A. PENGERTIAN
Infark Miokard Akut adalah nekrosis miokard akibat aliran
darah ke otot jantung terganggu ( Mansjoer, 1999)
Menurut Wita dkk ( 1994 ) IMA adalah iskemia menetap dan
nekrosis miokard karena penurunan perfusi. Penurunan perfusi ini disebabkan
karena adanya aterosklerosis arteri koronaria dan trombosis intrakoroner.
Infark Miokard adalah suatu keadaan infark atau nekrosis
otot jantung karena kurangnya suplai darah dan oksigen pada miokard (
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard) ( Udijanti,
2010)
B. EPIDEMIOLOGI
Sekitar 15 juta kasus baru dari infark miokard muncul
setiap tahun. WHO memperkirakan sekitar 12,6 % kematian diseluruh dunia
disebabkan oleh infark miokard. Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian
di negara maju dengan angka mortalitas sekitar 30 %, sedangkan pada negara
berkembang merupakan penyebab ketiga kematian setelah AIDS dan ISPB. Penyakit
ini memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi di antara orang – orang
Afrika, Amerika, Hispanik, dan populasi kulit putih di Amerika. Insiden pada
laki – laki lebih tinggi dari pada wanita terutama pada umur > 60 th.
C. ETIOLOGI
Menurut Udijanti (2010 ) Infark Miokard Akut disebabkan
oleh :
a. Coronary Arteri
Disease
Aterosklerosis,
atritis, trauma pada koroner, penyempitan arteri koroner karena spasme atau
desecting aorta dan arteri koroner.
b. Coronory Artery Emboly
Infectif
endocarditis, cardiac myxoma, cardiopulmonal bypass surgery, arteriography
koroner
c.
Kelainan kongenital : anomali arteri koronoria
d.
Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard
Tiroktoksikosis,
hipotensi kronis, keracunan karbon monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta
e. Gangguan Hematologi
Anemia,
polisitemia vera, hipercoagulabity, trombosis, trombositosis dan DIC
D. PATOFISIOLOGI
Infark miokard akut merupakan suatu proses nekrosis
miokard yang dicetuskan oleh sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan ini paling
banyak disebabkan karena trombus yang terbentuk akibat proses disrupsi atau
erosi plak aterosklerosis. Apabila plak aterosklerosis tidak stabil maka akan
mengalami erosi. Erosi plak ini kemudian akan menimbulkan aktivasi dan agregasi
trombosit, pengaktivasian jalur koagulasi dan vasokonstriksi endotel. Hal ini
akan memicu terbentuknya trombus dan oklusi arteri koroner. Penyebab lain
selain aterosklerosis yang dapat menyebabkan sumbatan atau hambatan aliran
darah koroner berupa spasme pembuluh darah, emboli koroner, dll.
Sumbatan koroner yang
terjadi kemudian akan diikuti dengan penurunan suplai oksigen ke otot jantung.
Penurunan suplai yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akan
menimbulkan iskemia. Iskemia yang timbul pada otot jantung kemudian akan memicu
metabolisme anaerob. Apabila terjadi metabolisme anaerob, maka sejumlah ATP
akan terdegradasi menjadi adenosin monophosphat (AMP) dan akumulasi asam
laktat. Terbentuknya AMP ini akan menimbulkan stimulasi pada reseptor alpha-1
pada ujung saraf jantung yang kemudian menimbulkan perasaan nyeri. Sedangkan
asam laktat yang terbentuk akan terdisosiasi menjadi laktat dan asam (H+).
Peningkatan jumlah asam seiring dengan peningkatan asam laktat akan menimbulkan
kebocoran saluran kalsium (Ca – channel) yang dapat memicu kelelahan (musle
fatigue).
Apabila
proses iskemia berlangsung lebih lama, maka otot jantung akan mengalami
nekrosis sehingga terjadilah infark miokard akut. Infark pada miokard ini akan
menyebabkan kontraksi miokard akan menurun dan tidak efektif untuk memompa
darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi
penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri
(apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan
beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard
disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya
akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru. Bendungan ini akan menimbulkan
transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema
paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru –
paru.
Sedangkan apabila
curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi melalui
perangsangan sistem adrenergik untuk mempertahankan curah jantung ke arah
normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka
penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan
berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu
retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini
akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan
atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume
cairan yang berujung pada oedema perifer. Selain itu, penurunan aliran darah ke
otak juga dapat terjadi. Hal ini akan menyebabkan hipoksia serebral yang
berujung pada penurunan kesadaran.
Jadi, patofisiologi infark miokard beserta komplikasinya
sangat tergantung pada luas serta tempat
infark terjadi pada otot jantung.
Menurut Wita (1994) Pecetus IMA biasanya berupa : kerja, olahraga, operasi,
makan banyak, udara dingin dan marah. Gejala yang dapat muncul seperti :
1.
Infark Miokard memiliki karakteristik nyeri spesifik (
didahului angina tak stabil : 20 – 40 % ) yang berlangsung lebih dari 30 menit.
Nyeri dada dirasakan pada daerah retrosternal, seperti diremas – remas, ditekan,
ditusuk, dan ditindih benda berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan, bahu, leher,
rahang, bahkan ke pinggang dan epigastrium.
2.
Gangguan saraf otonom : berupa rangsangan parasimpatik
pada infark inferior yaitu perasaan mual, muntah, diare, cegukan (hiccup), kadang
– kadang sinkop. Rangsangan simpatis seperti : berdebar-debar, cemas dan
tachicardia.
F. PEMERIKSAAN FISIK
Hasil pemeriksaan fisik dapat bervariasi tergantung berat
dan lokasi terjadinya infark. Tanda vital dapat menunjukkan hipotensi atau
hipertensi. Pada pemeriksaan umum dapat ditemukan diaphoresis, kulit pucat dan
dingin, takikardia, dan suara jantung keempat (S4). Tanda – tanda gagal jantung
juga bisa terlihat apabila infark ini berkembang menjadi gagal jantung. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan terdengarnya S3 (
irama gallop ), ronkhi paru, oedema extremitas dan peningkatan JVP.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Elektrokardiografi
Pada
elektrokardiogram ditemukan elevasi segmen S-T dengan atau tanpa disertai
terbentuknya gelombang Q patologis.
- Laboratorium
a. Enzim
jantung :
1) Peningkatan
kadar kreatinin kinase miokard (CK-MB). Peningkatan ini terjadi dalam 3-12 jam
dari onset nyeri dada dan mencapai puncaknya dalam 24 jam.
2) Peningkatan
kadar Troponin jantung (Troponin-T dan Troponin-I). Peningkatan terjadi dalam 3-12
jam dari onset nyeri dada dan mencapai puncaknya dalam 24-48 jam.
3) Peningkatan
kadar LDH dalam 12-24 jam, memuncak dalam 12-48 jam, dan memakan waktu yang
lama untuk kembali normal.
b. AST (
aspartat amonitransferase ) meningkat terjadi dalam 6-12 jam,memuncak dalam 24
jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
c. Elektrolit
: hiperkalemia/hipokalemia
d. Sel darah
putih : leukosit 10.000-20.000, biasanya
tampak pada hari kedua setelah IMA sehubungan dengan proses inflamasi.
e.
Kolesterol meningkat
3.
Radiologi
Tidak banyak membantu diagnosis IMA tetapi berguna untuk mendeteksi adanya
bendungan paru (gagal jantung), kadang dapat ditemukan kardiomegali.
a.
Ekokardiografi
Dapat tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan penebalan sistolik
dinding jantung yang menurun. Dapat mendeteksi daerah dan luasnya kerusakan
miokard, adanya penyulit seperti anerisma ventrikel, trombus, ruptur muskulus
papilaris atau korda tendinea, ruptur septum, tamponade akibat ruptur jantung,
pseudoaneurisma jantung.
b.
Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan/sumbatan arteri koroner.
Menurut WHO (dalam Wita 1994), kriteria klinis
diagnosis IMA ditegakkan bila terdapat 2
dari 3 kriteria ini :
1.
Nyeri dada yang spesifik selama 30 menit
2.
Kelainan EKG spesifik berupa : peningkatan segmen ST,
gelombang Q patologis, T terbalik.
3.
Peningkatan enzim serum (> 2 kali) :
CK-MB,LDH,trrnponin 1 dan SGOT
H. PENATALAKSANAAN
1.
Terapi Konvensional
Bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.
a. Medikamentosa
1) Oksigen 2 – 4 L lewat masker
2) Anti-Iskemia
a) Vasodilator (Nitrat/Nitrogliserin) 400 mcg SL
atau 5 – 10 mcg/min IV infusion dititrasi 10 % sesuai perbaikan klinis.
Vasodilator dapat meningkatkan suplai oksigen ke daerah iskemik dengan dilatasi
pembuluh epikardial dan kolateral.
b) Analgetik (Mophine sulfate) 2 – 5 mg dosis IV dapat
diulangi tiap 5 – 30 menit. Memberikan perasaan tenang dan nyaman dan efek
sedasi untuk menekan nyeri.
c) Beta bloker (Metoprolol)
5 mg IV slow infusion dalam 1 – 2 menit. Obat ini membentu menekan ventrikel
ektopi dan mengurangi kebutuhan oksigen miokard secara sekunter terhadapefek
inotropik.
3) Antithrombotik
4)
Antiplatelet (mencegah agregasi platelet)
a)
Aspirin/ASA dengan dorsis awal 160 – 325 mg nonenteric
formula yang dilanjutkan dengan 75 – 160 mg/hari.
b)
Clopidogrel (PLAVIX ™) dengan loading dose 300 mg diikuti
dengan 75 mg/hari.
Terapi dapat dikombinasikan antara clopidogrel dengan aspirin.
(1)
Enoxaparin (Lovenox) 1 mg/kg SC tiap 12 jam. Dosis awal
30 mg IV bolus.
(2)
Heparin (UFH) bolus 60 – 70 U/kg IV.
C)
Thrombolytics (untuk reperfusi awal)
(1)
Tissue Plasminogen Activator (t-PA) 15 mg IV bolus awal
diikuti dengan 50 mg IV 30 menit kemudian, dan 35 mg IV dalam jam berikutnya.
(2)
Streptokinase (Streptase) 15 juta IU dalam 50 cc D5W IV
dalam 60 menit
b.
Diet
Diet yang diberikan adalah NPO (nothing per oral) sampai
kondisinya stabil. Diet rendah garam, rendah lemak dan kolesterol secara umum
dianjurkan.
c.
Pembatasan aktivitas
Bed rest untuk mengurangi konsumsi oksigen sampai
reperfusi atau terapi awal dilakukan dalam 24 – 48 jam.
2. Terapi Pembedahan (Untuk
revaskularisasi)
a.
PTCA
(percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty)
b.
CABS
(Coronary Artery Bypass Surgery) atau CABG (Coronary Artery Graft Surgery)
c.
Coronary
Atherectomy and Rotablator
d.
Laser
Angioplasty
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas
Gejala : Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
Tanda : Takikardi, dispnea pada istirahat/
aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala
: Riwayat infark miokard, penyakit arteri
koroner, gagal jantung kongesif
(GJK), masalah TD, DM
Tanda : TD dapat normal atau naik/ turun, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri. nadi dapat normal, penuh/ takkuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi. bunyi
jantung ekstra : S3 mungkin menunjukan gagal jantung/ penurunan kontraktilitas
atau komplain ventrikel. Irama jantung
dapat teratur atau tidak teratur.
3. Integritas ego
Gejala :
Takut mati, perasaan ajal sudah dekat, kuatir tentang keluarga.
Tanda : cemas, kurang kontak mata, gelisah,
fokus pada diri sendiri/ nyeri
4. Eliminasi
Tanda : Normal
5. Makanan/
cairan
Gejala : Mual, kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri
ulu hati/terbakar.
Tanda :
Penurunan turgor kulit (kulit kering/berkeringat), perubahan berat badan, muntah.
6. Higiene
Gejala/ tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan.
7. Neurosensori
Gejala :
Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun
Tanda :
Perubahan mental, kelemahan.
8. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala :
Nyeri dada yang timbul mendadak, tidak hilang dengan istirahat
Tanda : Wajah meringis, perubahan postur tubuh,
merintih, kehilangan kontak mata, perubahan irama jantung, TD , pernafasan,
kesadaran.
9. Pernafasan
Gejala :
Dispnea dengan/ tanpa kerja, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas
sesak/ kuat, pucat.
10. Interaksi sosial
Gejala
: Kesulitan koping dengan
stressor yang ada.
Tanda
: Kesulitan istirahat dengan
tenang.
11. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala :
Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit
vaskuler perifer , penggunaan tembakau.
Pertimbangan rencana pemulangan :menunjukan rata- rata lama dirawat 7 hari
(2-4hari diICCU), perawatan dirumah.
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu :
1.
Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard
2.
Penurunan curah jantung b/d peningkatan beban kerja
ventikuler.
3.
Gangguan pertukaran gas b/d penurunan suplai darah paru
4.
Kelebihan volume cairan b/d peningkatan natrium/ retensi
air
5.
Gangguan pola tidur b/d nyeri dada
6.
Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dan kebutuhan
7.
Perubahan perfusi perifir b/d penurunan aliran darah ke
jaringan
8.
Sindroma defisit perawatan diri b/d kelemahan sekunder
akibat iskemia miokard
9.
Anxietas b/d perubahan status kesehatan
10.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan
b/d kurang informasi tentang penyakit jantung dan status kesehatan
11.
Resiko tinggi injuri b/d penurunan kesadaran
C.RENCANA KEPERAWATAN
No
|
Tgl/jam
|
Dx
Kep
|
Tujuan
|
Rencana
tindakan
|
Rasionalisasi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1
|
DX 1
|
Setelah diberikan askep slm 3x24 jam diharapkan nyeri pasien hilang/
terkontrol dengan kreteria evaluasi : menyatakan nyeri dada hilang/
terkontrol, menunjukan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak.
|
1.
Pantau/catat karakteristik nyeri, laporan verbal,
petunjuk non verbal, dan respon hemodinamik (meringis, gelisah, berkeringat,
mencengkram dada, nafas cepat, TD/ frekuensi jantung berubah )
2.
Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai
angina, atau nyeri MI. Diskusikan
riwayat keluarga.
3.
Bantu melakukan tehnik relaksasi, misal nafas dalam,
prilaku distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.
4.
Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas berlahan dan
tindakan nyaman (sprei yang kering/tidak terlipat, gosokan punggung).
Pendekatan pasien dengan tenang dan dengan percaya.
5.
Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
6.
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
|
1. penampilan dan prilaku pasien karena nyeri terjadi sebagai temuan
pengkajian. Kebanyakan pasien dengan IMA tampak sakit, distraksi,
dan berfokus pada nyeri. Pernafasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri
dan berhubungan dengan cemas.
2.Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya,sesuidengan
identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau
perikarditis.
3. Membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol
situasi, meningkatkan prilaku positif.
4. Menurunkan rangsangan eksternal dimana ansietas dan regangan jantung
serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi.
5. Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokard dan juga
mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia jaringan.
6. Pemberian obat – obatan nantinya akan dapat membantu mengurangi nyeri
dan memberikan rasa nyaman kepada klien. Obat – obat golongan vasodilator
dapat membantu meningkatkan suplai oksigen ke daerah yang iskemik, sedangkan
golongan beta bloker dan analgetik dapat membantu mengurangi kebutuhan
oksigen miokard.
|
|
2
|
Dx 2
|
Setelah diberi askep selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu
mempertahankan stabilitas hemodinamik dgn kriteria evaluasi : TD, curah
jantung dalam rentang normal, tidak adanya disritmia, melaporkan penurunan
episode dispnea, angina, mendemontrasikan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas.
|
1.
Auskultasi TD
2.
Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi ssi indikasi
3.
Catat terjadinya S3
4.
Auskultasi bunyi nafas dan pantau frekuensi jantung dan
irama
5.
Catat respons terhadap aktivitas dan peningkatan
istirahat yang tepat
6.
Berikan makanan kecil/ mudah dikunyah. Batasi asupan
kafein
7.
Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan ssi
indikasi
8.
Kolaborasi dalam mengkaji ulang EKG
9. Kolaborasi pemantauan data laboratorium (enzim
jantung, GDA, elektrolit)
1.
10. Kolaborasi pemberian obat antidisritmia ssi
indikasi.
|
Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan disfungsi ventrikel. Namun
hipertensi juga fenomena umum, kemungkinan berhubungan dengan nyeri, cemas,
pengeluaran katekolamin dan/ masalah vaskuler sebelumnya.
2. Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya kelemahan/ kekuatan nadi.
3. S3 biasanya dihubungkan dengan GJK tetapi juga terlihat pada adanya
gagal mitral dan kelebihan kerja ventrikel kiri yang disertai infark berat.
4. Frekuensi dan irama jantung berespon terhadap obat dan aktivitas
sesuai dengan terjadinya komplikasi/ disritmia, yang mempengaruhi fungsi
jantung/ meningkatkan kerusakan iskemik.
5. Kelebihan latihan meningkatkan konsumsi/ kebutuhan oksigen dan
mempengaruhi fungsi miokardia.
6. Makanan besar dapat meningkatkan kerja miokardia dan menyebabkan
rangsangan vagal mengakibatkan bradikardial/ denyut ektopik. Kafein
adalah perangsang langsung pada jantung yang dapat meningkatkan frekuensi
jantung.
7. Meningkatkan jumlah sedian oksigen untuk kebutuhan miokard, menurunkan
iskemia dan disritmia lanjut
8. Memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan/ perbaikan infark,
status fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit dan efek fungsi obat.
9. Enzim memantau perbaikan/ perluasan infark, adanya hipoksia menunjukan
kebutuhan tambahan oksigen , keseimbangan elektrolit sangat besar berpengaruh
irama jantung/ kontraktilitas.
10. Disritmia biasanya pada secara simtomatis kecuali untuk PVC, dimana
sering mengancam secara profilaksi.
|
|
3
|
Dx 3
|
Setelah deberikan askep selama 3x24 jam dapat pasien menunjukan ventilasi
yang adekuat, dengan kreteria evaluasi: GDA dalam batas normal, warna kulit
membaik, frekuensi nafas 12 -24x/mnt, bunyi nafas bersih, tidak ada batuk,
frekuensi nadi 60-100x/mnt,
|
1.
1Pantau frekuensi, irama, dan kedalaman. Catat
ketidakteraturan pernafasan.
2.
Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi tambahan
3.
Tinggikan kepala tempat tidur atau posisi semi fowler.
4.
Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi
5.
Kolaborasi pemberian diuretik
|
1.
Respon pasien berpariasi. Kecepatan pernafasan mungkit
dapat meningkat karena nyeri
2.
Adanya suara tambahan(ronchi) menandakan adanya
transudasi cairan di jaringan paru (oedema paru) yang mengarah pada gagal
jantung kongestif.
3.
Merangsang fungsi pernafasan ekspansi paru. Efektif
pada pencegahan dan perbaikan kongesti paru.
4.
Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan
sirkulasi.
5.
Membantu mengurangi terjadinya oedema paru.
|
|
4
|
Dx 4
|
Setelah
diberi askep selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat mempetahankn
keseimbangan cairan dengan kriteria evaluasi : TD dalam batas normal, paru
bersih, berat badan stabil.
|
1.
Ukur masukan/haluaran, catat penurunan pengeluaran,
sifat konsentrasi.
2.
Timbang berat badan tiap hari
3.
Pertahankan pemaasukan total cairan 2000 ml/24 jam
dalam toleransi kardiovaskuler.
4.
Kolaborasi pemberian diet rendah natrium
5.
Kolaborasi pemberian diuretik .
|
1.
Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan haluaran urin
2.
Perubahan berat badan yang tiba-tiba menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
3.
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi
memerlukan pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.
4.
Natrium meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi
5.
Diperlukan untuk memperbaiki kelebihan cairan
|
|
Dx 5
|
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan
istirahat/tidur pasien terpenuhi dengan kreteria evaluasi : mampu tidur
dengan nyaman, keluhan-keluhan berkurang/ hilang, jumlah jam tidur terpenuhi
secara normal, wajah tampak segar.
|
1.
Identifikasi pola tidur pasien sebelum masuk rumah sakit
dan perubahan yang terjadi setelah dirawat.
2.
Berikan tempat tidur, posisi yang nyaman dan beberapa
milik pribadi mis : bantal, guling
3.
Kurangi kebisingan dan lampu telalu terang.
4.
Berikan tindakan untuk mengatasi faktor penyebab
5.
Rencanakan tindakan keperawatan yang mengganggu
istirahat tidur pasien.
6.
Kolaborasi dlm pemberian sedatif, sesuai indikasi
|
1.
Perubahan pola tidur dapat menyebabkan kecemasan yang
dapat memicu nyeri dada dan meningkatkan konsumsi oksigen miokard.
2.
Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/
psikologis
3.
Memberikan situasi kondusif untuk tidur
4.
Keluhan yang menggangu tidur harus dikelola untuk
menunjang kebutuhan istirahat dan mengurangi oksigen miokard.
5.
Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan
pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun.
6.
Obat sedatif dapat menurunkan kecemasan dan membantu
untuk tidur.
|
||
6
|
Dx 6
|
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat
menunjukan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur/ maju dengan
kriteria evaluasi : frekuensi jantung/ irama dalam batas normal, TD dlm batas
normal, tidak adanya nyeri dada dalam rentang waktu selama pemberian obat.
|
1.
Catat/dokumentasi frekuensi jantung, irama dan
perubahan TD sebelum,selama, sesidah aktivitas sesuai indikasi.
2.
Batasi aktivitas pada dasar nyeri/ respons hemodinamik,
Berikan aktivitas sengga yang tidak berat.
3.
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat
aktifitas
4.
Kaji ulang tanda/ gejala yang menunjukan tidak toleran
terhadap aktivitas/ memerlukan pelaporan pada perawat/dokter.
5.
Kolaborasi dalam program rehabilitas jantung
|
1.
Kecendrungan menentukan respon pasien tehadap aktivitas
dan dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokard yang memerlukan penurunan
tingkat aktivitas/kmbli tirah baring, perubahan program obat, penggunaan
oksigen tambahan.
2.
Menurunkan kerja miokardia/ konsumsi oksigen,
menurunkan resiko komplikasi.
3.
Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung,
meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.
4.
Palpitasi, nadi tak teratur, adanya nyeri dada, dapat
mengindikasikan kebutuhan program olahraga/ obat.
5.
Memberikan dukungan/ pengawasan tambahan berlanjut dan
partisifasi proses penyembuhan dan kesejahtraan.
|
|
7
|
Dx 7
|
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat
menunjukan perfusi adekuat secara individu dengan kriteria evaluasi : kulit
hangat, nadi perifer kuat, tanda vital dalam batas normal, pasien sadar/
berorientasi, keseimbangan pemasukan/ pengeluaran, tak ada edema, bebas
nyeri.
|
1.
Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang
tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah, syok.
2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit
dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
3.
Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja
otot aksesori, bunyi napas)
4.
Pantau fungsi gastrointestinal (anoreksia, penurunan
bising usus, mual-muntah, distensi abdomen dan konstipasi)
5.
Pantau asupan cairan dan keluaran urine, catat berat
jenisnya.
6.
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (AGD BUN, kretinin,
elektrolit)
7.
Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
|
1.
Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung
di samping kadar elektrolit dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli
sistemik
2.
Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi
sistemik yang dibuktikan oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan
denyut nadi
3.
Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres
pernapasan. Di samping itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan
komplikasi tromboemboli paru.
4.
Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan
disfungsi gastrointestinal
5.
Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan
volume sirkulasi yang berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal
dan organ lainnya. BJ urine merupakan indikator status hidrasi dan fungsi
ginjal.
6.
Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.
7.
Pemberian obat – obatan sesuai indikasi dapat membantu
memperbaiki perfusi miokard yang terganggu. Sehingga membantu memperbaiki
pompa jantung untuk selanjutnya memperbaiki perubahan perfusi jaringan.
|
|
8
|
Dx 8
|
Setelah
diberikan askep selama 3x24jam diharapkan pasien mampu melakukan aktivitas
fisik sesuai kondisinya Dengan kriteria evaluasi : nyeri dada terkontrol
/hilang saat aktivitas, lelah berkurang/ hilang, frekuensi nafas normal.
|
Kaji tingkat kemampuan aktivitas/perawatan diri pasien
Bantu ADL sesuai tingkat kebutuhan pasien
Ajarkan pasien tehnik penghematan energi dalam melakukan ADL, seperti
mandi dengan posisi duduk
Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila terjadi nyeri dada.
|
Dapat menentukan aktivitas yang memerlukan bantuan
Membantu memenuhi kebutuhan ADL yang sangat diperlukan untuk membantu
kesembuhan
Mentoleransi tingkat kelemahan dan mendukung pasien untuk mandiri
Untuk mencegah kegagalan fungsi jantung.
|
|
9
|
Dx 9
|
Setelah diberikan askep selama 1x24 jam diharapkan pasien mampu mengatasi
kecemasan yang dirasakan dengan kriteria evaluasi : ekspresi wajah rileks,
mampu mengungkapkan perasaannya,
|
Identifikasi persepsi pasien terhadap ancaman. Dorong mengekpresikan
dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut, dll.
Kaji tanda verbal/non verbal terhadap adanya kecemasan
Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan.
Orientasi pasien/orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas
yang diharapkan
Berikan periode istirahat/waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang.
Dorong kemandirian, perawatan diri, dan pembuatan keputusan dalam rencana
pengobatan
Kolaborasi pemberian anti cemas sesuai indikasi.
|
Koping terhadap nyeri dan trauma emosi IMA sangat sulit. Pasien dapat
takut mati dan atau cemas tentang lingkungannya. Cemas berkelanjutan mungkin
terjadi dalam berbagai derajat selama beberapa waktu dan dapat
dimanifestasikan oleh gejala depresi.
Pasien mungkin tidak menunjukkan masalah secara langsung tetapi
kata-kata/tindakan dapat menunjukkan rasa agitasi,marah, dan gelisah.
Menyangkal dapat menguntungkan dalam menurunkan cemas tetapi dapat
menunda penerimaan terhadap kenyataan situasi saat ini.
Informasi dapat menurunkan kecemasan pasien.
Penyimpanan energi dan meningkatkan kemampuan koping
Dapat meningkatkan kepercayaan diri dan menurunkan rasa gagal.
Meningkatkan relaksasi/istirahat dan menurunkan rasa cemas.
|
|
10
|
Dx 10
|
Setelah diberikan askep selama 1x30 menit diharapkan pengetahuan pasien meningkat
dengan kreteria evaluasi : menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung
sendiri, rencana pengobatan, tujuan pengobatan dan efek samping/reaksi
merugikan, menyebutkan gejala yang perlu perhatian cepat, merencanakan
perubahan pola hidup yang perlu.
|
Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keinginan untuk belajar
Beri informasi dalam bentuk belajar yang bervariasi
Beri penguatan penjelasan faktor resiko, pembatasan diet/aktivitas, obat,
dan gejala yang memerlukan perhatian medis cepat.
Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver palsava, dan
aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan diatas kepala.
Kaji ulang tanda yang memelukan penurunan aktivitas dan pelaporan
Berikan
informasi pentingnnya menghubungi perawat/dokter bila mengalami nyeri dada,
atau terjadi gejala lain.
|
Perlu untuk pembuatan rencana intruksi individu.
Penggunaan metode belajar yang bervariasi meningkatkan penyerapan meteri.
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mencakup informasi dan
berpartisipasi dalam program rehabilitasi.
Aktivitas ini dapat meningkatkan kerja jantung/konsumsi oksigen miokardia
dan dapat merugikan kontraktilitas/curah jantung.
Peningkatan nadi diatas batas yang telah ditentukan, terjadinya nyeri
dada atau dispnea memerlukan perubahan latihan dan program obat.
Evaluasi berkala/intervensi dapat mencegah komplikasi.
|
|
11
|
Dx 11
|
Setelah deberikan askep selama 3x24 jam diharapkan injuri tidak terjadi
|
Catat perubahan mental/tingkat kesadaran
Awasi tanda tanda vital
|
Perubahan dapat menunjukkan perubahan perfusi jaringan serebral.
perubahan
tanda – tanda vital dapat mencerminkan perubahan perfusi serebral
|
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan dilaksanakan berdasarkan
intervensi yang telah dibuat sebelumnya.
E. EVALUASI
1.
Nyeri pasien hilang/ terkontrol
2.
Pasien mampu mempertahankan stabilitas hemodinamik
3.
Pasien menunjukan ventilasi yang adekuat
4.
Pasien dapat mempetahankn keseimbangan cairan
5.
Kebutuhan istirahat/tidur pasien terpenuhi
6.
Pasien dapat menunjukan peningkatan toleransi aktivitas
yang dapat
diukur/ maju
7.
Pasien dapat menunjukan perfusi adekuat secara individu
8.
Pasien mampu melakukan aktivitas fisik sesuai kondisinya
9.
Pasien mampu mengatasi kecemasan yang dirasakan
10.
Pengetahuan pasien meningkat
11.
Injuri tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E., 1999, Rencana
Asuhan Keperawatan, edisi ke-3. Jakarta
: EGC
Fakultas Kedokteran UI, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, editor Arif M. Dkk edisi ke-3 jilid 1,
Jakarta, Media Aesculapius
Nanda, 2005 -2006, Diagnosa
Keperawatan, alih bahasa Budi Santosa, Jakarta ; EGC
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , edisi
ke-3. jilid 1 Jakarta : FKUI
Price,S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, alih bahasa, Brahm U.
Pendit ; editor Huriawati Hartanto Edisi 6 Volume 1, Jakarta ;EGC
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, alih
bahasa Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi ke- 8 Volume 2, Jakarta : EGC
Wilkinson, J, 2006, Buku
Saku Diagnosis Keperawatan Dengan intervensi NIC dan kriteria hasil NOC, alih
bahasa Widyawati, editor Eny M. Edisi ke-7 Jakarta ; EGC
Udijanti, 2010,
Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta ; Salemba Medika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar