Jumat, 23 Januari 2015

Dibalik dinding


Tak kan bisa lagi melihat senyum itu, tak kan bisa lagi menikmati canda itu, tak kan bisa lagi berdiri disamping itu, tak kan bisa lagi duduk berhadapan, tak kan bisa lagi pergi bersama, dan tak akan pernah lagi merasakan indahnya suasana diwaktu itu.

Bersama rintik hujan disore itu, mewakilkan perasaan yang tak ka bisa digambarkan dalam ilustrasi, mencurahkan keluh kesah, meratapi semua yang terjadi, diam membisu, kaku bagaikan batu es yang sangat membeku. Memutar memori sebelumnya seakan berani untuk membenci, lupa akan ingatan dan seakan tak ada yang terjadi, resahnya hati membuat terluka dihati, flashback itu mengingatkan betapa hari yang dinanti seakan tak kan kembali. Melihat kenyataan yang ada, pasrah hanya tinggal sepi, ikhlas hanya tinggal diuji, sabar hanya tinggal dimaki, berkutat mengembalikan takdir yang seolah membuat hidup kian tak berarti, tak bermakna, bahkan menganggap sia-sia.
Itulah kodratnya wanita, yang selalu memikirkan dengan hati, perasaan yang begitu lembut seolah menjadi kasar lantaran suatu masa lalu yang tak akan bisa membuatnya bangkit untuk masa depan, terhanyut dalam kenangan yang seolah menipu daya, yang seolah merayu, yang seolah menggobalinya sehingga hanya,,,hanya... dan hanya bisa meyalahkan semua. Karena hati yang tersakiti oleh kejamnya cinta dan nafsu dunia, perasaan yang ternodai oleh godaan hasrat dunia, dia bagaikan sebuah celah yang kosong, tak mampu mengikuti dan melawan arus, hampa, kecil, tak ada gunanya, merintih untuk melampiaskan semua kegelisahanya.

Cinta yang selama ini menerkam hidupnya, membuat tak berdaya, membuat jiwanya hampa, hatinya luka, raganya sirna dan bathinya patah. Selalu mengenang sebuah kisah, kisah dan kisah yang selama ini membuatnya terpana, membara, bahagia, ceria, dan bangga. Walaupun semua itu dirasakan Cuma sekejap saja, sebentar tapi bermakna, sebentar tapi berkesan dihidupnya, sebentar tapi mengerti, sebentar tapi selalu dihati. Sebentar itulah yang selalu dikenang, rintihan sang hati selalu mengiri, walaupun sebenarnya hati bersikeras untuk selalu menati hadirnya itu kembali.
Diam dan cukup diam, dikenang dan cukup untuk dikenang, saatnya suatu kenangan itu diambil hikmahnya, wlaupun goyah oleh badai, pasti bisa melupkan semua yang telah berlalu, walaupun masih terlintas dibayangan pasti bisa untuk dimengerti, walaupun masih bisa melihat dia didunia ini, pasti masih bisa bersembunyi walaupun dibalik dinding.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar