
Medik
II.
Tanda-Tanda
Vital
Tekanan
darah
Suhu
Pernafasan
Nadi
III.
Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan
lalu
Biasanya klien tidak pernah
mengalami penyakit osteoporosis.
2. Riwayat
kesehatan sekarang
Biasanya
klien mengeluh ngilu dirasakan pada lutut, nyeri tulang punggung dan pinggang,
biasanya penyakit diderita
pasien sebelum diagnosis osteoporosis muncul seperti reumatik, Diabetes
Mellitus, hipertiroid, hiperparatiroid.
3. Riwayat
kesehatan keluarga
Biasanya keluarga pasien ada yang
mengalami penyakit yang sama seperti pasien.
IV.
Pemeriksan
fisik
a) Kepala dan
wajah : ada sianosis
b) Mata : Sklera biasanya tidak
ikterik, konjungtiva tidak anemis
c) Leher : Biasanya JVP dalam normal
d) Abdomen
(Perut)
- Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada tonjolan, tidak ada kelainan umbilikus dan adanya pergerakan didindng abdomen
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain,
tidak ikterik tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan
umbilicus.
- Auskultasi : biasanya suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari stetoskop)
e) Thorak
(dada)
Inspeksi : Biasanya ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : Cuaca resonan
pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki
f) Kesadaran
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
g) ekstermitas
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis
sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi
badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang,
leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan
lumbalis 3.
V. Pengkakjian bio-psiko-sosisal dan spiritual
1)
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
·
Biasanya pasien tidak menengetahui tentang penyakit
·
Biasanya pasien kebiasaan minum alkohol, kafein
·
Biasanya riwayat keluarga dengan osteoporosis
2)
Pola nutrisi metabolik
·
Inadekuat intake kalsium
3)
Pola aktivitas dan latihan
·
Fraktur
·
Badan bungkuk
·
Jarang berolah raga
4)
Pola tidur dan istirahat
·
Biasanya tidur terganggu karena adanya nyeri
5)
Pola persepsi kognitif
·
Nyeri pada punggung
6)
Pola reproduksi seksualitas
·
Menopause
7)
Pola mekanisme koping terhadap stres
·
Stres, cemas karena penyakitnya
B. DIAGNOSA
1. Nyeri akut berhubungan
dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra.
2. Hambatan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder.
3. Risiko cidera yang berhubungan dengan dampak
sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurang
perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan.
5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan
dan ketergantungan fisik.
C. INTERVENSI
NO
|
DIAGNOSA
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
1.
|
Nyeri akut
Batasan
karakteristik :
-
Perubahan selera makan
-
Perubahan tekanan darah
-
Perubahan frekuensi jantung
-
Perubahan frekuensi pernapasan
-
Diaforesis
-
Perubahan posisi untuk menghidari nyeri
-
Dilatasi pupil
-
Sikap tubuh melindungi
-
Gangguan tidur
|
NOC :
-
Pain level
-
Pain control
-
Comfort level
KH :
-
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebeb nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
-
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
-
Mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
-
Menyatakan rasa nyaman setealah nyeri berkurang
|
NIC :
Pain
management
-
Lakukan pengakajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
-
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
-
Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
-
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
-
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
-
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
-
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
-
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
-
Kurangi faktor presipitasi nyeri
-
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
-
Kaji tipe dan sumber nyeri
-
Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
-
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
-
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
-
Tingkatkan istirahat
-
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
|
2.
|
Hambatan
mobilitas fisik
Batasan
karaktristik :
-
Penurunan waktu reaksi
-
Kesulitan membolak-balik posisi
-
Melakukan aktivitas lai untuk mengganti pergerakan
-
Dispnea setelah beraktivitas
-
Perubahan cara berjalan
-
Gerakan bergetar
-
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan
motorik halus
-
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan
motorik kasar
-
Keterbatasan rentang pergerakan sendi
-
Tremor akibat pergerakan
-
Pergerakan lambat
-
Pergerakan tidak terkoordinasi
|
NOC :
-
Joint movement : active
-
Mobility level
-
Self care : ADLs
-
Transfer performance
KH :
-
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
-
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
-
Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpidah
-
Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
(walker)
|
NIC :
Exercise
therapy : ambulation
-
Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan
dan liat respon pasien saat latihan
-
Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan kebutuhan
-
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
dan cegah terhadap cidera
-
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
teknik ambulasi
-
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
-
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan
-
Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps
-
Berikan alat bantu jika klien memerlukan
-
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
|
3.
|
Risiko cidera
Faktor
resiko :
·
Eksternal
-
Biologis (mis : tingkat imunisasi, komunitas, mikroorganism)
-
Zat kimia (mis: racun, polutan, farmasi, alkohol, nikotin,
pengawet, kosmetik, pewarna)
-
Manusia (mis: agen nosokomial, pola ketegangan atau
kognitif, afektif dan psikomotor)
-
Cara pemindahan
-
Nutrisi (mis: desain, struktur, dan pengaturan
komunitas dan bangunan)
·
Internal
-
Profil darah abnormal
-
Disfungsi biokimia
-
Usia perkembangan
-
Disfungsi efektor
-
Disfungsi imun- autoimun
-
Disfungsi integratif
-
Malnutrisi
-
Disfungsi sensorik
-
Hipoksia jaringan
|
NOC :
-
Risk kontrol
KH :
-
Klien terbebas dari cidera
-
Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah cidera
-
Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan atau prilaku personal
-
Mampu memodifiksi gaya hidup untuk mencegah cidera
-
Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
-
Mampu mengenali perubahan status kesehatan
|
NIC :
Environment
management (manajemen lingkungan)
-
Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
-
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan
kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu
pasien
-
Menghindari lingkungan yang berbahaya
-
Memasang side rail tempat tidur
-
Menyedeiakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
-
Menempatkan skalar lampu yang tepat
-
Membatasi pengunjung
-
Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
-
Memindahkan barang2 yang dapat membahayakan
-
Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga adanya
perubahan status kesehatan
|
4.
|
Kurang perawatan diri
Batasan
karakteristik :
-
Ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi yang
tepat
-
Ketidakmampuan menyiram toilet atau korsi buang air
-
Ketidakmampuan naik ketoilet atau commode
-
Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi
-
Ketidakmampuan berdiri dari toilet atau commode
-
Ketidakmampuan untuk duduk ditoilet atau commode
|
NOC :
-
activity intolerance
-
mobility : physical impaired
-
fatiquel level
-
anxiety self control
-
ambulation
-
self care deficit toileting
-
self deficit hygiene
-
urinary incontinence : functional
KH :
-
pengetahuan perawatan ostomy : tingkat pemahaman
yang ditunjukan tentang pemeliharaan ostomi untuk eliminasi
-
perawatan diri ostomi :tindakan pribadi untuk
mempertahankn ostomy untuk eliminasi
-
perawatan diri : aktivitas sehari-hari (ADL) mampu
untuk melakukan aktivitasnperawatan fisik dan pribadi secara mandiri tanpa
alat bantu
-
perawatan diri hygiene : mampu untk mempertahankan
kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat
bantu
-
perawatan eliminasi: mampu untuk melakukan aktivitas
eliminasi secara mandiri atau tanpa alat bantu
-
mampu duduk dan turun dari kloset
-
membersihkan diri setelah eliminasi
-
mengenali dan mengetahui kebutuhan bantuan untuk eliminasi
|
NIC :
Self-care
assistance: toileting
-
pertimbangkan budaya ketika mempromosikanaktivitas
perawatan diri
-
pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan
aktivitas perawatan diri
-
lepaskan pakaian yang penting untuk mementingkan
penghapusan
-
membantu pasien ketoilet
-
pertimbangkan respon pasien terhadap kurangnya
privasi
-
menyediakan privasi selama eliminasi
-
memfasilitasi kebersihan toilet setelah selesai
eliminasi
-
mengganti pakaian pasien setelah eliminasi
-
menyiram toilet
-
membuat jadwal ketoilet
-
memulai mengelilingi kamar mandi sesuai dengan
kebutuhan
-
menyediakan alat bantu sesuai dengan integritas
kulit pasien
|
5.
|
Gangguan
citra tubuh
Batasan karakteristik :
-
Prilaku mengenali tubuh individu
-
Prilaku menghindari tubuh individu
-
Prilaku memantau tubuh individu
-
Respon nonverbal terhadap perubahan aktual pada
tubuh (mis : penampilan, struktur, fungsi)
-
Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan
pandangan tentang tubuh individu
-
Mengungkapkan persepsi yang mencerminkan perubahan
individu dalam penampilan
|
NOC :
-
Body image
-
Self esteem
KH :
-
Body image positif
-
Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
-
Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi
tubuh
-
Mempertahankan interaksi sosial
|
NIC :
Body image
enhancement
-
Kaji secara verbal dan nonverbal respon pasien
terhadap tubuhnya
-
Monitoring frekuensi mengkritik dirinya
-
Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan,
dan prognosis penyakit
-
Dorong klien mengungkapkan perasaanya
-
Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
-
Fasilitasi kontak dengan individu lain
|
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Osteoporosis adalah
suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan tulang per unit volume,
sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap
trauma minimal. Pengurangan massa tulang tersebut tidak disertai dengan adanya
perubahan perbandingan antara subtansi mineral dan organic tulang. Secara
histopatologis osteoporosis ditand ai oleh berkurangnya jumlah maupun ukuran
trabekula tulang.
Osteoporosis adalah
penyakit tulang sistematik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang
dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
patah.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan
kepada semua pembaca agar dapat memahami serta menanggapi apa yang telah
kelompok susun untuk kemajuan penulisan makalah selanjutnya dan umumnya untuk
lebih dalam asuhan keperawatan dalam kasus osteoporosis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar