BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepsis pada
bayi baru lahir masih merupakan masalah yang belum dapat dipecahkan dalam
perawatan dan penanganan bayi baru lahir. Di negara berkembang hampir sebagian
besar bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitannya denagn sepsis. Hal yang
sama ditemukan pada negara maju yang dirawat di unit intensif bayi baru lahir.
Disamping morbiditas, mortalitas tinggi ditemukan pada penderita sepsis bayi
baru lahir.
Dalam
laporan WHO yang dikutip dalam Child Health Research Project Special Report reducing
perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 40% kematian bayi
baru lahir terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran
napas, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. disamping
tetanus neonatorum, case fatality rate yang tinggi ditemukan pada sepsis
neonatorum.
Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana
terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh. Perjalanan penyakit
sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak
terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48
jam. Angka kejadian sepsis neonatorum masih cukup dan merupakan penyebab
kematian utama pada neonatus.Hal ini karena neonatus rentan terhadap infeksi.
Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor.
(Surasmi, 2003)
B.
Rumsan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan sepsis neonatorum?
2.
Apa klasifikasi dari sepsis neonatorum?
3.
Apa penyebab terjadinya sepsis neonatorum?
4.
Bagaimana patofisiologi sepsis neonatorum?
5.
Apa manifestasi klinis dari sepsis neonatorum?
6.
Apa komplikasi pada sepsis neonatorum?
7.
Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien sepsis
neonatorum?
8.
Apa saja tindakan dan pencegahan yang harus dilakukan dari sepsis
neonatorum?
9.
Apa prognosis dari sepsis neonatorum?
10.
Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien sepsis neonatorum?
C. Tujuan Penulisan
Setelah mendapatkan
bahan pembelajaraan asuhan keperawatan pada anak sepsis neonatorum, mahasiswa
dapat :
1.
Mengetahui definisi sepsis neonatorum.
2.
Mengetahui klasifikasi dari sepsis neonatorum.
3.
Mengetahui etiologi sepsis neonatorum.
4.
Memahami patofisiologi sepsis neonatorum.
5.
Mengetahui manifestasi klinis dari sepsis neonatorum.
6.
Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi terhadap pasien sepsis neonatorum.
7.
Memahami pemeriksaan penunjang sepsis neonatorum.
8.
Mengetahui tata cara pelaksanaan dan pencegahan yang dilakukan terhadap
pasien sepsis neonatorum.
9.
Mengetahui prognosis dari sepsis neonatorum.
10. Memahami dan mengetahui
konsep asuhan keperawatan pada pasien sepsis neonatorum.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Definisi
Sepsis
adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala
infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok
septik. (Doenges, 1999)
Sedangkan sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus
dengan gejala sistematik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit
sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak
terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48
jam. (Surasmi, 2003)
Berikut ini adalah beberapa definisi atau pengertian dari sepsis neonatorum
atau sepsis pada neonatus yang perlu diketahui (Maryunani, 2009), yaitu:
1.
Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana
terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh.
2.
Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah
dan jaringan lain
3.
Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi
sistemik dan diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan. (WHO,
1996)
4.
Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS
(Systeic Inflammatory Respopnse Syndrome), sepsis, sepsis berat, syok septic,
disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian.
2.
Etiologi
Penyebab sepsis
neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau
jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri seperti
Acinetobacter sp, Enterobacter sp, Pseudomonas sp, serratia sp, Escerichia
Coli, Group B streptococcus, Listeria sp, dan lain-lain. (Maryunani, 2009)
Beberapa komplikasi
kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus
adalah:
a.
Perdarahan
b.
Demam yang terjadi pada ibu
c.
Infeksi pada uterus dan plasenta
d.
Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu)
e.
Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
f.
Proses kelahiran yang lama dan sulit
3. Klasifikasi
Berdasarkan waktu
terjadinya, sepsis neonatus dapat dibagi menjadi dua bentuk (Maryunani, 2009)
yaitu:
a.
Sepsis dini/Sepsis awitan dini
Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode setelah lahir
(kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in
utero
b.
Sepsis lanjutan/sepsis nasokomial atau sepsis awitan lambat (SAL)
Merupakan infeksi setelah lahir (lebih dari 72jam) yang diperoleh dari
lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nasokomial)
4.
Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri
dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan
perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen,
terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada
sepsis yang tiba-tiba dan berat, menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel.
Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang
mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian.
Mikroorganisme atau
kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara (Surasmi,
2003), yaitu :
a.
Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan
umpilikus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman
penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta,antara lain virus
rubella, herpes, situmegalo, koksari, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri
yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sifilis, dan toksoplasma.
b.
Pada masa intranatal atau saat pesalinan. Infeksi saat
persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai
korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya
kuman melalui umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan,
cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke
tyraktus digestivus dan trakus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada
lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diaras infeksi pada janin dapat
terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati
jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (misalnya herpes genitalis,
candida albika, dan n.gonnorea).
c.
Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi
nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat: penghisap
lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya
infeksi nosokomial.Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.
5.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik
serta dapat mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala
yang dapat ditemukan dapa neonatus yang menderita sepsis.
a.
Gangguan nafas seperti serangan apnea, takipnea dengan kecepatan pernafasan
>60x/menit, cuping hidung, sianosis, mendengus, tampak merintih, retraksi
dada yang dalam: terjadi karena adanya lesi ataupun inflamasi pada paru-paru
bayi akibat dari aspirasi cairan ketuban ibu. Aspirasi ini terjadi saat
intrapartum dan selain itu dapat menyebabkan infeksidengan perubahan paru,
infiltrasi, dan kerusakan jaringan bronkopulmonalis. Kerusakan ini sebagian
disebabkan oleh pelepasan granulosit dari protaglandin dan leukotrien.
b.
Penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun besar menonjol, keluar nanah dari
telinga, ekstensor kaku: terjadi karena sepsis sudah sampai ke dalam
manifestasi umum dari infeksi sistem saraf pusat. Keadaan akut dan kronis yang
berhubungan dengan organisme tertentu. Apabila bayi sudah mengalami infeksi
pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan penurunan kesadaran,
hal tersebut juga menyebabkan ubun-ubun besar menonjol (berisi cairan infeksi)
dan keluarnya nanah dari telinga. Dalam hal terganggunya sistem saraf pusat ini
kemungkinan terjadi gangguan saraf yang lain seperti ekstensor kaku.
c.
Hipertermia (> 37,7oC) atau hipotermi (<35,5oC)
terjadi karena respon tubuh bayi dalam menanggapi pirogen yang disekresikan
oleh organisme bakteri atau dari ketidakstabilan sistem saraf simpatik.
d.
Tidak mau menyusu dan tidak dapat minum adalah respon keadaan psikologis
bayi yang tidak menyenangkan terhadap ketidakstabilan suhu tubuhnya, serta
nanah yang keluar dari telinga
e.
Kemerahan sekitar umbilikus terjadi karena bakteri dapat bertumbuh tidak
terkendali di saluran pencernaan, apalagi jika penyebab sepsis pada bayi
terjadi dimulai dari infeksi luka umbilikus.
Berdasarkan manifestasi
klinis yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa tanda dan gejala
pada bayi yang mengalami sepsis neonatorum saling berhubungan baik dari
perjalanan infeksi, proses metabolik, dan tanda neurologi bahkan psikologinya
saling berhubungan.
6.
Komplikasi
a.
Hipoglikemia,
hiperglikemia, asidosis metabolik, dan jaundice
Bayi
memiliki kebutuhan glukosa meningkat sebagai akibat dari keadaan septik. Bayi
mungkin juga kurang gizi sebagai akibat dari asupanenergi yang berkurang.
Asidosis metabolik disebabkan oleh konversi ke metabolisme anaerobik dengan
produksi asam laktat, selain itu ketika bayi mengalami hipotermia atau tidak
disimpan dalam lingkungan termal netral, upaya untuk mengatur suhu tubuh dapat
menyebabkan asidosis metabolik. Jaundice terjadi dalam menanggapi terlalu
banyaknya bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh yang disebabkan oleh
organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal, bahkan
disfungsi hati akibat sepsis yang terjadi dan kerusakan eritrosit yang
meningkat.
b. Dehidrasi
Kekuarangan
cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi yang kurang, tidak mau menyusu,
dan terjadinya hipertermia..
c.
Hiperbilirubinemia
dan anemia
Hiperbilirubinemia
berhubungan dengan penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan.
Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua,
ini merupakan proses normal. Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin
(protein sel darah merah yang memungkinkan darah mengakut oksigen). Hemoglobin
terdapat pada sel darah merah yang dalam waktu tertentu selalu mengalami
destruksi (pemecahan). Namun pada bayi yang mengalami sepsis terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh, sehingga
terjadi kerusakan sel darah merah bukanlah hal yang tidak mungkin, bayi akan
kekurangan darah akibat dari hal ini (anemia) yang disertai hiperbilirubinemia
karena seringnya destruksi hemoglobin sering terjadi.
d. Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies
(selaput-selaput otak) melalui aliran darah.
e.
Disseminated
Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan
perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram negatif yang
mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram postif yang mengeluarkan
mukopoliskarida pada sepsis. Inilah yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan
darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu
terjadinya koagulasi yang berpotensi trombi dan emboli pada mikrovaskular.
7.
Pemeriksaan Penunjang
Radiografi pada dada seharusnya dilakukan sebagai bagian dari evaluasi
diagnostik dari bayi yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit saluran
pernapasan. Dalam kasus ini, radiografi dada dapat menunjukkan difusi atau
infiltrat fokus, penebalan pleura, efusi atau mungkin menunjukkan broncograms
udara dibedakan dari yang terlihat dengan sindrom gangguan pernapasan
surfaktan-kekurangan. Studi radiografi lainnya dapat diindikasikan dengan
kondisi klinis spesifik, seperti diduga osteomyelitis atau necrotizing
enterocolitis (McMillan, 2006)
Pemeriksaan labolatorium perlu dilakukan untuk menunjukan penetapan
diagnosis. Selain itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan untuk
menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil pemeriksaan darah tepi,
umumnya ditemuksan anemia, laju endap darah mikro tinggi, dan trombositopenia.
Hasil biakan darah tidak selalu positif walaupun secara klinis sepsis sudah
jelas. Selain itu, biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal,
usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase
atau hasil isapan isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian
adanya sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan memberikan hasil positif
dengan kuman yang sama. Bahan biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi
diberi terapi antibiotika. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan, antara
lain pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang merupakan pemeriksaan protein
yang disentetis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan
jaringan. (Surasmi, 2003)
8.
Penatalaksanaan
a.
Perawatan suportif
Perawatan suportif diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh normal, untuk
menstabilkan status kardiopulmonary, untuk memperbaiki hipoglikemia dan untuk
mencegah kecenderungan perdarahan. Perawatan suportif neonatus septik sakit
(Datta, 2007) meliputi sebagai berikut:
1)
Menjaga kehangatan untuk memastikan temperature. Agar bayi tetap normal
harus dirawat di lingkungan yang hangat. Suhu tubuh harus dipantau secara
teratur.
2)
Cairan intravena harus diperhatikan. Jika neonatus mengalami perfusi yang
jelek, maka saline normal dengan 10 ml / kg selama 5 sampai 10 menit. Dengan
dosis yang sama 1 sampai 2 kali selama 30 sampai 45 menit berikutnya, jika
perfusi terus menjadi buruk. Dextrose (10%) 2 ml per kg pil besar dapat
diresapi untuk memperbaiki hipoglikemia yang adalah biasanya ada dalam sepsis
neonatal dan dilanjutkan selama 2 hari atau sampai bayi dapat memiliki feed
oral.
3)
Terapi oksigen harus disediakan jika neonatus mengalami distres pernapasan
atau sianosis
4)
Oksigen mungkin diperlukan jika bayi tersebut apnea atau napas tidak
memadai
5)
Vitamin K 1 mg intramuskular harus diberikan untuk mencegah gangguan
perdarahan
6)
Makanan secara enteral dihindari jika neonatus sangat sakit atau memiliki
perut kembung. Menjaga cairan harus dilakukan dengan infus IV.
7)
Langkah-langkah pendukung lainnya termasuk stimulasi lembut fisik, aspirasi
nasigastric, pemantauan ketat dan konstan kondisi bayi dan perawatan ahli
b.
Terapi pengobatan
Prinsip pengobatan pada
sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki
keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi dan
monitor pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan
pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, dan dapat diberi secara
parental. Pilihan obat yang diberikan adalah ampisilin, gentasimin atau
kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes
resistensi. (Sangayu, 2012)
9. Pencegahan
Sepsis neonatorum adalah penyebab kematian utama pada neonatus.tanpa pengobatan
yang memadai, gangguan ion dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh
karena itu, tindakan pencegahan mempunyai arti penting karena dapat
mencegah terjadinya kesakitan dan kematian (Surasmi, 2003)
Tindakan yang dapat dilakukan (Surasmi, 2003) adalah :
a.Pada masa antenatal.
Pada masa antenatal
meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara bekala,imunisasi, pengobatan terhadap
penyakit infeksi yang diderita ibu,asupan gizi yang memadai, penanganan segera
terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dang jani, rujukan segera
ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
b. Pada saat persalinan.
Perawatan ibu selama persdalinan dilakukan secara aseptik, dalam arti
persalinan piperlakukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu
dan bayi seminimal mungkindilakukan ( bila benar-benar diperlukan ). Mengawasi
keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan,melakukan rujukan
secepatnya bila diperlukan, dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
c. Sesudah persalinan.
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi
normal,penberiab ASI secepatnya,mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap
persih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka
umbilikus secara steril. Tindakan infasif harus dilakukan dengan prinsip
– prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci
tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang
setiap bayi. Pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data
yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas dikar bayi
harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi. Pemberian
antibiotik secara rasional, sedapat mungkin memalui pemantauan mikrobiologi dan
tes resistensi.
10. Prognosis
Pada umumnya ngka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10% -
40 % dan pada meningitis 15% - 50%. Angka tersebut berbeda-beda tergantung dari
waktu timbulnya penyakit penyebabnya, cara dan waktu awitan penyakit,
derajat prematuritas bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai
dan keadaan ruang bayi atau unit perawatan.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I.
IDENTITAS
Nama
bayi :
Umur :
Jenis
Kelamin :
Status Perkawinan :
Suku
Bangsa :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Alamat Terdekat :
Nomor
Telepon :
Nomor
Register :
Tanggal MRS :
II.
RIWAYAT
KESEHATAN
a. Riwayat penyakit sekarang
Pasien
datang bersama Ibunya dalam keadaan sianosis sentral, apnoe, refleksa hisap
kurang/lemah, dan kejang.
b. Riwayat Kesehatan dahulu
Biasanya pasien mengatakan bahwa anaknya belum perah
mengalami demam sebelumnya
c. Riwayat Kesehatan keluarga
Biasanya Ibu
pasien mengatakan bahwa tidak ada dikeluarganya yang bayinya mengalami keadaan
seperti ini
III. PEMERIKSAAN
FISIK
a.
Pemeriksaan Umum
Suhu
:
Pernafasan :
Nadi :
Keaktifan gerak :
b. Keadaan umum
§ Kesadaran :
§ Bangun tubuh :
§ Postur
tubuh :
§ Cara
berjalan :
§ Gerak
motorik :
§ Keadaan
kulit :
c.
Kepala
Biasanya kulit kepala kurang bersih,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema
d. Mata
Biasanya Konjungtiva tampak anemis,
sclera ikterik, tidak ada edema, reflek pupil
e.
Hidung
Biasanya bentuk hidung pasien
normal, simetris, tidakada perdarahan, tidak ada nyeri tekan
f.
Telinga
Biasanya bentuk normal, bersih tidak
ada nyeri tekan
g. Mulut
Biasanya bentuk bibir normal, warna
bibir kebiruan, mukosa kering
h. Leher
Biaanya Tidak ada pembesaran
kelenjar limfe, tidak ada pembesaran karotis, dan kelenjar typoid
i.
Thorax
Biasanya bentuk dada simetris, dan
terlihat tarikan iga saat bernapas
j.
Abdomen
biasanya saat dipalpasi, tidak ada
nyeri tekan pada abdomen
k. Genetalia
Biasnya bersih, tidak ada darah,
tidak ada gangguan
l.
Ekstremitas
Atas : tidak ada edema, tidak ada
clubbing finger, terdapat sianosis, terpasang infuse pada tangan seblah kiri
Bawah : tidak ada edema, tidak ada
clubbing finger, ada sianosis.
Antropometri
a.Lingkar kepala
|
:
|
|
b.Lingkar dada
|
:
|
|
c.Lingkar lengan
|
:
|
|
d.Berat badan lahir
|
:
|
|
e.Panjang badan
|
:
|
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan
apnea
b. Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
c. Hipertermia
berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau
inflamasi.
d. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
e. Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
Intoleran terhaap makanan/minuman
C.
Rencana Asuhan Keperawatan
a.
Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan
apnea
Kriteria hasil:
-
Tidak ada
sianosis dan disipnea, mendemonstrasikan batuk efaktif dan suara nafas
yang bersih
-
Menunjukan
jalan nafas yang paten(pelayan tidak merasa tercekik,tidak ada suara nafas
abnormal)
-
Tanda-tanda
vital dalam rentang normal
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Posisikan pasien
semi powler
|
Posisi semi powler dapat memaksimalkan ventilasi
|
2.. Auskultasi suara
napas, catat adanya suara napas tambahan
|
Suara napas tambahan dapat menjadi sebagai tanda jalan napas yang tidak adekuat |
3. Monitor respirasi
dan status O2,TTV
|
Pada sepsis terjadinya gangguan respirasi dan status O2 sering ditemukan
yang menyebabkan TTV tidak dalam rentan normal
|
4. Berikan pelembab udara kasa basah Nacl lembab
|
Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk organisme
|
5. Ajarkan batuk efektif,suction,pustural drainage
|
Untuk mengeluarkan sekret pada saluran napas untuk menciptakan jalan
napas yang paten
|
b. Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Kriteria hasil:
-
Suhu dalam
batas normal
-
Perkembangan
status klien membaik selama masa terapi
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Berikan isolasi
atau pantau pengunjung sesuai indikasi
|
Isolasi/pembatasan pengunjung dibutuhkan untuk melindungi pasien
imunosupresi dan mengurangi risiki kemungkinan infeksi
|
2. Cuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung tangan
steril
|
Menugrangi kontaminasi silang
|
3. Dorong sering
menggati posisi, napas dalam/batuk
|
Bersihan paru yang baik mencegah pneumonia
|
4. Batasi penggunaan alat/prosedur
invasif jika memungkinkan
|
Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk organisme
|
5. Lakukan inspeksi
terhadap luka/ sisi alat invasif setiap hari
|
Mencatat tanda-tanda inflamasi atau infeksi lokal, perubahan pada
karakter drainase luka atau sputum dan urine. Mencegah infeksi yang
berkelanjutan
|
6. Gunakan teknik steril
setiap waktu pada saat penggantian balutan ataupun suction atau pemberian
perawatan
|
Mencegah masuknya bakteri, mengurangi risiko infeksi nasokomial
|
7. Pantau kecenderungan
suhu, jika demam berikan kompres hangat.
|
Demam (38,5oC - 40 oC) disebabkan oleh efek-efek
dari endotoksin pada hipotalamus dan endorfin yang melepaskan pirogen.
Hipotermia (<36 oC) adalah tanda-tanda genting yang menunjukkan
status syok atau penurunan perfusi jaringan
|
8. Amati adanya
menggigil dan diaforesis
|
Menggigil seringkali mendahului memuncaknya suhu pada adanya infeksi
|
9. Memantau tanda-tanda
penyimpangan kondisi atau kegagalan untuk membaik selama masa terapi
|
Dapat menunjukkan ketidaktepatan atau ketiakadekuatan terapi antibiotik
atau perumbuhan berlebih ari organisme resisten
|
10. Inspeksi rongga mulut
terhadap plak putih atau sariawan, selidiki juga adanya rasa gatal atau
peradangan vaginal/perineal
|
Depresi sistem imun dan penggunaan dari antibiotik dapat meningkatkan
risiko infeksi sekunder.
|
11. Kolaborasi dalam
pemberian obat antibiotik. Perhatikan dampak pemberian obat
|
Terapi pengobatan sangat membantu penyembuan dalam masa terapi perawatan
|
c.
Hipertermia
berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau
inflamasi
Kriteria hasil:
-
Suhu tubuh
berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
-
Nadi dan
frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan
pantau warna kulit
|
Perubahan
tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun
metabolisme dalam tubuh.
|
2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi
|
Hipertermi
sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk
kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara
evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien masuk
ke dalam kondisi dehidrasi.
|
3. Berikan kompres denga air hangat pada aksila, leher
dan lipatan paha, hindari penggunaan alcohol untuk kompres.
|
Kompres
pada aksila, leher dan lipatan paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar besar
yang akan membantu menurunkan demam. Penggunaan alcohol tidak dilakukan
karena akan menyebabkan penurunan dan peningkatan panas secara drastis.
|
Kolaborasi:
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan jika panas tidak
turun.
|
Pemberian
antipiretik juga diperlukan untuk menurunkan panas dengan segera.
|
d. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
Kriteria hasil:
-
Suhu tubuh
berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
-
Nadi dan
frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
-
Bayi mau
menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
Intervensi dan Rasional
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan
pantau warna kulit
|
Perubahan
tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun
metabolisme dalam tubuh.
|
2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan dehidrasi.
|
Hipertermi
sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk
kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara
evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien masuk
ke dalam kondisi dehidrasi.
|
3. Berikan kompres hangat jika terjadi hipertermi, dan
pertimbangkan untuk langkah kolaborasi dengan memberikan antipiretik.
|
Kompres
air hangat lebih cocok digunakan pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk
menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi secara tiba-tiba. Hipertermi yang
terlalu lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh karena itu pemberian
antipiretik diperlukan untuk segera menurunkan panas, misal dengan
asetaminofen.
|
4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan jumlah
pemberian yang telah ditentukan
|
Pemberian
ASI/PASI sesuai jadwal diperlukan untuk mencegah bayi dari kondisi lapar dan
haus yang berlebih.
|
e. Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi
Kriteria hasil:
-
Saturasi
oksigen >90 %
-
Keadekuatan
kontraksi otot untuk pergerakan
-
Tingkat
pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi
jaringan
Intervensi
dan Rasional:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Pertahankan tirah
baring
|
Menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen
|
2. Pantau perubahan
pada tekanan darah
|
Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang
aliran darah
|
3. Pantau frekuensi
dan irama jantung, perhatikan disritmia
|
Disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia
|
4. Kaji ferkuensi nafas,
kedalaman, dan kualitas
|
Peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung
endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak
|
5. Catat haluaran urine
setiap jam dan berat jenisnya
|
Penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal
|
6. Kaji perubahan warna
kulit, suhu, kelembapan
|
Mengetahui status syok yang berlanjut
|
f.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
Intoleran terhaap makanan/minuman
Kriteria hasil:
-
Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
-
Berat badan
ideal sesuai dengan tinggi badan
-
Tidak ada
tanda-tanda malnutrisi
-
Tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Monitor adanya
penurunan berat badan
|
Anoreksia ataupun intoleran terhadap makanan atau minuman dapat
menyebabkan terjadinya penurunan berat badan
|
2. Identifikasi
makanan kesukaan
|
Meningkatkan selera klien terhadap makanan atau minuman
|
3. Anjurkan untuk
melakukan oral hygene sebelum makan
|
Menurunkan rasa mual terhadap makanan
|
4. Monitor intake cairan dan nutrisi
|
Kekurangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi dan hiper termi. Kekurangan
nutrisi dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat badan
|
5. Anjurkan
klien untuk mengkonsumsi makanan yang berprotein dan vitamin C
|
Protein dan vitamin C berperan penting dalam penyembuhan yang berkaitan
dengan infeksi
|
6. Yakinkan
diet yang dimakan juga mengandung tinggi serat
|
Kekurangan serat dapat menyebabkan konstipasi
|
7. Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kaloriyang dibutuhkan pasien
|
Mengidentifikasi masalah nutrisi dalam terapi perawatannya
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sepsis neonatorum adalah sindrom
yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistematik dan terdapat
bakteri dalam darah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok
septik. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga
sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat
meninggal dalam 24 sampai 48 jam.
B.
Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami serta menanggapi apa yang telah penulis susun untuk
kemajuan penulisan makalah selanjutnya dan umumnya untuk lebih dalam asuhan
keperawatan dalam kasus sepsis neonatorum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar